Verner terdiam menyadari sesuatu. Dia menyukai cewek di hadapannya ini? Secepat ini? Verner tak tahu kenapa, yang dia tahu satu, dia tidak suka melihat Mina berada di dekat cowok lain selain dirinya.
Verner hanya ingin Mina kenal dirinya. Bergantung padanya. Verner mau Mina akan terus menjadikan dirinya sebagai tempat sandaran. Tidak dengan siapa pun. Hanya dia yang boleh membuat Mina luluh.
"Lo kaget?" Verner tersenyum saat Mina langsung membuang muka setelah terpaku oleh kata-katanya. "Gue juga kaget kenapa ngomong gitu."
Mina kembali merasakan jantungnya berdegup kencang saat Verner membawanya ke pelukan. Mina meremas baju Verner tanpa sadar. Senyum Verner terbit perlahan mengetahui Mina segugup ini.
"Tenang. Sekarang gue nggak bernafsu kalau itu yang lo takutin." Mau Mina memikirkan itu atau tidak, Verner hanya ingin Mina tahu yang dia rasakan sekarang. "Gue cuma ngerasa nyaman kayak gini. Apa, ya? Rasanya ngantuk."
Mina merasakan wajahnya memanas. Dia menunduk menyembunyikan wajah di pundak Verner.
Sama. Itu yang dia rasakan sekarang. Dibanding rasa takut, Mina lebih merasa nyaman. Namun, apakah secepat itu Verner cemburu? Dia hanya cewek biasa. Dibanding Auris dirinya sangat jauh, bagai bumi dan langit.
"Verner...."
"Ya?"
"Gue punya penawaran khusus." Mina sadar akan sulit membuat Verner menjauh darinya. "Kita nggak perlu terlihat bareng di sekolah."
Verner mengernyit dan mendorong Mina pelan, memandang sepasang matanya lekat. Pandangan tak setuju dia berikan kepada Mina.
"Gue cuma ngerasa itu yang terbaik buat gue. Lo nggak tahu apa yang terbaik buat gue." Mina berusaha tetap tenang. "Kalau kita kelihatan bareng, bagaimana pun lo bantu gue untuk nggak dengerin omongan mereka, tetap aja gue akan denger dan mengganggu keseharian gue di sekolah. Lo nggak akan ngerti itu."
Tatapan lembut Mina berhasil membuat Verner tak bisa menolak. Mina benar. Bagaimana pun dia berusaha menyuruh Mina untuk tak peduli sekitar, belum tentu Mina akan benar-benar tak peduli. Mental cewek ini sangat rapuh. Pun dengan hatinya.
"Kata lo penawaran khusus? Apa? Gue mau denger."
"Kita bisa ketemu di luar sekolah dan lo bisa jadi bantu gue untuk nggak takut berlebihan sama cowok."
"Seperti pertemuan sekarang?" tanya Verner lekat. Mina mengalihkan pandangan salah tingkah. Verner tersenyum miring. Dia menarik Mina kembali ke pelukannya sementara cewek itu tak menolak sama sekali.
Good girl. "Gini aja, ya? Bentar?" bisik Verner dengan mata memejam. Mina tidak membalas dan mencari kenyamanan lebih.
Dia juga sudah gila. Saking nyamannya, Mina hampir tertidur. Begitu pun dengan Verner. Keduanya larut dalam pelukan. Mereka lupa, mereka tak punya hubungan apa pun. Suara-suara sekitar jadi tak begitu terdengar lagi. Mata mereka yang tertutup tak melihat siapa yang baru saja datang.
Agnia dan Devan berdiri tak jauh dari pintu. Keduanya melihat Mina dan Verner saling berpelukan di atas sofa. Devan mendengkus. Berbeda dengan Agnia yang melotot kaget melihat sahabatnya masuk ke dalam perangkap Verner.
"Mina...?"
Mina membuka mata perlahan mendengar suara Agnia sampai berpikir itu hanyalah halusinasi.
Verner ikut membuka mata dan memandang sepasang kekasih lain sedang menonton pertunjukan. Verner memandang Devan dengan pandangan datar. Sementara Devan tersenyum mengejek.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...