"Halo? Lo di mana?"
Mina membaca satu kalimat pada buku Sejarah Nasional sebelum menjawab pertanyaan Agnia di seberang. "Di kelas."
"Udah pulang, kan, harusnya? Ke parkiran sini!"
"Mau ngapain?"
"Lo lupa? Aduh, Na! Shopping. Gue mau shopping bareng lo juga. Ingat kan nanti malam kita mau ke ulang tahunnya Auris?"
Kenapa juga dia tidak menyiapkannya jauh-jauh hari? Mina sangat malas pergi dengannya karena sudah pasti akan ada Devan di sana.
"Mina!"
"Hem?" gumam Mina sembari menutup buku paket dan memasukkannya ke dalam tas.
"Sini cepetan!" teriak Agnia, nyaring. Kemudian suaranya menjauh saat dia berkata, "Ya ampun, Yang, aku bahkan belum beliin Auris kado."
Mina mengakhiri sambungan itu dan tidak menggubris panggilan telepon Agnia yang masuk. Dia bersiap-siap keluar dari kelas dan berjalan menuju parkiran mobil di mana Agnia sudah menunggunya.
Saat Mina masih berada di jarak yang lumayan jauh dari mobil Devan, Mina melihat bukan hanya Devan dan Agnia yang ada di sana karena ada beberapa cowok yang masing-masing berdiri di sisi mobil yang bersebelahan dengan mobil Devan. Mereka terlihat asyik berbincang. Mina sengaja melambatkan langkah karena berharap mereka segera meninggalkan parkiran itu.
Saat tiga cowok masuk di dalam mobil, satu di antaranya masih berdiri sambil memegang pintu mobil yang terbuka. Dia sedang berbincang dengan Devan.
Semakin posisi Mina dekat dengan mereka semakin Mina tahu bahwa keempat cowok itu adalah teman sepergaulan Devan di sekolah. Mina bahkan tak tahu nama mereka siapa saja. Ah, Mina tahu salah satunya, yaitu Gilang. Hanya karena namanya sangat mainstream di Indonesia. Nama tiga cowok lainnya Mina tidak tahu dan sama sekali tidak ingin tahu.
"Mina! Lama banget sih, Beb?" Agnia menghampiri Mina dan menarik lengan Mina yang satunya-yang tidak memeluk novel Sherlock Holmes.
Mata Mina tak sengaja bertatapan dengan cowok yang masih menyandarkan lengannya pada pintu mobil. Tatapannya datar. Mina memandang sama datarnya sebelum memutuskan kontak dan memandangi Agnia lagi.
Cowok itu, Verner Sullivan, memandang Mina dengan penuh rasa penasaran. Bahkan saat Mina sudah mengalihkan pandangan, Verner masih terus memandang Mina dari atas sampai bawah. Meneliti. Benar, cewek itu terlihat sangat jauh dari apa yang Devan katakan. Lama-lama Verner merasa Devan hanya berbohong atau salah persepsi, tetapi di sisi lain hal ini sangat menarik baginya.
"Gue lupa," balas Mina pada Agnia saat dia membuka pintu penumpang bagian belakang.
"Lo langsung pulang, nih, Ver?" tanya Devan, menatap Verner sembari memberi kode kepadanya tentang Mina.
Devan hanya bergumam tak jelas sebelum memasuki mobilnya sendiri.
Mina membisu ketkka dia sudah duduk di jok belakang. Hanya suara samar percakapan orang-orang di sekitarnya karena di sisi lain dia sibuk dengan pikirannya sendiri.
Sepanjang perjalanan Mina hanya diam atau sesekali menyahuti perkataan Agnia yang ditujukan untuknya dengan balasan seadanya dan sependek mungkin. Mina sedang malas bicara apalagi bicara di dalam mobil ini. Sepanjang perjalanan itu dia lebih senang memandang ke jendela atau memandangi kuku-kukunya sendiri sambil memainkannya.
"Ugh."
Mina menoleh. Keluhan Agnia dan itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Mina tidak terkejut saat melihat tangan Devan bermain di paha Agnia yang rok sekolahnya sudah sedikit terangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...