Malam yang membosankan itu Mina habiskan dengan berinteraksi dengan Agnia lewat panggilan video. Agnia tidak bersama Devan sehingga Agnia terlihat bebas bergerak. Sahabatnya itu sedang makan padahal Agnia paling anti makan jam segini. Mina berbaring di tempatnya menonton Agnia bak youtuber mukbang yang sedang live.
Malam memang sudah larut dan seharusnya Verner memberikannya kabar atau paling tidak Verner membalas pesannya. Tak ada jawaban apa pun. Sebelum pergi Verner hanya mengatakan ingin ke rumah orangtuanya dan bahkan tak tahu kapan tepatnya pulang.
"Tahu nggak?" Agnia menelan makanannya. "Lama-lama lemak di perut gue makin membuncit karena sering makan bareng Devan di luar. Enak jadi lo tahu? Makan banyak tapi berat badan gitu-gitu aja. Gue makan sekarang ya, besok yakin naik 3 kilo."
Mina membelalak, tetapi tak berkata apa-apa.
"Lo pikir gue hamil? Ya kali. Kalau gue bareng Devan sering pakai pengaman tahu? Dia yang pakai kondom atau gue yang minum obat."
Eugh. Agnia terlalu blak-blakan. Mina melihat jam di ponselnya dan juga notifikasi yang belum ada dari Verner. "Kok Verner belum pulang, ya."
"Emang ke mana?"
"Katanya ke rumah papanya."
"Oh, ya? Mana tahu dia singgah mabuk. Devan dan temennya yang lain paling bareng dia."
Mina ingin menyuruh Agnia menanyakan ke Devan tentang Verner, tetapi Mina rasa itu bukan pilihan yang tepat. "Ag?"
"Hem?"
"Lo kan kenal Verner lebih dulu dibanding gue, gue mau tanya sesuatu." Mina merasa gugup. "Pokoknya jawab aja."
"Iya, itu kalau gue tahu. Emang mau nanya apa, sih?"
"Itu...." Mina semakin merasa gugup. Dia memandang Agnia dengan ekspresi wajahnya yang dimengerti Agnia. "Verner sebebas itu, ya? Lo tahu maksud gue. Nggak perlu gue jelasin...."
Agnia menelan makanannya. "Gituan? Udah biasa kali. Bahkan sama temen sendiri juga bukan hal—" Agnia menghentikan ucapannya menyadari dia terlalu jujur tanpa memikirkan perasaan Mina dan hubungan Mina dan Verner ke depannya.
Mina merasakan hatinya tercabik-cabik. Mendengar itu. Bagaimana pun, itu hanya masa lalu Verner.
Akan tetapi, saat Agnia mengucap kata teman yang tiba-tiba muncul di bayangan Mina adalah Auris.
Mina semakin sesak menyadari mereka masih terlihat santai disaat Verner sudah punya pacar. Meskipun Auris tidak pasti pernah melakukan hubungan itu bersama Verner.
Satu pertanyaan yang muncul, membuat Mina berpikir berlebihan. Jika memang Verner dan Auris pernah ada dalam hubungan yang seperti dikatakan Agnia, apakah saat berpacaran dengannya Verner dan Auris masih melakukan sesuatu yang tidak didapatkan Verner darinya.
Mina merasa mustahil Verner menahan diri selama bersamanya.
Mina takut. Dirinya tidak bisa memberikan hal itu kepada Verner dan membuat Verner akan berpaling ke cewek lain.
[]
"Ssh...." Verner mengernyit kesakitan ketika alkohol pada kapas menyentuh kulit punggungnya yang terluka.
Auris sudah berusaha sepelan mungkin mengobati Verner yang tiap detik meringis. Dia sangat khawatir mendapati Verner kembali mengalami hal buruk seperti setahun yang lalu oleh papanya sendiri. Sosok yang sangat tidak pantas disebut ayah karena bukannya memberi hal baik, tetapi sebaliknya.
"Ini bakalan membekas." Auris menatap punggung Verner dengan nanar. Bekas luka setahun lalu akan mendapatkan teman baru. "Kita ke rumah sakit, ya? Ini udah di luar kemampuan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...