Mina menyentakkan tangan Verner. "Lain kali kalau mau megang bilang dulu."
Ada kegugupan di suaranya, bukan ketakutan. Baik Verner maupun diri Mina sendiri tak menyadari akan itu. Verner tertawa menutup mata dan Mina berpaling tak mau melihat cowok itu.
"Gue penasaran." Verner membuka matanya perlahan. Dipandanginya Mina yang duduk di lantai membuat garis tak kasat mata di atas meja kaca. Menghilangkan kegugupan. "Kayak gimana sih takut sama cowok? Bisa jabarin rasanya?"
Lirikan mata Mina pelan saat mengarah ke Verner yang sedang menaikkan alis penasaran. Mina kembali menerawang ke meja kaca dan melipat kedua tangannya di atas sana. "Lo ada fobia sesuatu? Nah, kayak gitu."
Verner menaikkan alisnya. "Spesifik, please?"
Mina memandang Verner dan menghela napas panjang. "Takut. Nggak pengin ketemu dan selalu ingin menghindar. Kenal atau enggak. Rasa takut dan pikiran negatif terus menghantui setiap hari. Hidup berkali-kali lipat nggak akan tenang kalau harus disuruh berhadapan dengan laki-laki."
Verner mengernyit. Teringat apa yang terjadi pada Mina beberapa jam lalu. Mina tak takut padanya di kondisi tadi, tetapi lelaki yang berada di mobil itu pandangan Mina berbeda. Lelaki yang bersama dengan wanita yang lebih tua. Dari wajah terlihat perbandingan umur cukup jauh. Verner tak tahu pastinya berapa. Tak mau tahu juga.
Separah apa yang Mina alami sampai setakut itu?
Mina menggerakkan kepalanya ke sekeliling, mengamati detail apartemen Verner yang luas tetapi memiliki perabotan yang sedikit.
"Lo nggak mau cerita sesuatu?"
Mina menoleh.
"Ceritain apa pun." Verner memandang lekat-lekat. "Tentang masalah lo."
Untuk apa? Mina memandang heran. Mereka bahkan baru kenal dan Verner baginya sangat asing.
Verner memandang Mina dengan serius dan Mina mengalihkan pandangan salah tingkah. Mina melihat ponsel, mengecek notifikasi dari Agnia, tetapi nihil.
Saat melirik Verner, Verner sedang memejamkan mata. Mina menunggu beberapa waktu sampai memastikan tak ada pergerakan Verner sama sekali sampai selimut yang menutupi tubuhnya hanya bergerak karena Verner yang bernapas.
Belasan menit kemudian, setelah memastikan Verner benar-benar tertidur, Mina menaruh kepalanya di atas meja dengan menjadikan lengan sebagai bantal.
"Kejadian itu aib bagi gue. Nggak mungkin gue cerita detail karena memalukan." Bayangan saat dia dilecehkan kembali membuatnya merasa tertekan. "Apalagi pelakunya ada dalam keluarga sendiri."
Verner hampir membuka mata, tetapi dia tahan. Mina pasti akan merasa malu jika tahu Verner mendengarnya. Meski tidak spesifik, tetapi Verner sudah bisa menebak bahwa pria di mobil itu adalah penyebab trauma Mina terhadap laki-laki.
Entah apa yang terjadi, tetapi Verner berharap trauma itu bukan karena ... Mina pernah diperkosa.
Rasanya tidak rela. Tampang sepolos Mina, pernah disentuh laki-laki lain.
[]
Selimut tebal membungkus tubuh Verner saat dia memilih duduk bersila di lantai. Mina tidur duduk dengan kepala yang bersandar di meja. Verner ingin membangunkan, tetapi sejak tadi yang dia lakukan hanya memandang Mina lekat. Memperhatikan setiap inci wajah Mina dari samping.
Rasa ingin tahu yang semakin tinggi itu mengganggu Verner. Aneh saja melihat seorang cewek yang takut berhadapan dengan laki-laki. Verner ikut menaruh kepalanya di atas meja dengan pandangan tak lepas memandang wajah Mina.
Mina bergerak gelisah, mengernyit, lalu raut wajahnya kembali seperti semula. Dia membuka mata perlahan dan langsung duduk mundur. Terkejut melihat wajah Verner saat dia terbangun. Cepat-cepat dia mengambil ponselnya karena notifikasi dari Agnia adalah yang paling membuatnya panik ditambah waktu yang semakin larut. Saat membuka pesan, tak ada satu pun notifikasi dari Agnia. Membuatnya menunduk pasrah.
"Lo masih nunggu Agnia? Kayaknya Devan nggak akan biarin," kata Verner sambil memejamkan mata.
Mina melirik cowok itu. "Kenapa lo di situ?"
Pejaman mata Verner terbuka dan tersenyum kecil. "Lo kelihatannya udah nggak takut gue ada di dekat lo?"
"Ah?" Mina lalu membungkam bibir.
"Sebuah kemajuan yang drastis, ya." Verner bergerak, menyandarkan punggung di kaki sofa.
Mina ikut bersandar dan tentunya menjaga jarak dari Verner. Dia menekuk lututnya, menyandarkan dagunya di atas lutut sambil merenung. Dia bingung harus bagaimana sekarang. Agnia tidak ada kabar, pasti Devan sengaja membuat Mina menunggu. Pulang bukan hal yang bagus untuk saat ini. Pria itu masih ada di rumahnya. Apa dia harus terjaga di sini sampai pagi? Bukankah hal bagus? Verner sedang sakit dan tidak punya tenaga untuk berbuat yang tidak-tidak kepadanya.
Mina menggeleng kesal. Lagi-lagi pikiran buruknya tentang laki-laki menguasai pikirannya.
Mina sangat ingin tidur lelap dengan tenang.
Tiba-tiba Verner berdiri menuju kamar, mengambil sesuatu, lalu kembali ke arah Mina. Mina memandang Verner bingung saat cowok itu menyodorkan sebuah benda yang berbunyi terus menerus.
Kunci kamar.
"Pakai kamar gue, nih. Kalau Agnia nggak datang."
Mina menggeleng kencang tanpa mau memandang cowok itu lagi.
"Gue taruh di sini. Ambil kalau mau." Verner menyimpan kunci itu di atas meja, lalu dia megambil selimut dan ke sofa untuk kembali tidur, tepatnya pura-pura tertidur.
Tidak ada suara sama sekali. Namun, beberapa saat kemudian suara kunci itu membuat Verner nyaris membuka mata.
Mina sudah berusaha mengambil kunci itu dengan gerakan pelan, tetapi tetap saja berbunyi. Pada akhirnya, tanpa bicara dia membawa kunci itu pergi ke sebuah kamar yang tadinya Verner datangi.
Langkah kaki Mina yang halus masih terasa semakin menjauh. Verner mendengkus dan membuka matanya. Dipandanginya tempat terakhir Mina yang sudah kosong.
Verner tersenyum hangat. Walau samar-samar.
[]
a.n:
Baca lebih cepat di karyakarsa: kandthinkabout https://karyakarsa.com/kandthinkabout
setiap kali cerita ini tamat di wattpad, mungkin satu bulan sejak part terakhir update di wattpad, semua part cerita ini akan di-unpublish kemudian dipublikasikan ulang dari part awal. hanya repost. tidak ada yang berubah/diubah. di wattpad akan terus update sampai tamat lagi. polanya akan terus berulang seperti ini. (jadi jangan sampai kalian nabung terlalu lama tahu-tahu cerita ini sudah tamat dan publish ulang, kalian capek nunggu dari awal lagi)
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...