08.

4.8K 274 7
                                    

Hari semakin sore. Matahari mulai terbenam perlahan menyisakan cahaya orange di langit. Dari rooftop,  pandangan Mina terpaku pada dua murid yang baru saja keluar gedung  barat. Cowok dan cewek. Mina tak bisa melihat jelas siapa mereka, toh  tak peduli juga. Hanya saja pemandangan itu membuatnya terfokus pada  mereka berdua.

Keduanya berhenti di  sebuah parkiran. Si cowok mendekat, mencuri cium. Si cewek spontan  memukul si cowok sambil melirik sekeliling, terlihat takut ada yang  memergoki.

Saat merasa tak ada siapa-siapa, si cewek mendekat memeluk leher si cowok sambil menciumnya dengan gerakan agresif.

Mina memejamkan matanya.

Tontonan yang menjijikkan.

[]

Kejadian hari ini  membuat Mina tidak bisa fokus menjalani aktivitas. Dari foto-foto di  mading, pengakuan bohong Verner tentang hubungan mereka, dan juga hal  memalukan yang dilihatnya di parkiran sekolah dari atas rooftop yang terus terbayang di pikiran Mina. Siapa yang berani berbuat mesum di sekolah?

Mina berhasil menyiapkan  makan malam untuk Nenek dan Kakek. Dia tidak ikut makan dan melanjutkan  tugas sekolah yang terbengkalai sejak kemarin.

Tok... tok... tok....

"Mina!"

Mina memejamkan mata.  Apalagi sekarang? Cewek itu mendekati pintu dan membukanya untuk Agnia.  Senyum lebar Agnia memancar bersamaan dengan raut wajah bersalah. Sejak  pagi, Agnia penghilang. Tak pernah muncul untuk, setidaknya,  menenangkannya dari masalah yang dia terima dari teman pacar sahabatnya  itu.

"Apa?" tanya Mina pelan dengan tenggorokan yang terasa tercekat.

Agnia menahan tangis dan  melompat ke pelukan Mina hingga Mina mundur hampir terjatuh. "Maaf....  Gue dari tadi pengin hubungin lo, tapi gue ditahan terus sama Devan.  Katanya demi kebaikan lo."

"Apa?" Mina tak habis  pikir. Lagi-lagi Devan. "Udah." Mina mendorong pelan bahu Agnia. "Nggak  apa-apa, kok. Gue juga lagi pengin lupain itu. Semua yang terjadi hari  ini. Udah. Lo mending balik, tidur. Udah malem. Gue juga pengin ngerjain  tugas, nih."

Agnia merapatkan bibir. Ada sedikit kerutan di dahinya karena berpikir. Dia lalu tersenyum mendorong Mina masuk.

"Temenin gue, dong!" pinta Agnia sambil memandang Mina, mengepalkan kedua tangan di depan dada. "Please...."

"Gue nggak bisa, Ag...."  Mina menghela napas. Kali ini langsung menolak sebelum tahu permintaan  Agnia ingin ke mana karena Mina benar-benar ingin sendirian. "Gue lagi  pengin tidur habis ngerjain tugas. Lagian ... lo kan bisa minta bantuan  ke Devan atau ... temen-temen lo yang lain?"

Mina paling tidak bisa menolak permintaan Agnia jika Agnia terus memohon-mohon.

"Gue mohon." Agnia  mengeluarkan air mata. Jika biasanya terlihat palsu, maka yang terlihat  sekarang seperti serius. Mina tak tahu apa yang Agnia inginkan.

"Minta tolong apa dulu?" Mina mulai merasa tidak enak.

"Itu...." Mata Agnia berkaca-kaca sembari memegang kepalan tangan Mina. "Temenin gue ke apartemen Devan. Please, temenin.  Kalau gue nggak ke sana gue bakalan diputusin malam ini juga. Gue cuma  pengin ketemu dia seperti yang dia mau. Cuma ketemu dan kita ke sana  bareng-bareng. Gue udah minta ke Mama Papa gue, tapi gue nggak diizinin  kalau nggak sama lo. Devan juga bilang nggak apa-apa kalau gue bareng lo  ke sana. Justru bagi gue itu berita bagus. Dia nggak akan berbuat  semena-mena ke gue kalau ada orang lain."

Mina tertegun.  Dipejamkannya mata erat-erat. Antara kesal dengan kebodohan Agnia juga  marah kepada Devan. Perkataan Agnia membuat Mina berpikir bahwa pasti  Devan sering melakukan hal semena-mena yang tak diinginkan Agnia. Entah  dalam hal apa, tetapi Mina merasa ada hubungannya dengan kekerasan yang  tak hanya fisik tapi bisa jadi verbal.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang