Di balik kesengsaraan kehidupan satu cewek, ada beberapa cowok yang menertawakan itu.
Devan yang paling puas tertawa. Bersama Yuan, Gilang, dan Dana di dalam sebuah ruang kosong tak terpakai yang mereka jadikan sebagai tempat santai disaat pelajaran berlangsung jika malas mengikuti kelas. Ruang rahasia, tempat yang hanya belum dicurigai oleh guru.
Tetapi tidak dengan dua orang. Satu yang sejak tadi menahan amarah.
Satu yang tidak mau mendengar karena sepasang earphone dengan musik keras menyumbat telinganya.
"Lihat nggak lo? Tuh cewek sampai nangis-nangis anjir. Puas gue selama ini nyolot banget kalau ngelihat gue lagi ngenakin Agnia." Devan sangat puas bercerita.
Mata Yuan yang menyipit semakin menyipit. "Haha bangsat. Cewek itu pengin di posisi Agnia kali."
"Anjir? Gue nggak kepikiran ke sana!" Devan memandang Verner. "Gimana gue kepikiran? Nafsu aja kagak. Gue malah heran, kenapa Verner lama banget nyium tu cewek. Gue jadi penasaran sama rasanya juga."
Verner menghampiri Devan dengan tatapan dingin. Dia sudah menyimpulkan dengan sendiri. Ditariknya kerah kemeja Devan dan berusaha untuk tidak langsung memukul.
"Jadi lo pelaku di balik foto-foto itu?" tanya Verner dengan nada datar.
Senyum miring Devan terbit. "Ya. Kenapa? Gue videoin juga, loh. Mau gue kasih lihat betapa lo nafsu sama cewek itu?"
Verner menjauhkan tangannya dari Devan dan melangkah mundur. Sekali lagi Devan akan songong dalam bicara, maka Verner tidak akan bisa membiarkan Devan lagi.
"Kira-kira kalau gue sebarin, apa yang bakalan terjadi, ya?" Devan tersenyjm smirk. "Posisinya ... kalian berdua sangat sangat saling menikmati. Lama banget-"
BUK.
Verner memberi satu pukulan untuk di pipi tapi meleset ke dagu Devan, mampu menjatuhkan Devan ke lantai. Devan tampak kaget dan menatap Verner marah sambil memegang dagu.
"Sialan. Lo mukul gue lagi? Hei, Bangsat. Lo nggak mungkin terbebani kalau foto liar lo kesebar. Bahkan kalau foto p*n*** lo kesebar lo juga nggak peduli, Bangsat! Jangan bilang lo mukul gue karena cewek itu?"
"Diem anjing!" Verner menginjak kaki Devan hingga Devan berteriak kesakitan sampai mengumpat berkali-kali. "Mikir, dong. Kalau mau ngelibatin orang lain jangan terlalu jauh kayak gini. Dan satu lagi, dari awal lo udah bohongin gue dan gue nggak terima itu."
"TAI!" Devan berdiri tertatih. Ditatapnya Verner dengan marah. Kemudian senyum iblisnya mencuat. "Ayo, buat gue marah. Sepertinya lo mulai kasihan ke korban lo, ya? Oke. Gue bakalan sebarin video kalian. Biar satu sekolah makin nyudutin cewek sialan itu."
Verner membuka ikat pinggangnya dan dengan cepat mencambuknya kepada Devan. Devan tak siap, ikat pinggang itu mengenai area kepalanya dan membuat telinganya berdarah.
"Ayo, sebarin aja. Kalau itu terjadi, gue bunuh lo."
Devan tertawa, tak habis pikir. Diusapnya darah yang keluar dari telinganya dengan pelan.
Sejak pertengkaran mereka berdua, Darga sudah membuka satu sisi earphone dari telinganya dan mendengar semua pembicaraan mereka.
[]
Mina tidak tahu, kenapa hanya dia yang datang sendirian menghampiri Bu Dina, guru BK, dan menjelaskan semua kesalahpahaman itu disaat dia tidak ingin mengingat apa pun.
"Coba kamu jelaskan. Apa maksud semua ini?" Bu Dina menjatuhkan beberapa foto Verner dan Mina yang nyaris sama, yang berbeda hanya bagaimana Verner memeluknya atau memiringkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...