Ditemani Verner, Mina ke rumah Kakek untuk mengambil barang-barang penting. Terutama buku dan perlengkapan sekolah. Verner tidak membiarkan Mina menginap di rumah lama dan langsung menemani Mina untuk packing malam itu juga. Verner ingin membantu, tetapi atas alasan yang Verner tidak ketahui Mina bersikukuh ingin mengemas barang-barangnya sendirian. Sampai cewek itu menutupkannya pintu.
Sebuah kardus sudah terisi buku-buku Mina. Tas ransel sekolah dia pakai untuk mengemas seragam dan dalaman. Alasan dia sampai menutup pintu kamar agar Verner tidak melihat hal yang memalukan. Besok sepulang sekolah dia akan mengemas barang-barang lain. Sedikit demi sedikit.
Sejujurnya Mina masih ragu tinggal satu atap dengan Verner. Meski percaya Verner tak akan melakukan hal yang tidak-tidak, tetap saja dua remaja dengan status masih pacaran tinggal hanya berdua adalah sesuatu yang terdengar salah bagi Mina.
Mina sudah menyiapkan semuanya. Memakai ranselnya sembari mengangkat kardus yang lumayan berat. Terbiasa mandiri, cewek itu tidak memanggil Verner. Kenop pintunya yang turun menandakan ada yang berusaha membuka pintu dari luar. Mina menurunkan kardus kembali ke meja belajar dan buru-buru membuka kunci pintu.
Saat membuka pintu, Mina mundur ketakutan. Baron muncul di depan kamarnya secara tiba-tiba. Mustahil. Harusnya Verner melihatnya dari luar.
"Mau ke mana?" Tatapan mata Baron selalu terlihat aneh setiap kali memandang Mina. Baron menyeringai. "Jangan bilang mau nginep sama cowok? Ayah laporin ke Mama kamu tahu rasa?"
Jijik. Mina benar-benar jijik.
"Laporin aja." Verner muncul, berjalan mendekat. "Gue juga bakalan laporin apa yang udah lo lakuin ke Mina."
Baron menggeram dan menyingkir saat Verner hampir saja menabrak bahunya.
"Ayo. Bawa apa aja?" Verner melihat kardus yang Mina tunjuk. Cowok itu segera mengangkatnya dan menyuruh Mina jalan duluan. Verner tidak membiarkan Baron memperhatikan Mina sedetik pun.
Setelah menyimpan barang Mina di mobil, Verner kembali ke rumah dan menyuruh Mina tetap tenang di dalam mobil. Dia menghampiri Baron yang sedang merokok di ruang tamu. Verner mendengkus. Dia berhenti di ambang pintu sambil bersedekap.
Baron meliriknya sesaat, lalu menunduk kesal.
"Lo emang niat banget ngapa-ngapain Mina, ya." Tebakan Verner benar. Baron kesel ketahuan. "Gue nggak akan ngebarin lo nyentuh Mina sedikit pun. Gue nggak segan lapor polisi."
Baron tidak mengatakan apa pun. Verner meninggalkan tempat itu sebelum dipenuhi amarah. Dia juga tidak menyangka Baron tiba-tiba ada di rumah itu. Andaikan dia tidak mendengar suara Baron, mungkin sudah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Rumah itu mereka datangi dalam keadaan gelap. Verner dan Mina tak menyangka bahwa ada Baron yang sedang tertidur di salah satu kamar.
Verner baru akan memasuki mobil saat Mina keluar dari sana menghampiri Agnia. Agnia baru saja datang diantar oleh Devan. Mobil Devan yang terparkir tak jauh dari mobil Verner. Agnia bukannya menyapa Mina, tetapi cewek itu bahkan tak melihat Mina sedikitpun.
"Agnia?" panggil Mina di depan pagar rumah Agnia yang tertutup. Agnia baru saja menutup pintu rumahnya seolah tak melihat kehadiran Mina di sana.
