47.

2.5K 153 14
                                    

"Coba lihat! Udah diputar di bioskop. Hari ini." Mina menunjukkan poster sebuah film dengan antusias. "Katanya mau nonton?"

"Kayaknya belum dulu. Mungkin bisa sebulan lagi kalau udah tayang? Atau beberapa minggu lagi? Ke depannya gue agak sibuk."

"Sibuk?" Mina memelankan suara saat menarik ponselnya ke sisi tubuh. "Oh...."

Sesibuk apa? Bahkan Verner tak mau mengatakan itu. Mina juga tak mau bertanya.

Selama mereka terlihat bersama, tak sedikit yang mencibir Mina. Hanya Mina dan kebanyakan yang mencibirnya adalah para siswi. Sementara sikap Verner yang bebas mereka sudah tak heran lagi dan fokus mencibir Mina dengan berbagai sebutan.

Perusak hubungan orang, cewek gatal, atau bahkan pelacur dengan berbagai bahasa. Sampai mereka yang tinggal bersama dalam satu atap menjadi bahan gosip yang setiap hari mereka lakukan. Mina tak tahu bagaimana fakta itu berembus.

Sejak Verner ada di sampingnya, Mina bukan lagi berusaha tak peduli, tetapi sangat tak peduli. Cibiran mereka hanya angin lalu.

Setidaknya selama ada Verner di sampingnya, Mina tak akan mendengarkan semua hal yang memuakkan itu.

"Di sini!" Lambaian tangan dan teriakan dari seorang siswi yang paling menonjol di antara yang lain membuat Mina ikut memandang siswi tersebut.

Auris dengan senyum merekah memandang Verner yang baru memasuki kantin bersama Mina. Mina sudah tidak nyaman melihat meja panjang yang masih banyak kursi kosong. Verner jalan lebih dulu meninggalkan Mina yang enggan untuk berjalan.

Verner baru menoleh mencari Mina ketika tiba di kursinya. Dengan alis terangkat tinggi-tinggi, tanpa memanggil, tanpa bicara. Cowok itu hanya memperlihatkan gesture heran. Sikap yang biasa Verner lakukan tak lagi terlihat hari ini.

Setidaknya, Verner menggenggam tangannya dan mengatakan semua baik-baik saja. Seperti hari itu.

Atau setidaknya Verner memberikan Mina tempat untuk makan dengan tenang tanpa makan bersama teman-teman Verner.

Mina menghela napas. Melangkah menuju Verner dan terkadang mendengarkan sesuatu yang tak ingin didengarnya.

"Lihat, tuh? Masih punya malu setelah foto ciumannya kesebar?"

"Malah kelihatan sok mesra bareng Verner."

"Emang nggak punya malu, kan. Kalau sadar diri, harusnya sejak awal dia pindah aja."

"Sekarang Auris dan Verner mulai deket dari biasanya, bentar lagi juga dia didepak."

"Merhatiin nggak? Kelihatannya cewek yang nggak mungkin aneh-aneh, kan? Tapi malah dia yang paling jadi cewek nakal di sekolah."

"Bandingin deh sama Auris. Cantikan Auris juga. Attitude juga oke. Si Mina parah, sih. Kelihatannya juga ansos banget. Aslinya PHO, eh sekarang kelihatan sok deket sama temen-temen Auris."

Semuanya terdengar menyeramkan sekarang.

"Kenapa...?" tanya Verner saat mendongak melihatnya.

Mina menyadari teman-teman Verner dan teman-teman Auris memperhatikannya. "Aku nggak dulu. Tadi ada kelupaan."

Verner ingin mengatakan sesuatu, tetapi Auris bicara lebih dulu.

"Silakan." Auris tersenyum pada Mina yang kesal. Auris berpaling ke Verner dan memberinya isyarat untuk membiarkan Mina pergi.

Verner hanya mengartikan tatapan Auris sebagai bantuan bahwa teman perempuannya itu ingin membantu Verner yang lukanya tidak ingin diketahui Mina.

"Oh. Cepet, ya." Verner kembali memandang Mina.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang