Luka baru yang kali ini aku rasakan, sama menyakitkannya dengan ribuan luka lama yang belum pulih total. Karena ini bukan hanya soal luka, tapi juga fakta yang entah kenapa menyesakkan dada.
Lara.
Setelah beberapa saat mobil itu melaju, Lintang akhirnya menghentikan mobilnya tidak jauh dari kedua pasangan yang tengah asik bercanda gurau.
Lara mengedarkan pandangannya menatap sekitar yang terlihat tidak terlalu ramai dengan pemandangan indah serta beberapa penjual makanan.
"Lintang, aku mau beli itu!" Lara menunjuk penjual batagor yang berada tak jauh dari parkiran mobil mereka.
Lintang tak menanggapi, laki-laki itu hanya fokus pada kedua pasangan di depan sana-adiknya bersama Aiden.
"Lintang, boleh ya." Lara mengerakkan tangan Lintang agar mendengarkan permintaannya. "Kayaknya aku ngidam deh," tambah Lara berhasil mengalihkan perhatian Lintang.
Mata Lintang melotot kaget, menatap tubuh kecil itu penuh selidik. Sedangkan tampang polos dari Lara dengan mengerjapkan matanya, membuat Lintang semakin bingung dengan pikiran perempuan di depannya ini.
"Perasaan nggak ada gue apa-apain, kok bisa hamil?" gumam Lintang bertanya pada dirinya sendiri.
"Lo ada tidur sama cowok? Ngaku?!" sentaknya kasar menghimpit tubuh Lara yang duduk disampingnya sampai tubuh itu menyentuh pintu.
"Iya ada. Malam kemarin, sama kamu," jawab Lara tanpa rasa bersalah. "Eh, tapi nggak ngapa-ngapain juga ya, mana bisa aku hamil." Lara terkekeh sendiri menyadari kebodohannya barusan, sedangkan Lintang sudah merubah raut wajahnya.
"Lo ngode pengen gue apa-apain?" tanya Lintang jahil seraya menyentuh dagu Lara yang langsung ditepis oleh perempuan itu.
"Lintang jangan mesum! Aku cuma mau batagor, t-tadi cuma bercanda jangan serius. Perut aku lapar, pengen makan batagor," rengeknya lagi.
"Ya udah beli," ucap Lintang acuh menghempas kasar tangan Lara dengan tatapan yang sudah tertuju ke depan lagi.
Mungkin karena sudah terbiasa dengan sikap kasar Lintang, Lara tidak begitu peduli dan menganggapnya hal biasa. Perempuan itu keluar dari mobil dan baru beberapa langkah, ia kembali berbalik--membuka pintu mobil.
"Lintang, aku ng-gak ada ... uang," lirihnya seraya menunduk malu, menyadari bahwa uangnya sudah tidak ada lagi.
Tanpa banyak bicara, Lintang langsung memberikan selembar uang berwarna biru yang disambut dengan senang hati oleh Lara.
"Makasih Lintang!" Lara berlari menghampiri penjual itu dengan penuh semangat. Bahkan, perkataan Lintang yang terakhir sama sekali tidak didengarkannya.
"Jangan lama." Lintang mendengus kesal menyadari Lara yang tak mendengarkan ucapannya. Ia mengalihkan tatapan, kembali fokus pada Linka dan Aiden. Memperhatikan apa saja yang kedua orang itu lakukan dari kejauhan.
Sejauh ini Lintang tak melihat ada keanehan yang bisa membahayakan adiknya. Sama seperti waktu itu, keduanya hanya terlihat bercanda dan tertawa saja.
"Mau?" tawar Lara seraya menyodorkan sebungkus batagor ke depan wajah Lintang yang kaget.
"Ngagetin!"
"Eh, kamu bisa kaget ya?" tanyanya sambil terkekeh geli dan kembali menikmati batagor itu.
"Oh, iya lupa!" Lara menepuk dahinya dan mengeluarkan sisa uang milik Lintang dari kantong seragamnya. Memberikan sisa uang itu pada sang pemilik yang justru hanya menatapnya tak minat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Lintang [SELESAI]
Teen Fiction[FOLLOW SEBELUM BACA YA] Ini tentang Lintang dengan segala keposesifannya pada Linka, saudari kembarnya dan keluarga tercinta. Tentang Lintang yang selalu berkata diluar kepala, serta si egois yang membenci fakta. Fakta bahwa apa yang ia jaga, tida...