Hari semakin sore. Matahari mulai terbenam perlahan menyisakan cahaya orange di langit. Dari rooftop, pandangan Mina terpaku pada dua murid yang baru saja keluar gedung barat. Cowok dan cewek. Mina tak bisa melihat jelas siapa mereka, toh tak peduli juga. Hanya saja pemandangan itu membuatnya terfokus pada mereka berdua.
Keduanya berhenti di sebuah parkiran. Si cowok mendekat, mencuri cium. Si cewek spontan memukul si cowok sambil melirik sekeliling, terlihat takut ada yang memergoki.
Saat merasa tak ada siapa-siapa, si cewek mendekat memeluk leher si cowok sambil menciumnya dengan gerakan agresif.
Mina memejamkan matanya.
Tontonan yang menjijikkan.
[]
Kejadian hari ini membuat Mina tidak bisa fokus menjalani aktivitas. Dari foto-foto di mading, pengakuan bohong Verner tentang hubungan mereka, dan juga hal memalukan yang dilihatnya di parkiran sekolah dari atas rooftop yang terus terbayang di pikiran Mina. Siapa yang berani berbuat mesum di sekolah?
Mina berhasil menyiapkan makan malam untuk Nenek dan Kakek. Dia tidak ikut makan dan melanjutkan tugas sekolah yang terbengkalai sejak kemarin.
Tok... tok... tok....
"Mina!"
Mina memejamkan mata. Apalagi sekarang? Cewek itu mendekati pintu dan membukanya untuk Agnia. Senyum lebar Agnia memancar bersamaan dengan raut wajah bersalah. Sejak pagi, Agnia penghilang. Tak pernah muncul untuk, setidaknya, menenangkannya dari masalah yang dia terima dari teman pacar sahabatnya itu.
"Apa?" tanya Mina pelan dengan tenggorokan yang terasa tercekat.
Agnia menahan tangis dan melompat ke pelukan Mina hingga Mina mundur hampir terjatuh. "Maaf.... Gue dari tadi pengin hubungin lo, tapi gue ditahan terus sama Devan. Katanya demi kebaikan lo."
"Apa?" Mina tak habis pikir. Lagi-lagi Devan. "Udah." Mina mendorong pelan bahu Agnia. "Nggak apa-apa, kok. Gue juga lagi pengin lupain itu. Semua yang terjadi hari ini. Udah. Lo mending balik, tidur. Udah malem. Gue juga pengin ngerjain tugas, nih."
Agnia merapatkan bibir. Ada sedikit kerutan di dahinya karena berpikir. Dia lalu tersenyum mendorong Mina masuk.
"Temenin gue, dong!" pinta Agnia sambil memandang Mina, mengepalkan kedua tangan di depan dada. "Please...."
"Gue nggak bisa, Ag...." Mina menghela napas. Kali ini langsung menolak sebelum tahu permintaan Agnia ingin ke mana karena Mina benar-benar ingin sendirian. "Gue lagi pengin tidur habis ngerjain tugas. Lagian ... lo kan bisa minta bantuan ke Devan atau ... temen-temen lo yang lain?"
Mina paling tidak bisa menolak permintaan Agnia jika Agnia terus memohon-mohon.
"Gue mohon." Agnia mengeluarkan air mata. Jika biasanya terlihat palsu, maka yang terlihat sekarang seperti serius. Mina tak tahu apa yang Agnia inginkan.
"Minta tolong apa dulu?" Mina mulai merasa tidak enak.
"Itu...." Mata Agnia berkaca-kaca sembari memegang kepalan tangan Mina. "Temenin gue ke apartemen Devan. Please, temenin. Kalau gue nggak ke sana gue bakalan diputusin malam ini juga. Gue cuma pengin ketemu dia seperti yang dia mau. Cuma ketemu dan kita ke sana bareng-bareng. Gue udah minta ke Mama Papa gue, tapi gue nggak diizinin kalau nggak sama lo. Devan juga bilang nggak apa-apa kalau gue bareng lo ke sana. Justru bagi gue itu berita bagus. Dia nggak akan berbuat semena-mena ke gue kalau ada orang lain."
Mina tertegun. Dipejamkannya mata erat-erat. Antara kesal dengan kebodohan Agnia juga marah kepada Devan. Perkataan Agnia membuat Mina berpikir bahwa pasti Devan sering melakukan hal semena-mena yang tak diinginkan Agnia. Entah dalam hal apa, tetapi Mina merasa ada hubungannya dengan kekerasan yang tak hanya fisik tapi bisa jadi verbal.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...