45.

2.9K 189 101
                                    

"Ini minuman keras." Papa menurunkan gelas itu ke meja dengan hentakan. "Bagaimana kamu membiarkan anak belasan tahun minum ini?"

"Maaf...." Pelayan itu menunduk meminta maaf berkali-kali.

Mina masih mematung melihat sosok yang tak pernah mengunjunginya sama sekali. Berapa tahun berlalu? Sosok di depannya muncul tiba-tiba dan membuat pertahahan Mina runtuh.

Seperti yang pernah Mina katakan, meski Papa pernah membuatnya terluka, tetapi perasaan sayang itu tak hilang. Mina masih menginginkan sebuah keajaiban di mana papanya muncul dan memberikan kasih sayang.

Papa memandang Mina lekat-lekat. Di mata Papa, air mata Mina saat ini adalah bentuk kemarahan. Itu adalah hal yang sudah pasti. Meski Mina rindu, dia juga marah karena Papa tak pernah memberi kabar padahal dia adalah anaknya.

"Bagaimana kabar kamu, Mina?" tanya Papa pelan. Mina menunduk dalam-dalam.

"Baik," jawab Mina dengan suara yang bergetar.

Papa memandang tempat berlangsungnya acara keluarga Sullivan, lalu memandang Mina yang menunduk sedang berusaha menyembunyikan segala ekspresi yang berantakan.

"Ayo. Papa mau bicara."

[]

Keduanya duduk di sebuah kursi yang berhadapan. Situasi yang tiba-tiba ini membuat Mina banyak diam dan menunduk. Papa telah berubah karena waktu. Mengenai sifat, Mina tak tahu apakah juga sudah berubah. Keberadaan Papa di acara ini membuatnya jadi bertanya-tanya hanya dalam hati. Mina tak ingin basa-basi. Apa yang diinginkannya sekarang adalah kejelasan mengapa Papa tak pernah mengabarinya.

"Jadi, Papa nggak pernah ngasih kabar karena nggak mau ketemu sama Mama?" gumam Mina setelah mendengar alasan Papa barusan.

"Papa bahkan nggak mau bahas itu sekarang."

Jawaban Papa membuat Mina makin kecewa. Jawaban tadi tak membuat Mina puas. Mina mendongak pelan. "Pasti karena Papa juga sibuk sama keluarga baru...."

Papa mendengkus. Ditatapnya langit malam. "Papa juga nggak mau bahas itu, Mina. Sekarang, jawab Papa, apa kamu baik-baik saja selama ini? Apa kamu hidup lebih baik?"

Air mata Mina berkumpul di pelupuk mata. Dia menahan diri untuk tidak menangis. "Nenek meninggal. Kakek juga udah pergi. Mama udah beberapa bulan yang lalu di luar negeri." Mina tersenyum miris. "Aku sendirian."

Deg. Papa merasa hatinya tercabik-cabik melihat Mina berusaha tersenyum.

Namun, dia berusaha untuk tidak iba karena sesuatu hal.

"Maafin Papa, Mina. Karena masalah dengan Mama kamu, Papa jadi jahat." Papa menghela napas. "Papa nggak pernah hubungi kamu karena Papa juga pikir kamu baik-baik aja. Papa takut, kehadiran Papa kembali cuma bikin kamu marah."

"Aku sama sekali nggak marah kalau Papa muncul. Aku justru marah karena Papa nggak pernah ngasih kabar." Mina menunduk. "Ada banyak kejadian selama ini."

"Kamu mau tinggal bareng Papa?"

Mina memandang Papa terkejut.

"Papa serius. Harusnya dari dulu Papa nyariin kamu. Harusnya Mama kamu nitipin kamu ke Papa, bukannya tinggal sendirian."

Mina belum menceritakan apa pun soal Baron dan Mama yang sudah menikah dengannya. Papa tak mungkin tahu akan hal itu.

"Papa ... punya keluarga lain, kan?" Harapan Mina bahwa Papa menggelengkan kepala. Nyatanya sebaliknya. Papa mengangguk. Papa memang punya keluarga lain. Justru aneh sudah hampir sepuluh tahun berlalu dan Papa belum punya keluarga baru.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang