[2nd] Chapter 61

1.2K 134 64
                                    

[Kota Mati]

*

*

*

Pip... Pip... Pip...

"Dokter! Dokter! Suster tolong panggilkan dokter! Cepat! Ya Tuhan, Ellena, ibu mohon bertahanlah sedikit lagi!"

Elektrokardiograf terus menerus berbunyi tanpa henti, menunjukkan aktivitas jantung yang kian menurun drastis.

Meski itu terus membunyikan bunyi pip pip pip berkali-kali seolah-olah memberitahukan kehadiran Malaikat maut yang siap menjemput ajal gadis yang terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit.

Sementara wanita satunya, menangis histeris dalam pelukan sang suami, tak kuasa menahan takut dan gemetar yang mengambil alih kuasa dirinya.

Bibirnya terus memanggil nama putrinya dengan lirih, berharap ada keajaiban yang terjadi sesaat setelah keresahan menyesakkan ini.

"Elle, ibu mohon bertahanlah dan kembali, nak. Cukup bermain-mainnya dan pulanglah kerumah."

Bait doa, yang terus ia bisikkan, tidak akan berhenti memanggil namanya.

Memanggil kembali jiwa yang berkelana jauh di tempat lain.

***

Salju turun ditengah malam yang hening, salju yang putih, saat ini banyak ternodai oleh warna merah pekat yang menyeruakkan aroma tak sedap yang kerapkali disebut sebagai anyir darah.

Ada banyak mayat tak berdosa bergelimpangan diatas dinginnya salju, membeku dibawah selimut putih yang sengaja di gelar untuk menutupi wajah orang-orang yang sudah mati malam itu.

Tidak hanya itu, aroma busuk menyebar dari tumbuh-tumbuhan besar laba-laba raksasa yang mengerikan.

Sunyi.

Tempat itu amatlah sunyi.

Tidak ada yang saling bicara, lantaran mereka sibuk berkelana dengan pikiran masing-masing. Apa yang baru saja terjadi? Apakah ini semua hanyalah mimpi buruk?

Seorang gadis kehilangan kekasih tercintanya. Sementara seorang ibu kehilangan putra-putri kecilnya. Dan seorang ayah baru saja kehilangan keluarga kecilnya.

Dan ia juga, baru saja kehilangan seseorang pada malam itu.

"Bangunlah."

"...."

"Kumohon, jangan pergi lagi."

"...."

"Setidaknya beritahu aku, cara untuk menemuimu, Elle."

Xander membuka matanya, kedua iris matanya berusaha menyesuaikan dengan keadaan sekitarnya. Aneh. Ia merasa hangat. Kemudian, seseorang mengelus puncak kepalanya dan tertawa kecil.

"Pangeran kita ini begadang sampai jam berapa?"

Ia mendongak, menatap sosok yang tengah tersenyum dengan wajah lelah. Bibirnya tampak kering dan suhu tubuhnya terasa hangat. Tidak lagi dingin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 07, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'm Giselle but I'm not Giselle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang