Tangan Verner mengelus ujung bibir Mina, membuat cowok itu meneguk ludah. Verner sedang bertengkar dengan pikirannya sendiri. Dia masih sadar dan bisa menahan diri. Bibir itu terakhir kali dia cium tanpa pikir panjang, membuat hubungan mereka nyaris berantakan.
Verner tidak ingin Mina tersakitiki lagi. Mina selalu mempunyai ketakutan atas perbuatan kaum laki-laki dan dia sebagai pacar Mina tak ingin semakin membuat Mina trauma.
Bibir itu terasa candu. Verner tak tahu kenapa seperti itu. Apakah karena sulit mendapatkannya? Apakah saat mencium Mina pertama kali dalam keadaan menangis dan dipaksa, dirinya merasa punya fantasi yang sangat liar?
Verner tersenyum. Ingin mencairkan suasana. Bibirnya mendekat ke bibir Mina. Satu hal yang membuat Verner terkejut adalah Mina memejamkan mata seolah siap menerima ciuman darinya.
Sekalipun Mina menyerahkan diri, Verner tidak akan mencium Mina lagi. Jika itu terjadi, maka sesuatu yang lebih dari itu kemungkinan besar terjadi.
Mina membuka perlahan matanya menyadari tak ada apa pun yang terjadi selanjutnya. Apa yang dilihatnya sekarang adalah Verner yang menahan tawa. Sadar dirinya dikerjai, raut wajah Mina langsung datar. Kesal, juga malu.
Verner mengusap-usap rambut Mina sembari tertawa. "Kamu pikir aku bakalan nyium kamu? Enggak, lah. Aku nggak bakalan nyium kamu lagi. Nggak akan yang ... ketiga kalinya?"
Mina mengalihkan pandangan tanpa bicara. Verner berbaring di sampingnya.
"Kita belum bahas ini, sih." Verner memeluk Mina dari samping dan bibirnya berada di puncak kepala Mina. "Aku tahu malam itu kamu kaget banget. Maaf. Aku belum minta maaf karena sejak kejadian itu aku nggak mau ada masalah. Jadi, aku biarin semuanya seolah-olah nggak terjadi apa-apa."
Mina menyembunyikan kepalanya di lekukan leher Verner. "Nggak mau nyium, tapi meluk terus. Kan sama aja."
"Beda. Pelukan itu bisa dibilang jauh dari nafsu."
"Masa?"
"Iya, kok. Buktinya sekarang aku nggak nafsu."
Mina menekuk wajah. "Maksudnya, kamu lebih nafsu sama cewek lain?"
Verner langsung terdiam.
"Iya, kan?"
"Enggak, kok." Verner ingin mengatakan sesuatu, tetapi dia tak akan mau membahas hal kotor bersama Mina. Pada dasarnya, dia menginginkan Mina. Ingin memiliki Mina seutuhnya. Sebagaimana pemikiran orang kebanyakan bahwa menjadi yang pertama menyentuh perempuannya adalah hal yang sangat istimewa.
Ada hal yang menghalangi Verner melakukan itu. Dia tidak ingin mengotori Mina dengan cara seperti itu. Mina tak boleh terjun ke dalam hal yang salah.
Verner tahu dirinya tak pantas bersama Mina. Mereka sangat bertolak belakang. Apa yang pernah dia dengar dulu sangat ingin dia lakukan, yaitu tentang menjadi pantas untuk pasangannya adalah dengan berubah menjadi lebih baik.
Membawa Mina tinggal bersamanya memang bukan hal yang wajar. Bukan juga hal yang baik. Dua orang berbeda jenis kelamin ada dalam satu atap dan bukan keluarga, sangat mustahil tak terjadi apa-apa. Verner bahkan tak menyangka bisa menahan diri sejauh ini.
Verner tak punya pilihan. Mina tak punya siapa-siapa untuk menjadi pelindungnya. Kehadiran sosok monster dalam keluarga Mina membuat Mina ketakutan setengah mati.
Verner ingin menjadi sosok pelindung. Dia tak ingin membiarkan ada perempuan lain yang dia kenal berakhir seperti ibunya.
"Aku kangen Papa." Mina bergumam. Baru saja teringat sosok papanya yang temperamental. "Papa ... ninggalin lebih banyak hal buruk, tapi kenapa aku malah pengin ketemu? Aku nggak tahu Papa di mana sekarang. Apa masih hidup? Semoga."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...