Dengan puas Devan keluar dan memandang Mina sambil tersenyum. "Agnia lagi bete. Nggak mau ketemu sama siapa-siapa. Ada yang pengin lo sampaiin? Titip ke gue aja."
Mina memandang Devan horor. Intonasi dan raut wajah Devan terlihat berbeda dari biasanya. Meski begitu, tetap saja aura negatif cowok itu terpancar.
"Mau ke mana, ngomong-ngomong?" tanya Devan setelah melihat Mina dan Verner bergantian. "Udah malam, kok."
Tidak peduli dengan Devan, Mina segera memasuki mobil Verner. Verner memandang Devan tanpa bicara dan ikut masuk, segera melajukan mobilnya menuju apartemen.
[]
Verner mencoba memahami mengapa Mina tidak jujur saja kepada mamanya atas apa yang Baron coba lakukan kepadanya empat tahun lalu. Ada alasan Mina hanya diam. Padahal bisa saja Mina saat itu langsung jujur kepada mamanya dan masalah itu bisa terselesaikan dengan cepat.
"Mau makan apa?" Verner muncul di ambang pintu, memperhatikan Mina yang sedang menyusun buku. Ada untungnya dia meminta unit apartemen dengan kamar lebih. Salah satu kamar itu berguna untuk Mina sekarang.
"Nanti." Mina sedang serius dan berpikir untuk menyimpan buku-bukunya di tempat yang tepat. "Kamu laper?" Mina menoleh. "Kamu makan duluan aja. Aku enggak laper."
"Kalau kamu nggak makan, aku juga nggak makan."
Mina menoleh. "Iya, nanti. Kamu makan duluan. Oh, iya. Gimana kalau pesen aja?"
"Mau coba masakanku?"
"Ah, apa?"
"Aku masakin mau?"
Mina mengernyit sambil tertawa kecil. "Kamu bisa masak?"
"Iya, aku sering sendirian jadi beberapa kali nyoba masak sendiri." Verner mendekati Mina dan memeluknya, membuat Mina kaku.
"Kamu ... ngapain?" Padahal Mina tak perlu mempertanyakan itu.
"Isi baterai," jawab Verner sambil memejamkan mata, menaruh dagunya di atas kepala Mina sambil memeluk tubuh kecil itu adalah aktivitas favoritnya.
Mina menyembunyikan rona merah pipinya di dada Verner karena malu meskipun Verner tidak akan melihat itu.
"Aku nggak akan nyium atau yang lebih dari itu, tapi kalau meluk," perkataan Verner terhenti. Mina menjauhkan wajahnya dari dada Verner dan mendongak. Mereka saling pandang, "boleh, kan?"
"Bo—leh."
"Serius?"
Mina menunduk malu. Ingin jujur bahwa dia nyaman dalam pelukan Verner dan merasa dilindungi, tetapi kalimat itu tak mungkin akan keluar dari bibirnya. "Serius."
Cup.
Verner tiba-tiba mencium puncak kepala Mina dan membuat Mina merasa baru saja tersengat listrik sampai dia tersentak.
Verner menahan tawa melihat tingkah Mina. "Nggak jadi. Aku mau nambah satu jenis ciuman. Kayak tadi. Boleh?"
Mina menunduk malu. "Boleh...."
Cup. Lagi-lagi, Verner mencium puncak kepalanya.
[]
Baca duluan di https://karyakarsa.com/kandthinkabout
catatan lagi untuk pembaca lama: cerita ini hanya repost. dan bagi pembaca baru yang ingin baca duluan, silakan ke karyakarsa karena di sana sudah tamat. di wattpad akan terus di update sampai tamat juga, tapi butuh waktu.
Beli lewat webnya aja. Ketik ulang di halaman google -> https://karyakarsa.com/kandthinkabout (atau cek bio profilku, klik tautan di sana)
thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...