OLD WOUNDS

971 133 25
                                    

Kehidupan yang damai, canda gelak tawa merupakan bumbu yang sangat sempurna untuk manisnya kebahagian.

seperti itulah yang semua orang inginkan, namun apalah daya bagi sebutir butiran mikrokosmos yang hidup dalam luasnya semesta.

rencana, keinginan, mimpi, tak akan didapat tanpa persetujuan sang pemegang kekuasaan agung, Tuhan.

Tuhan menginginkan manusia mamainkan naskah takdir di panggung yang disebut kehidupan, sebagai peran ciptaannya. tidak meminta pun menolak, hanya menjalani itulah sebagaimana mestinya terjadi.

sehari telah berlalu sejak kejadian malam natal yang mengenaskan bagi dua pasang kekasih yang berakhir naas.

biasanya pesta akan berselimut suka cita bukan duka cita, bagaimana hal serupa dapat terjadi pada makhluk mungil yang malang ini, dua kali pesta dilewatinya dengan kengerian.

dimana malam pesta pertama ia kehilangan ingatannya, dan di malam yang kedua ia kembali mendapatkannya, seolah tuhan memang telah mengurutkan segala adegan dan tkp yang tepat.

Jimin sadar lebih dulu, di siang hari, salju turun lebih deras karena memang dibeberapa tempat di bagian utara, cuaca ektrim di bulan turunnya salju  memang kerap terjadi, seperti badai salju yang datang tiba – tiba.

duduk termengu menatap gelapnya langit siang, tatapan yang kosong tak berselera akan ini dan itu. perban putih membalut dua lengan dan beberapa disekitar kaki.

tubuh mungil bak patung itu terlihat sangatlah rapuh, seolah bisa hancur lebur hanya dengan satu sentuhan lembut.

“ sepertinya suasana diluar cukup mencekam “. paman Han muncul dari balik pintu yang dibuka sengaja, membawa nampan berisi segelas air juga beberapa butir obat. “ tetapi jika didalam itu tidak akan apa – apa “. menaruhnya diatas lemari kecil sisi ranjang.

tetap memanang keluar jendela, “ tidakkah ini terasa seperti surge kecil dengan langit neraka yang mengepungnya paman ?”.

“ manusia tidak dapat menciptakan keduanya “.

paman Han merasa Jimin tidak jua meraih obatnya, jadi dia sendiri yang memutuskan untuk menaruhnya tepat di atas ranjang yang Jimin duduki.

“ terkadang aku lebih memilih untuk menjadi langit gelap, tidak ada alasan untuk itu “.

paman Han tersenyum lembut, “ tapi kau lebih pantas menjadi Azura yang memancarkan kecerahannya untuk semesta “. lalu mohon undur diri. “ mengapa kau tidak berjalan – jalan sebentar, tiga ibu burung itu merindukanmu “. lalu menghilang begitu pintu tertutup.

mempertimbangkan kembali tawaran paman Han mengenai berjalan – jalan sebentar.

dan keputusannya adalah, yah, dia akan berjalan untuk mencari udara segar dan mengunjungi tiga bibinya. sudah cukup lama tak berbincang mengingat dia yang kehilangan ingatan.

meneguk dua butir obat pereda nyeri, Jimin meraih mantel coklat panjangnya sebagai penutup piyama tidurnya, lalu melangkah pelan menuju pintu keluar.

setelah perdebatan besar itu terjadi, salah seorang pelayan yang tak sengaja lewat depan ruangan, berteriak sangat panik kala melihat tuannya yang tergeletak dalam dekapan Jimin yang juga tak sadarkan diri.

tak lama dari itu, paman Han dan beberapa penjaga datang untuk mengevakuasi keduanya.

Jimin melangkah entah kemana arahnya ia hanya mengikuti kaki mungilnya yang menuntun, sejauh kaki bergerak, tak satupun pelayan maupun penjaga yang ia temui.

suasana cukup sepi dan hening, tak ada kesibukkan seperti beberapa hari. oh rupanya ia tidak diberitahu bahwa beberapa pelayan diliburkan untuk menyambut natal bersama keluarga di kampung halaman.

BLACK SWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang