BOND

932 137 7
                                    


Jimin tetap mematuhi, beberapa saat setelah ledakan emosinya, Jimin menyadari bahwa seharusnya hinaan itu bukan di peruntukan kepada kepala Han dan lantas dia pun meminta maaf atas kelancangannya.

yah bukan kepala Han melainkan kepada orang yang berada dibalik pintu besar di ujung koridor yang tengah ia susuri.
sambil terus melangkah menyusuri koridor yang melelahkan, Jimin masih merasa kalau ia sudah berlebihan kepada paman Han-nya.

ditengah kegelisahan yang melanda, tiba – tiba hembusan angin yang cukup besar tertiup melewati dirinya, lilin yang berada didalam bingkai kaca yang berbris tergantung padam serentak.

langkahnya terhenti seketika. lorong pun menjadi sedikit lebih gelap tanpa adanya penerangan selain caha matahari, itupun tak seberapa memberikan penerangannya.

dalam gelap remang, Jimin menjadi lebih waspada. dua pasang matanya bergerak kesana – kemari, oksigen yang dihirup menipis menghimpit rongga paru – parunya, membuat deru nafa menjadi sedikit sesak, tubuh mungilnya pun mulai gemetar samar.

dalam kondisi yang tidak menguntungkan, ia tidak bisa berlari karena Coffee ditangannya akan tertumpah. alih – alih berlari Jimin melakukan cara lain agar segera sampai, yaitu dengan mempercepat langkahnya.

dia usahakan agar matanya tetap mengarah kedepan, dan mentulikan telinga, mengabaikan adalah hal yang terbaik untuk saat ini, begitulah yang ia tekankan dalam hati.

langkah demi langkah ia susuri koridor yang minim pencahayaan, Jimin tahu bahwa angin itu bukan berasal dari tiupan alat elektronik, karena memang hal itu tidak ada didalam Mansion,  tidak pula dari luar, hal itu tidak masuk akal, karena lorong berada didalam bangunan, yang mana dinding kanan, kiri bahkan atapnya saja terbuat dari susunan batu yang dicampur bahan berupa semen.

jika memang itu hembusan angin dari luar, tidak masuk akal akan sekencang itu bertiup melewati dirinya, lubang fentilasi udara saja hanya ada lima dan besar lingkarannya hanya seukuran anak kucing yang baru lahir.

-Jimin sangat paham namun berusaha menolak untuk mencernanya.

pada akhirnya, perjuangan dia pun berakhir begitu tepat di hadapannya nampak pintu hitam besar yang sudah familiar sekali dimatanya. tak menunggu Jimin memasuki setelah mengetuknya terlebih dahulu, tak apa jika pagi ini ia kembali berdebat hanya masalah pintu seperti sebelumnya, yang terpenting ia sudah aman.

oh rupanya sang tuan besar belum selesai dari kegiatan mandinya, tak terlihat orang disana begitu Jimin masuk, dan itu membuatnya bernafas lega untuk kedua kali. Jimin meletakan nampan di atas meja dekat sofa, meraih secarik kertas.

sebelumnya tentu saja kepala Han mewanti – wanti untuk jangan sampai Jungkook melihat dirinya menenteng – nenteng benda lain selain nampan berisikan Coffee terlebih jika itu secarik kertas catatan.
-seingatku kepala Han sudah memberitahu sebelumnya.

Jimin menyelipkan secarik catatannya dalam saku celana, tentu sebelumnya ia ingat – ingat secara beruntun apa saja tugas – tugasnya.

“ okay let’s see “.

dibukanya almari berukuran besar dengan beberapa pintu, membuka satu – satu. pintu pertama merupakan tempat tersusunnya berbagai macam kemeja yang digantung, tidak begitu banyak warna, hitam menjadi pemenang kontes warna yang dimiliki Jungkook.

Jimin sangat mengetahui apa itu penampilan yang sempurna, selain menyukai piano, dia memilih fashion sebagai alternative keduanya.

ketertarikan dibidang fashionnya sangatlah tidak mengecewakan, ia pandai dalam hal itu –sungguh.
dipilihnya satu setelan kemeja putih lengkap dengan celana hitam, rompi abu - abu jas hitam dua kancing berwarna abu - abu, dasi, pentopel, juga coat sebagai outernya.

BLACK SWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang