SPRING III

1.6K 160 1
                                    

matahari berada tepat di atas kepala begitu Jimin berpamitan, jam mengajarnya sudah selesai sejak 09.45, tapi Nyonya wracker memaksa Jimin untuk tetap tinggal sebentar sembari mencicipi pie labu mimpi buruknya, setidaknya itu julukan yang diberikan Roxane dan Jimin menyetejuinya.

terlepas dari bagaimana rasa pie labu, kegiatan mengobrol yang bersama ibu dan anak perempuannya merupakan hal yang memang Jimin sukai. dengan mengobrol ringan dan bercanda bersama mereka membuat beban yang di pikirkannya sempat terlupakaan, dan Jimin akan larut dalam tawa.

Matahari masih bersinar begitu terik, rasanya masih terlalu awal jiika ia harus pulang, yang sebenarnya adalah Jimin enggan bertemu sang ibu untuk beberapa hari kedepan.

Untuk saat ini ia hanya memiliki satu pekerjaan saja, walau begitu bayaran yang di dapatnya perhari sudah lebih dari cukup untuk biaya hidup tiga hari kedepan, dan ia sungguh bersyukur akan itu.

tidak perlu lagi memporsir waktu dan tenaganya secara berlebihan seperti beberapa hari yang lalu. kini ia dapat menikmati waktunya dengan santai.

di setiap pijakan kakinya, Jimin memikirkan hal apa yang selanjutnya ia lakukan untuk menghabiskan waktunya bersama sang siang. ia tidak memilki teman bahkan sanak saudara untuk diajak bermain.

disaat dirinya tenggelam akan kenyataan tak memiliki teman, semerbak aroma manis terhisap bersamaan dengan oksigen yang di hirup, begitu pekat hingga Jimin dapat merasakan manis di kerongkongannya.

sumbernya mengarah pada sebuah kafe kecil di sebrang jalan, disana dipermukaan papan tertulis Choklat Day Café , kalimatnya membuat pemuda mungil bersurai pirang itu tergoda.

Jimin memiliki gigi yang manis, sejak kecil lidahnya tidak pernah terlepas dari semua coklat dan permen, karena itu kini ia menjadi penggemar makanan manis. tentu Jimin tidak akan melewatkan kafe yang menarik itu.

dulu mungkin ia akan menahan rasa inginnya untuk memakan sesuatu, dikarenakan bayaran yang didapatnya sangat tidak memungkinkan. sekarang hal seperti itu tidak perlu ia ragukan lagi.

dibandingkan mengambil bayaran mengajarnya di akhir bulan, jimin memilih untuk dibayar perhari saja, dengan begitu ia akan terus memiliki uang untuk bertahan setiap harinya.

tentu ia akan menyisihkan sebagian untuk ditabung, walau pada akhirnya semua uang yang disimpannya di dalam lemari akan lenyap secara tiba - tiba tanpa sisa oleh ibunya.

Jimin tidak marah atau kecewa, karena bagaimanapun keahliannya dalam bermain piano itu semua berkat sang ibu yang telah menyekolahkannya.

alasan terbesar Jimin tidak ingin kembali kerumah begitu cepat, terlebih di siang hari, itu karena ibunya akan berada dirumah seharian. di setiap Jimin pulang cepat, ia akan melihat ibunya bermabuk - mabukan dan menyumpahinya begitu pandangan mereka bertemu.

yang sangat keterlaluan, Jimin pernah sekali memergoki sang ibu tengah bercinta dengan seorang pria di ruang tamu, dengan rasa tidak tahu malu perempuan setengah baya itu menawari Jimin untuk bergabung.

sejak saat itu ia selalu benci untuk pulang cepat setelah mengajar, kecuali di malam hari, keran saat itu sang ibu tidak akan berada di dalam rumah untuk bekerja.

segelas dan sepiring makanan manis adalah hal yang dibutuhkannya saat ini, dua hal itu merupakan teman karibnya dalam mengusir semua kesedihan.

Jimin memasuki café kecil yang mungkin masih baru di buka, manik biru keabuannya memperhatikan setiap dekorasi interior yang membuat sifat mudah kagumnya kembali kumat.

lihatlah mulutnya yang menganga kecil begitu menggemaskan, setiap sudut ruangan berhiaskan dekorasi mungil, seperti gantungan bunga dan boneka, semua dinding di cat berwarna gold dan coklat, sangat lekat dengan apa yang disajikan.

BLACK SWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang