"Jelas banget lo sengaja." Verner mengintimidasi lewat tatapan. "Ikut gue."
Mina hanya pasrah ketika Verner menariknya untuk pergi dari koridor itu. mereka tak lepas dari perhatian yang lain hingga tiba di kantin.
Mina hanya membisu memperhatikan semua yang Verner lakukan kepadanya. Cowok itu sedang memesan makanan setelah menerobos antrean dengan santai, tak peduli makian beberapa siswa yang berani padanya.
Verner datang membawa nampan berisi makanan untuk dua porsi. Untuknya dan untuk Mina. Dia menggeser untuk Mina dan menyuruh Mina untuk segera makan.
"Lo belum makan, kan? Padahal gue sengaja ngajakin lo ke ruang rahasia gue buat makan bareng," kata Verner sebelum menggigit sepotong roti.
Mina tak menyangka itu. Dia tak berpikir ke sana dan kabur, tetapi tahu atau tidak Verner akan mengajaknya makan dia tetap akan menghindar juga.
"Lihat. Makin nggak tahu diri. Kasihan Auris."
Auris? Mina melirik sekilas siswi-siswi meja sebelah yang membicarakannya.
Verner mengarahkan wajah Mina ke hadapannya. "Udah gue bilang, kan? Untuk nggak peduli omongan orang lain?"
Mina tidak menjawab. Hanya memandang Verner dengan tatapan nanar. Verner menghela napas dan memandang Mina lekat-lekat.
"Lihat gue aja."
Satu kalimat sederhana yang semakin membuat Mina terdiam. Tidak dengan degupan jantungnya yang berdetak tak seperti biasanya.
Verner terlalu peduli. Membuat Mina melihat Verner dalam pandangan yang berbeda.
[]
"Mina...." Agnia memasang puppy eyes sambil menyatukan kedua tangan di bawah dagu. "Temenin gue, ya!"
Mina menghela napas panjang. Lagi-lagi.
"Jadi, Bokap Nyokap gue ngelarang gue ke mana-mana selain bareng lo. Hehe. Ya, ya?"
"Devan lagi, kan?" tebak Mina malas. Agnia tidak membalas dan hanya menyengir.
Mina selalu khawatir kepada Agnia, tetapi Agnia tak akan peduli kekhawatiran Mina. Mina selalu takut, ke mana Devan membawa Agnia hampir setiap malam? Cowok kurang ajar itu sudah menarik Agnia ke dunianya terlalu dalam.
"Gue nggak bisa," balas Mina, cuek. Dia pura-pura membaca novelnya.
"Please...." Agnia duduk di lantai dan menyangga dagunya di paha Mina yang sedang duduk di kursi. Mina berdecak sebal saat menoleh ke bawah. "Gue nggak janji ini terakhir, tapi gue berusaha untuk jadiin ini terakhir."
Bohong. Mina tahu itu. Di dalam benak Agnia, Agnia akan terus menjadikan Mina sebagai tameng untuk bertemu Devan jika sedang butuh.
Agnia bingung. Mina tidak punya teman lain. Andaikan ada, Agnia bisa membawa Mina ke rumah temannya lalu dia bisa leluasa pergi bersama Devan.
"Atau gue singgahin ke mana gitu yang buka 24 jam." Mata Agnia melirik sekitar, berpikir. "Ah! Ke kafe?"
"Lo kan tahu gue nggak tahan di kafe." Mina menghela napas. Malam ini mamanya dan Baron ada di rumah Kakek. Mina kesal mengapa mereka menginap beberapa hari ini. Malam ini Mina menginap ke rumah Agnia dengan alasan tugas.
"Ya udah. Tapi sebelum jam 10 udah balik. Oke?" Agnia tidak tersenyum. Mina tahu itu artinya waktu yang Mina tawarkan begitu singkat. "Pokoknya harus balik jam 10 kalau nggak, nggak akan gue temenin."
"Ya udah." Agnia cemberut. "Gue hubungi Devan sekarang. Inget ya, alasannya kita ke rumah temen buat kerja tugas seni. Oke?"
Mina tak membalas. Rasanya bersalah merencanakan kebohongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...