Chapter 22

2.4K 452 31
                                    

Chapter 22

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 22

'masa lalu'

*

"Kami tiba dihutan itu saat senja, awalnya kakakku sudah mencegah ku untuk pergi dan mengatakan bahwa dia akan mengerahkan penjaga untuk pergi menyelamatkan dirinya, tapi aku tidak bisa menunggu lebih lama, akhirnya aku pergi kesana dan kakakku tanpa bisa mencegah keinginan kuatku akhirnya ikut."

"...."

"Saat aku sampai disana lebih dulu dari kakakku, aku melihat Orion berdiri mematung didepan sesuatu yang tidak terlihat oleh mata, wilis. Aku yakin dia melihat itu didepannya."

Oke, bulu kudukku berdiri seketika, suhu udara juga tiba-tiba mendingin tanpa aku dan dia sadari. Kucing dalam dekapan nya Edwin berlari untuk bergabung dengan kucing besar lainnya disana seolah-olah merasakan kehadiran sesuatu diantara kami saat ini. astaga aku sendiri merasa merinding saat ini. Masih mendengar Edwin yang bercerita aku menatap tangannya yang saling bertaut seolah mencoba menenangkan diri.

"Wilis, mereka sepertinya menyambut kehadiran Orion untuk dibawa masuk ke alam mereka."

Ohooo, aku ingat jelas bagaimana adegan Hilarion dalam Theater Ballet Giselle asli mati mengenaskan setelah dipaksa menari tanpa henti, itu adalah adegan dimana puluhan penari ballet profesional dikerahkan untuk menarikan peran para Wilis dan myrtha, ratu mereka, memaksa Hilarion menari tanpa henti hingga maut menjemputnya. Jika dibandingkan dengan yang sekarang, jelas saja berbeda, Hilarion selamat karena Giselle yang tubuhnya dirasuki olehku hidup dengan damai.

Damai?

Memang saat ini terlihat damai?

Tidak, kurasa...

"Lalu apa yang terjadi.... Pada kakakmu."

"Sebagai seorang wanita, impiannya adalah menjadi kesatria yang bisa melindungi keluarga kekaisaran dan orang-orang disekitarnya. Ya, dia menyelamatkan ku dan Orion. Kami tidak berbalik, tapi saat aku ingin menengok untuk yang terakhir kalinya, aku melihat kakakku berdiri mematung seperti mayat hidup dengan kain putih yang mulai melilit tubuhnya."

Entah bagaimana angin berhembus dengan tenang, melengkapi kesunyian yang tiba-tiba mengelilingi kami berdua, kutatap semua peliharaan milik Edwin yang sebagian sudah tertidur pulas disiang hari seperti saat ini. Benar-benar menggemaskan, aku tidak berpikir apa Edwin akan membuka mulut untuk kembali berbicara atau tidak yang pasti, raut wajahnya terlihat sangat sedih saat ini. Mendengarnya menceritakan tentang bagaimana kakaknya tewas itu membuatku prihatin seketika. Sepertinya dia hanya memiliki kakaknya seorang.

I'm Giselle but I'm not Giselle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang