"Jadi... Siapa dia kalau bukan Giselle?"
Hantu?
Wilis?
Edwin terdiam. Entah kenapa ia jadi memikirkan makhluk yang muncul ketika menjelang malam itu. Atau... Apa berpikir tentang mereka karena apa yang ia pikirkan memang berhubungan dengan Wilis?
Tok... Tok... Tok...
'Eh?'
Setelah ketukan dari pintu terdengar, sayup-sayup Edwin mendengar suara halus seorang wanita yang familiar namun asing pada saat bersamaan.
"E.. Edwin, kau didalam?"
Edwin tidak menyahut, dari suaranya, dapat dipastikan gadis itu kini berdiri diluar ruangannya malam-malam begini. Entah apa yang tengah ia lakukan pada jam segini. Karena pada saat seperti ini, Giselle selalu tidur dan kadang dengkurnya bisa terdengar hingga keluar.
"Apa kau didalam? Kepala pelayan bilang kau biasanya masih disini jam segini."
Pria bersurai hijau tosca itu berdiri, mengambil lilin dan menyalakannya, setelahnya ia meletakkan lilin itu keatas piring dengan pegangan seperti cangkir. Dalam sekejap cahaya oranye yang redup memenuhi ruangannya. Diluar tiba-tiba saja kembali turun salju. Anggap saja Giselle yang ini tidak bisa tidur karena hal itu.
Edwin beranjak dari meja dengan lilin ditangan, dan berniat membuka pintu. Tepat sebelum itu, ia menarik nafas dalam-dalam. Entah kenapa bulu kuduknya berdiri, padahal piano tua di loteng sama sekali tak berbunyi.
Ia memutar kenop pintu dan membukanya pelan. Dan sosok dengan rambut tergerai bebas dan gaun tidur putih itu terlihat. Rambutnya yang keemasan terlihat menyala karena pantulan cahaya dari lilin, menambah pesona meski ia bukanlah Giselle yang ia kenal.
"Ada apa?"
"Ah... Maaf mengganggu," Giselle tersenyum tipis. "tiba-tiba saja salju lebat turun dan perapian dikamarku tidak bisa menyala, awalnya aku ingin memanggil pelayan tapi aku tidak enak membangunkan mereka, jadi-"
"Kau berniat meminta bantuan ku?"
"-Iya."
Edwin mengangkat alis, Kemudian memandangnya datar lalu membuka lebih lebar pintu. "Malam-malam begini biasanya ada dua hingga tiga pelayan yang berjaga bergantian, kau habis bertemu kepala pelayan kan? kenapa tidak minta bantuannya?"
"Itu..."
"Kebetulan ada yang ingin aku bicarakan, masuklah."
Giselle mengekorinya, gadis itu melirik setiap sudut dari ruangan luas itu, ada beberapa lukisan kemudian perapian besar dengan dua sofa saling berhadapan. Sementara itu, didepannya ada jendela dan meja kerja panjang dengan tumpukan kertas dan bau tinta yang khas menusuk indra penciuman dengan aroma pekatnya yang memuakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Giselle but I'm not Giselle
Fantasy[ Renaître Series #3 ] Siapa yang tidak mengenal sosok Giselle? tokoh seorang gadis dalam drama theater ballet 'Giselle'. seorang gadis desa naif yang menjalin hubungan cinta dengan seorang bangsawan. kisah cinta bak cerita negeri dongeng, semuanya...