13.

4.4K 223 1
                                    

Mina masih berdiri kaku memandang Verner yang menjauh  darinya sambil menunduk dan tertawa kecil. Mina mengepalkan tangan di  sela-sela air mata yang terus tumpah. Kapan dia bisa berani melawan?  Disaat dia terpojok oleh segala tingkah kurang ajar kaum laki-laki, dia  selalu tak bisa berbuat apa-apa selain ketakutan dan menangis.

"Lo pikir gue serius?" Verner memandangnya. Tawa itu tergantikan oleh  senyum geli. "Gue lagi pengin ngebuktiin istilah mengenai kalau fobia  sesuatu itu harus dihadapin, bukannya dijauhi. Katanya itu cara supaya  fobia hilang."

Mina mengernyit takut. "Lo pikir untuk ngilangin rasa takut gue  terhadap cowok, gue harus ngelakuin hal yang enggak-enggak ... ciuman  ... bareng lo ... gitu?"

"Bukan gitu, Mina." Verner menghela napas dan menghadap Mina. Dia  menjaga jarak demi memberi kenyamanan dan rasa aman meski tak sepenuhnya  bisa membuat cewek itu merasa aman sepenuhnya. "Anggap gue hiu. Kalau  lo fobia hiu, apa lo harus dimakan hiu dulu biar nggak ngerasa takut  lagi? Enggak, kan? Cukup ngelihat dari dekat. Dan amati. Lo nggak perlu  takut, cukup waspada. Ada kaca yang menghalangi antara lo dan hiu dan  apa yang harus lo takuti? Hiu itu tiba-tiba ngeretakin kaca dan makan  lo? Engga, kan?"

Mina terdiam akan perumpamaan itu. Mina paham maksud Verner. Akan  tetapi, bagaimana pun semua yang dikatakan Verner tak sesederhana itu.

"Seperti ini." Tangan Verner bergerak menuju rambut Mina terlihat  ingin mengelusnya, tetapi dengan cepat Mina menghindar panik. Verner  tersenyum bangga. "Cukup dengan waspada, Mina."

Mina tidak suka ketika Verner menyebut namanya pelan karena setiap  kali cowok itu menyebut namanya, suaranya terdengar halus dan ...  seperti bukan Verner sang monster.

"Nggak usah sebut nama gue," cicit Mina. Dia sangat tidak suka itu setiap kali Verner menyebut namanya.

Verner tak peduli dan memang suka mengeja nama itu. Baginya unik  ketika M dan N berdekatan. Agak absurd, memang. Entahlah. Verner hanya  senang.

Selain karena ingin menebus kesalahannya, Verner tertarik  berinteraksi dengan Mina karena baru kali ini dia bertemu dengan seorang  cewek yang unik. Cewek yang takut dengan laki-laki? Fobia  laki-laki? Selama ini cewek-cewek yang dia temui tidak seperti itu,  hampir semua nyaris agresif. Sebagian lagi sangat santai dalam bersikap  seperti Auris.

Namun, seorang Mina bisa kabur hanya melihat laki-laki ada di dekatnya.

"Lo nggak boleh takut sama cowok, tapi harus berani." Verner  memandang Mina lekat-lekat. "Gue janji bakalan bantuin lo. Sampai lo  bisa berani. Dimulai dari ... gue anter jemput lo sekolah. Oke?"

Mina mendongak heran. Mina sangat ingin biasa saja berhadapan dengan  para laki-laki. Mina sangat ingin tidak peduli jika berada di sekitar  laki-laki. Namun, Verner berniat membantunya? Cowok yang dengan tega  menciumnya tanpa permisi dan sudah menghancurkan namanya di sekolah?

"Ayo." Verner menarik tangan Mina, membawanya pergi dari tempat itu.  Mina berusaha menarik tangannya dan jalannya yang buru-buru menyamakan  langkah Verner. Verner menoleh kepadanya sambil tersenyum menenangkan.

"Jangan takut, Mina."

Mina langsung terdiam. Baru kali ini tangannya digenggam tulus oleh  cowok dan Mina takut. Rasa takut itu terus melekat sampai jantungnya  berdegup kencang, membuatnya sesak dan menangis tanpa suara tanpa  sepengetahuan Verner yang sedang fokus ke jalan.

Mina diam-diam menghapus air matanya dan mencoba untuk tidak  ketakutan. Tangannya gemetar, tetapi Verner berusaha memberi kenyamanan  dengan menuntunnya lembut tidak seperti sebelumnya yang memaksa dengan  kasar.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang