Air mata Agnia mengalir ke pipi saat memandang dua garis yang terpampang nyata pada benda di tangannya. "Nggak mungkin...."
Agnia menggeleng. Wajahnya jadi pucat pasi. Dia segera membereskan semua jejak yang tertinggal di kamar mandinya dan buru-buru pergi untuk membuang benda itu jauh dari jangkauan keluarganya.
Hari itu, Agnia kembali membeli alat untuk untuk memastikan bahwa kekhawatirannya belakangan ini tidak benar.
Hasilnya sama, dia positif hamil anak Devan.
[]
Verner merenung ke langit-langit kamar Auris. Apa yang sebenarnya terjadi? Dia terlalu berpikir pendek atau justru tak memakai otaknya untuk berpikir. Pada akhirnya, dia kembali mengkhianati Mina.
Auris berbaring menyamping untuk memandangnya. "Lo masih status punya pacar Mina, emang nggak apa-apa kita masih sering berhubungan kayak gini?
"Mina kan bukan istri gue." Hanya alasan itu yang terlintas. Salah atau tidak, Verner hanya menjawab dengan asal.
Pernyataannya juga sebuah fakta.
Andaikan Mina tidak ketakutan malam itu, Verner juga tak akan pergi ke cewek lain. Namun bagaimana pun juga satu yang dia pertahankan dari dulu, yaitu menjaga Mina. Dia tak akan membiarkan justru dirinya sendiri yang merusak Mina.
Verner menghela napas. Dia tak sanggup berpikir untuk masalah yang dia hadapi sekarang. Perkataan papanya masih terngiang hingga membuatnya putus asa tentang bagaimana akhir hubungannya dengan Mina.
Apa yang harus dia lakukan sekarang?
"Walaupun gue masih pacaran sama Mina, kita tetap gini aja asal Mina nggak tahu." Pernyataan Verner membuat Auris mengernyit.
"Lo ... serius?"
Verner menoleh. "Iya, nggak salah, kan?"
Auris tersenyum senang. "Dia kan bukan istri lo, gitu?"
Verner tersenyum. Rasanya sesak. Sampai kapan pun, ada kemauan atau pun tidak, Mina juga tak akan menjadi istrinya di masa depan.
Meski tahu hubungan mereka akan berakhir bagaimana, Verner tidak ingin melepaskan Mina begitu saja.
Karena waktu yang mereka habiskan berdua selama ini menumbuhkan perasaan yang membuat Verner tak ingin Mina dimiliki laki-laki mana pun selain dirinya.
Verner hanya akan mengikuti alur kehidupan. Kira-kira, hubungannya dengan Mina akan berakhir seperti apa?
Satu yang pasti, dia dan Mina sudah pasti akan berpisah.
[]
Mina mendekatkan ponselnya ke telinga dengan gugup. Setelah malam itu Papa meminta nomornya, Papa baru menghubunginya sekarang.
"Halo?" sapa Mina pelan. Pa....?"
"Halo, Nak."
Mata Mina memanas hanya mendengar kata Nak. "Iya, Pa? Kenapa nelepon?"
"Papa cuma mau tahu kabar kamu gimana?"
Mina berbaring di sofa, memeluk bantal sofa. "Aku baik-baik aja. Papa gimana?"
"Papa lebih baik kalau kamu ada di rumah. Ayo tinggal di sini. Kamu sendirian dan Papa mau kamu bisa akrab sama saudara kamu."
Mina memikirkan itu. Masih ada keraguan untuk tinggal di rumah Papa. Dia akan memasuki sebuah keluarga kecil di mana dia hanyalah pendatang.
"Papa nggak mau kamu nolak. Kalau kamu mau pikirkan dulu, Papa akan nunggu. Tinggal di sini, ya, Mina?"
"Tapi, Pa—"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...