03.

4.3K 240 4
                                    

"Halo? Lo di mana?"

Mina membaca satu kalimat pada buku Sejarah Nasional sebelum menjawab pertanyaan Agnia di seberang. "Di kelas."

"Udah pulang, kan, harusnya? Ke parkiran sini!"

"Mau ngapain?"

"Lo lupa? Aduh, Na! Shopping. Gue mau shopping bareng lo juga. Ingat kan nanti malam kita mau ke ulang tahunnya Auris?"

Kenapa juga dia tidak  menyiapkannya jauh-jauh hari? Mina sangat malas pergi dengannya karena  sudah pasti akan ada Devan di sana.

"Mina!"

"Hem?" gumam Mina sembari menutup buku paket dan memasukkannya ke dalam tas.

"Sini cepetan!" teriak Agnia, nyaring. Kemudian suaranya menjauh saat dia berkata, "Ya ampun, Yang, aku bahkan belum beliin Auris kado."

Mina mengakhiri  sambungan itu dan tidak menggubris panggilan telepon Agnia yang masuk.  Dia bersiap-siap keluar dari kelas dan berjalan menuju parkiran mobil di  mana Agnia sudah menunggunya.

Saat Mina masih berada  di jarak yang lumayan jauh dari mobil Devan, Mina melihat bukan hanya  Devan dan Agnia yang ada di sana karena ada beberapa cowok yang  masing-masing berdiri di sisi mobil yang bersebelahan dengan mobil  Devan. Mereka terlihat asyik berbincang. Mina sengaja melambatkan  langkah karena berharap mereka segera meninggalkan parkiran itu.

Saat tiga cowok masuk di  dalam mobil, satu di antaranya masih berdiri sambil memegang pintu  mobil yang terbuka. Dia sedang berbincang dengan Devan.

Semakin posisi Mina  dekat dengan mereka semakin Mina tahu bahwa keempat cowok itu adalah  teman sepergaulan Devan di sekolah. Mina bahkan tak tahu nama mereka  siapa saja. Ah, Mina tahu salah satunya, yaitu Gilang. Hanya karena  namanya sangat mainstream di Indonesia. Nama tiga cowok lainnya Mina tidak tahu dan sama sekali tidak ingin tahu.

"Mina! Lama banget sih,  Beb?" Agnia menghampiri Mina dan menarik lengan Mina yang satunya-yang  tidak memeluk novel Sherlock Holmes.

Mata Mina tak sengaja  bertatapan dengan cowok yang masih menyandarkan lengannya pada pintu  mobil. Tatapannya datar. Mina memandang sama datarnya sebelum memutuskan  kontak dan memandangi Agnia lagi.

Cowok itu, Verner  Sullivan, memandang Mina dengan penuh rasa penasaran. Bahkan saat Mina  sudah mengalihkan pandangan, Verner masih terus memandang Mina dari atas  sampai bawah. Meneliti. Benar, cewek itu terlihat sangat jauh dari apa  yang Devan katakan. Lama-lama Verner merasa Devan hanya berbohong atau  salah persepsi, tetapi di sisi lain hal ini sangat menarik baginya.

"Gue lupa," balas Mina pada Agnia saat dia membuka pintu penumpang bagian belakang.

"Lo langsung pulang, nih, Ver?" tanya Devan, menatap Verner sembari memberi kode kepadanya tentang Mina.

Devan hanya bergumam tak jelas sebelum memasuki mobilnya sendiri.

Mina membisu ketkka dia  sudah duduk di jok belakang. Hanya suara samar percakapan orang-orang di  sekitarnya karena di sisi lain dia sibuk dengan pikirannya sendiri.

Sepanjang perjalanan  Mina hanya diam atau sesekali menyahuti perkataan Agnia yang ditujukan  untuknya dengan balasan seadanya dan sependek mungkin. Mina sedang malas  bicara apalagi bicara di dalam mobil ini. Sepanjang perjalanan itu dia  lebih senang memandang ke jendela atau memandangi kuku-kukunya sendiri  sambil memainkannya.

"Ugh."

Mina menoleh. Keluhan  Agnia dan itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Mina tidak terkejut  saat melihat tangan Devan bermain di paha Agnia yang rok sekolahnya  sudah sedikit terangkat.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang