ARGUMENT

985 109 12
                                    

waktu yang tersisa menuju acara pelelangan masih sekitar dua minggu, dimana dalam dua minggu itu Jimin masih akan menikmati hari – harinya sebagai buttler. dia bahkan tidak menaruh kecurigaan apapun terhadap takdirnya di dua minggu mendatang.

-oh sungguh tunas muda polos yang malang.

Jimin kecil sangat antusias ketika sang ibu akan mengajaknya mengunjungi gereja setiap satu minggu sekali, sesibuk apapun kegiatan selalu diselipkan jadwal khusus untuk pergi mengadu, berkeluh kesah, mengucap syukur, serta mmeinta keselamatan hidup bahagia. baginya berada di tempat sakral itu sangat amat damai, bercengkrama saling bertukar sapa dengan orang – orang hal yang dinantikannya, karena saat itu ia akan menerima banyak pujian dari pengunjung yang merasa gemas kepadanya. pipi dan bibirnya adalah point utama dari tema menggemaskan itu.

-dia sangat nyaman walau berakhir dengan rasa ngilu serta rona merah akibat cubitan kecil gemas di pipinya.
kegiatan itu selalu ia lakukan, bahkan ketika banyaknya tugas sekolah yang menumpuk, Jimin akan menyempatkan sedikit waktu senggangnya untuk pergi ke gereja.

dia seorang kristiani yang taat. walau hanya 5 menit saja, Jimin bersyukur karena bisa menjalankan ibadahnya, bahkan pendeta senior pernah sempat menawarkan Jimin untuk menjadi biarawan karena ketekunannya itu.

karena ketaatannya ia merasa tuhan juga semakin memperhatikan, terbukti dari pekerjaan sang ibu yang semakin maju- saat itu dia belum mengetahuinya. Jimin menikmati hari hari bahagianya.

namun semua kebahgaiaan kecil dalam hidupnya terenggut paksa oleh takdir , tepat ketika peristiwa malam berdarah itu dimulai, dan dirinya yang berakhir menjadi pelayan seumur hidup untuk menebus kesalahan sang ibu. Jimin merasa sebaiknya ia terima saja tawaran pendeta kala itu, persetan dengan pernikahan dan memiliki keluarga yang harmonis, jika menjadi biarawan membuat masa depannya nyaman mengapa tidak. terbuai oleh iming – iming benaknya yang menampilkan pernikahan megah, kemudian berakhir membangun keluarga kecil yang harmonis.

-bodohnya aku dulu.

Jimin bangun tepat di jam 6.00 pagi, mengenakan seragam lengkapnya, lalu pergi menyiapkan segelas coffee untuk sang tuan rumah yang sepertinya masih terlelap.

begitu sampai, rupanya beberapa pelayan yang lain pun baru saja memulai kegiatan pagi mereka, ia bersyukur tidak terbangun lebih awal ataupun kesiangan.

diwaktu yang tepat ia selesai membuat coffe, aromanya sangat menggugah tenggorakan siapapun yang menghirupnya-begitu menggoda. tanpa harus menunggu titah dari kepala Han, Jimin mulai melangkah membawa nampan berisi cairan coffe.

ini kedua kalinya bagi dia melewati koridor panjang yang sangat dibencinya, tak hanya pencahayaannya yang kurang, tapi juga ukuran koridor yang cukup panjang, membuat jengkel setengah mati.

disisa – sisa menit terakhirnya, ia pun sampai didepan ruangan berdaun pintu tinggi itu- lagi. kembali dirinya dilemma, memutuskan haruskah mengetuk atau membukanya langsung. bagaimana jika ia mengetuk dan membangunkan orang didalamnya sedangkan dia enggan bertatap muka, namun jika membuka pintu langsung akankah itu keputusan yang tepat.

oh tunggu sebentar, lagi pula siapa yang tahu, mungkin saja Jungkook masih terlelap. Jimin mendorong knop kearah dalam hingga satu bilah daun pintu terbuka menyisakan ruang untuk dirinya masuk.

“ siapa yang mengizinkanmu masuk “. sebuah suara menyapa rendah.

didetik itu tubuhnya menegang, mematung di ambang pintu dengan perasaan campur aduk juga cercaan di benak untuk dirinya sendiri. Jimin mengunci mulutnya agar suara yang bercampur gemetaran tak terdengar.

“ sungguh lancang, tidak heran orang sepertimu mendapatkan kehidupan yang rendah “. cibir Jungkook memperhatikan. “ tatakrama yang amat minim “.

BLACK SWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang