32.

3.6K 244 18
                                    

Devan menarik tangannya  dari cengkeraman Verner dan Darga. Mina mundur, menjaga jarak dari tiga  cowok yang bersiap berseteru sembari menarik Verner agar menjauh dari  Devan yang sedang kalut.

"Lebih baik pulang." Suara Mina gemetar ketika dia bicara. Verner mundur tanpa mengalihkan perhatiannya dari Devan.

"Mau lo apaan, sih?"  Verner bertanya. Suaranya memenuhi ruangan. "Kalau lo ganggu Mina lagi  apa lagi ngata-ngatain, gue nggak akan segan mampusin lo."

"Udah...." Mina berusaha menarik Verner disaat tubuhnya sendiri tak kuat menarik cowok itu. "Aku mau pulang."

Belum melewati pintu,  Verner menjauhkan tangan Mina dari lengannya. Dengan cepat dia  melangkah. Mina membelalak saat Verner berlari ke arah Devan. Devan  belum duduk dan terkejut dengan kedatangan Verner yang tiba-tiba. Belum  sempat dia berbalik untuk kabur, pukulan keras di pipinya lagi-lagi dia  terima dari Verner untuk ke sekian kali.

Tanpa mengatakan apa pun, Verner lalu pergi membawa Mina dari tempat itu.

"Bangsat!" Devan berteriak memandang kepergian Mina dan Verner. "Sialan. Anjing. Ck." Pandangan Devan berpindah ke Darga dan melirik sahabatnya itu heran.

"Lo juga ngapain bangsat?" Devan menggeram kesal.

Darga bersiap-siap pergi dari sana. "Kalau masih punya malu mending pergi dari sini. Jangan taunya bikin onar doang."

Devan terkejut dengan  perkataan itu. Dia melihat sekeliling. Orang-orang sedang memandangnya.  "Ah, berengsek." Setelah mengumpat, dia ikut pergi dari sana.

[]

Di sepanjang perjalanan  pulang Mina terus terbayang kejadian yang tidak dia sangka-sangka. Mina  memainkan kukunya. Beberapa kali memejamkan mata untuk mengenyahkan  ingatan tentang tadi.

Mina sedikit lebih tenang ketika Verner mengusap tangannya.

"Aku takut...." Mina  kembali memejamkan mata. "Tadi aku kesel banget. Aku takut kalau dia  makin balas dendam. Tahu, kan? Biasanya yang kayak dia tuh nggak akan  tinggal diem."

Verner menepi. Dia memosisikan tubuh menghadap Mina.

"Tenang, Mina. Ada aku.  Coba lihat sini." Verner memegang kedua pipi Mina. Ibu jarinya mengusap  air mata Mina yang sudah mengering. Verner paham Mina sangat takut. "Aku  akan selalu ada di samping kamu. Paham, kan?"

"Tapi...."

"Kalau perlu 24 jam."

Mina memandang nanar. "Itu nggak mungkin...."

Verner tersenyum kecil. Ditariknya Mina ke dalam pelukan. "Nanti aku yang ngasih peringatan ke dia."

"Janji, ya...." Mina merenung dalam pelukan Verner.

Satu lagi ketakutannya bertambah. Membuat hari-hari Mina rasanya makin sulit.

Verner kembali melajukan  mobil. Perjalanan yang tidak bisa membuat Mina tenang. Tiba di depan  rumah, Mina tidak mengatakan apa pun. Bibirnya kelu melihat mobil  mamanya terlihat parkir di tepi jalan.

Verner sudah melihat  alasan Mina menjadi kaku ketika melihat mobil yang tak asing. Mina juga  sudah bersiap untuk memberikan alasan pergi ke suatu tempat asal tidak  di rumah.

Hanya saja ada yang  berbeda malam itu. Rumah tampak ramai. Tangisan terdengar sampai di luar  rumah. Suara yang sangat Mina kenali. Suara Mama. Pintu terbuka lebar.  Beberapa orang mulai berdatangan.

Mina keluar dari mobil  Verner dengan cepat menyadari ada yang tidak seperti biasanya. Sesuatu  yang buruk terjadi. Belum tahu apa yang terjadi, tetapi air mata Mina  sudah mengalir deras seolah yang terjadi adalah sesuatu yang sangat  tidak dia inginkan.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang