Seseorang yang kamu miliki sekarang, bukan berarti milikmu pula.
____
Palet warna di tangan Ethan mengukir warna kuning keemasan panjang. Itu seperti warna rambut milik Kyna, dia sedang melukis tunangannya di ruang pribadi. Tatapannya tetap fokus pada kanvas di hadapan tetapi pikirannya melayang mengingat perkataan Kyna beberapa saat lalu.
"Aku tidak bisa... Bagaimana pun kamu tidak berhak melarangku, Ethan. Kamu terlambat mengatakannya sekarang. Jika kamu tetap memaksa, itu benar-benar mencerminkan keburukanmu dimana aku sudah berlatih dengan keras dan kamu dengan seenak hati membuang alasanku menjadi kuat."
Kuas yang semula ia balut warna emas, kini beralih ke warna hijau pupus. Tangannya bergerak untuk memberi warna hijau cerah pada mata objek lukisannya.
"Aku berpikir pula... Akan sangat tidak adil jika kamu tidak belajar sesuatu yang lebih menyakitkan." Kyna mengerjap memilih kata-kata yang tepat sementara,"...perpisahan misalnya. Atau sesuatu yang kamu inginkan tidak akan pernah kamu miliki, sesuatu yang kamu harapkan agar selalu tetap disisimu dan di pandanganmu menghilang tak pernah kembali. Benar, rasa putus asa. Kamu tahu? Kadang semua dimulai perkenalan dan diakhiri perpisahan."
Ethan terdiam melihat hasil lukisannya, disana diri Kyna seolah terpantul. Wajahnya berseri dengan senyum mengembang, surai keemasannya terkibas angin dengan bunga mawar terselip di sana. Hamburan kelopak bunga sakura tak lupa Ethan tambahkan agar semakin ramai suasana. Ia ingin melihat itu, melihat saat-saat dimana Kyna akan tersenyum padanya dan mengatakan bahwa dia akan selalu disisinya, berjanji yang tidak akan diingkari, dan mengatakan, bahwa gadis itu mencintainya.
Pangeran itu menunduk sebelum dengan perlahan bangkit untuk berjalan keluar kamar, setidaknya ia ingin membuat masalah sedikit.
"Ck, menyebalkan."
Mendengar suara sinis yang dikenalnya ia menoleh, mendapati saudarinya yang dingin, Athe dengan permen merah bulat berukuran besar di tangannya. Gadis itu hendak lewat namun harus berpapasan dengan orang yang sangat ia hindari.
Ethan melirik permen di tangan gadis itu,"Aku harap perutmu tidak meledak, Athe."
"Aku harap kamu cepat mati, Ethan."balas Athe sengit,"...dasar payah."
Ethan hanya mengerjapkan mata saat Athe berjalan menjauh,"kasihan, jam milikmu masih retak ya~"ejeknya.
Athe terlihat terkejut sebelum sebuah peluru hampir saja menembus kepala saudaranya jika tidak mengelak. Dinding di sebelah Ethan retak dengan peluru yang menyangkut disana. Athea menatapnya datar dengan pistol di tangan, asap bahkan mengepul di moncongnya. Para pelayan dan ksatria yang berjaga atau berlalu lalang hanya memilih jalan memutar atau menghindar agar tidak terkena imbasnya.
"Wow-wow, santai Athe. Aku hanya berbicara fakta jik-..."
"Berisik."
"Lagi pul-..."
"Dasar tikus."
"Kamu kan-..."
"Mat-.."
"Kamu diberi surat undangan dalam pemilihan putri mahkota Kengalessa 'kan?" Ethan menyeringai saat melihat kelopak mata saudarinya melebar. Gadis itu tidak menjawab hanya berbalik sementara pistolnya masuk ke dalam bayangannya.
"Sulit sekali mengerjainya, sampai harus bertaruh nyawa." Ethan terkekeh, ia berjalan melewati lorong,"...kira-kira kapan aku menunjukkan ruang lukisanku kepada Kyna, ya?
*****
Di kediaman Mansion Marcielitho, Gladys tengah menikmati secangkir teh nya ketika tiba-tiba seorang pelayan menghadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Daughter of Villain {END}
FantasyAku tertidur memilih menyerah untuk tidak memainkan game itu lagi. Bagaimana lagi?! ini sudah 10 kali aku kalah!!! Welcome to,"Magic Drama 2" Heh!! Mentang-mentang aku kalah terus, seenak jidat memindahkanku ke dalam dunia game. Ke dalam tubuh Kyna...