*
Ia baru saja menginjakkan telapak kakinya ditempat itu, namun kejutan tak terduga sudah datang menyambut.
Orion menyapu wajahnya yang terasa membeku karena bola salju yang menimpa wajahnya, kemudian matanya menilik pada sosok seorang gadis yang kini menatapnya dengan takut. Itu adalah Giselle dengan mantel bulu yang tebal.
"Sepertinya musim dingin dapat membuat seseorang yang sudah dewasa menjadi anak kecil."
"O... Orion!"
"Lama tidak bertemu, Giselle." Orion mengulum senyum tipis, tidak memedulikan keadaan wajahnya yang setengah menggigil karena dingin. Menatap kepada kedua orang yang kini berdiri ditempat seperti patung. "Sepertinya kalian menikmati musim dingin ini ya, Edwin, kenapa kau tidak mengirim kabar padaku?"
"Heh, hitam. Apa aku harus punya suatu alasan untuk mengirim pesan padamu?"
"Tajam sekali, cih." Orion mengabaikan Edwin dan berjalan kearah Giselle yang tampak pucat.
"Kau tampak kecil dengan mantel ini."
"Uh, Orion, aku .... Aku minta maaf. Tadi itu, sebenarnya aku ingin... Ah, tidak. Wajahmu, apakah dingin?" Giselle mengulurkan tangannya ke permukaan wajah Orion, tangannya yang hangat karena suhu tubuhnya membuat Orion tersentak dalam diam. Ia memandang Giselle yang meletakkan tangannya dengan hati-hati diwajahnya. "Itu dingin."
"Tidak apa-apa. Bukan masalah besar, tanganmu hangat."
"Tapi tadi...."
"Aku itu bukan seorang tirani yang suka memotong leher orang lain karena hal sepele, jadi jangan terlalu menyalahkan diri. Dibanding itu, apa tanganmu tidak dingin bermain salju seperti ini?"
Edwin memandang keduanya tanpa berkata apa-apa. Mereka dekat, memang dekat, jauh sebelum Giselle bertemu dengan dirinya. melihat Giselle mengulurkan tangan menyentuh wajah Orion, Ia diam, memerhatikan. Ada suatu hal yang membuatnya merasa jengah saat ini. Tapi lelaki itu diam tak bergeming dan ketika ia melihat Orion meraih tangannya dengan pelan, sembari berkata, "khawatirkan siklus peredaran darah mu yang kemungkinan membeku karena es."
Ho, tapi kenapa rasanya tidak semenyenangkan ini?
"Ekhm!"
Edwin berdehem dengan keras. Batuk beberapa saat, pria bersurai hijau tosca itu beralih, mendekati Giselle dan melingkarkan tangannya di pinggang kecilnya.
"Yang mulia, perhatikan tangan anda."
"Tanganku? Kenapa dengan tanganku?"
"Banyak kuman."
"Hah?"
Siapapun yang mendengarkan ucapannya pasti akan berpikir bahwa Edwin berbicara dengan tidak masuk akal. Giselle memandang Edwin dengan pandangan aneh, berpikir mungkin bola salju yang ia lemparkan beberapa saat lalu berdampak cukup keras dengan otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Giselle but I'm not Giselle
Fantasy[ Renaître Series #3 ] Siapa yang tidak mengenal sosok Giselle? tokoh seorang gadis dalam drama theater ballet 'Giselle'. seorang gadis desa naif yang menjalin hubungan cinta dengan seorang bangsawan. kisah cinta bak cerita negeri dongeng, semuanya...