Saat ini jam kosong di kelas Auris dan teman-temannya sedang sibuk membicarakan Verner dan Mina.
Auris terlihat serius dengan kemera depan ponselnya. Meski begitu dia diam-diam mendengarkan gosip itu jauh lebih serius.
"Ya, kan? Semua yang lihat juga langsung salfok. Mereka jomplang banget. Bagai langit dan bumi." Salah satu teman Auris tertawa diikuti yang lain. Dia mengarahkan layar ponselnya yang menampilkan foto Verner yang sedang menarik tangan Mina. "Lihat penampilannya. Dia mungkin ngerasa lagi hidup di dunia dongeng kali, ya? Cewek cupu yang tiba-tiba didatengin pangeran tampan."
"Ngakak banget sama pemikiran lo."
"Ya, kayaknya anaknya emang halu? Waktu itu gue ngelihat dia nenteng novel Sherlock Holmes. Biar dikira keren kali ya bawa-bawa novel di sekolah."
"Tapi tapi, kan Sherlock Holmes novel misteri bukan cinta-cintaan."
"Ya pasti lah suka novel romance juga."
"Lo nggak cemburu apa, Ris? Ceng-cengan lo diembat, noh."
"Auris mah bodo amat. Ya, nggak, Ris? Lo pikir Auris bakalan cemburu? Cemburunya sama modelan cewek kayak gitu lagi. Nggak level."
Raut wajah Auris menggambarkan bahwa dia tak peduli. Dia sibuk berfoto sendiri.
"Eh, yang namanya Mina itu pasti cengeng banget. Waktu itu marahin Verner sambil nangis kan."
"Emang nangis?"
"Nggak tahu, sih, agak lupa. Nangis kayaknya."
"Ya, siapa yang nggak nangis foto ciuman kesebar satu sekolahan? Sampai ke kepala sekolah lagi. Anehnya, nggak dikeluarin dari sekolah, ya, Bund."
"Ya iyalah. Kalau si Mina Mina itu sampai dikeluarin dari sekolah, Verner otomatis keluar juga, dong."
"Pasti ada kaitannya sama Verner, nih. Denger-denger, Bokapnya Verner kaya banget. Jangan-jangan keluar duit banyak."
"Wew. Gue juga denger-denger, katanya anak orkay. Tapi datanya nggak pernah kesebar siapa Bokapnya."
"Kayaknya orang penting banget." Teman Auris menyenggol Auris sambil terkikik geli. "Gue bayangin kalau lo nikah sama Verner nanti, sekaya apa kalian? Resepsi pasti bakalan heboh banget. Pokoknya gue jadi tamu VVIP!"
Auris bertopang dagu sambil memutar bola mata. "Ya kali udah mikir nikah. Gue sama Verner aja nggak ada hubungan apa-apa. Lagian yang kaya bukan gue atau Verner."
"Orangtua lo? Ujung-ujungnya warisan jatuh ke tangan lo juga, kan."
"Cih, katanya nggak ada hubungan, tapi udah sering ciuman. Nggak yakin gue kalau Verner nggak ada rasa sama lo."
"Lupa, ya? Verner kan pernah nembak Auris! Tapi Auris kan nggak mau pacaran. Jadi HTS-an, deh."
"Bego, Ris. Kalau gue mah langsung hantam!"
"Auris emang beda."
Auris bosan dengan pergosipan teman-temannya. Sejak tadi dia menunggu pesan Verner yang tak kunjung cowok itu balas.
"Wah. Ris, Ris! Tangan gue gatel. Gue pengin banget ngelabrak anak itu. Ayo labrak!" seru temannya yang lain.
"Siapa?" tanya yang lain.
"Ya itu, siapa? Mina?"
"Lo nyuruh Auris ngelabrak? Mana mau dia. Auris mana tertarik hal gituan."
"Iya, sih."
Kumpulan siswi-siswi hits kelas XI itu langsung kegirangan mendengar bel berbunyi. Auris berdecak. Dibukanya kembali ruang percakapan antara dirinya dengan Verner bertepatan dengan satu pesan Verner yang baru masuk.
Verner
Pulang sekolah pengin ketemu di ruang biasa ||
|| Gue juga lagi pengin, tapi ini kesempatan gue buat ngambil hati Mina. Nanti malam ketemu di hotel. Oke?
Auris menutup ruang percakapan itu tanpa membalas pesan Verner. Cewek itu mengambil tasnya, berjalan keluar kelas dan berhenti di balkon saat melihat Verner dan Mina dari lantai dua. Keduanya berada di antara siswa-siswi lain, tetapi Auris langsung menangkap pemandangan yang membuatnya hanya bisa terdiam memandang.
Tatapannya datar. Tidak ada yang bisa mengetahui apa yang ada di pikiran juga hatinya saat ini.
[]
Mina hanya pasrah ketika Verner terus membawanya entah ke mana.
"Bisa nggak sih nggak usah maksa-maksa kayak gini?" Akhirnya Mina mengutarakan isi hatinya dengan membentak.
Bukannya berhenti menarik-narik Mina, Verner justru semakin membuat Mina marah. Diam-diam Verner tersenyum mendengar omelan cewek yang kemarin-kemarin dia tahu hanyalah gadis pendiam dan penakut.
"Ngapain lo bawa gue ke sini?" Mina memandang sekeliling, lalu melihat punggung Verner dan hampir menangis. Tiba-tiba saja membayangkan bagaimana malam itu Verner mengambil ciuman pertamanya dengan paksa di halaman belakang rumah Auris. Belakang sekolah ini membuatnya mengingat hal yang yang berusaha dia lupakan.
"Lepasin! Gue nggak mau ikut!" teriak Mina, menahan kakinya dan berusaha menarik tangannya dari genggaman kasar cowok itu.
Verner mendorong Mina ke tembok dan mendekati Mina, mengurung cewek itu dengan kedua lengannya. Lalu membisikkan sesuatu yang membuat Mina kembali hancur.
"Gue pengin rasain ciuman bareng lo. Second kiss." Verner tersenyum saat menjauh. Dipandanginya wajah Mina yang bersimpuh air mata sambil tertawa iseng. "Juga untuk ciuman ketiga, keempat, kelima, dan seterusnya di lain waktu."
Mina masih membeku. Tak mampu kabur dari kungkungan cowok itu.
Verner mendekatkan bibirnya di samping telinga Mina hingga napasnya terasa, membuat Mina semakin membatu. "Semuanya, hanya untuk gue, Mina."
[]
Baca duluan di https://karyakarsa.com/kandthinkabout
catatan lagi untuk pembaca lama: cerita ini hanya repost. dan bagi pembaca baru yang ingin baca duluan, silakan ke karyakarsa karena di sana sudah tamat. di wattpad akan terus di update sampai tamat juga, tapi butuh waktu.
Beli lewat webnya aja. Ketik ulang di halaman google -> https://karyakarsa.com/kandthinkabout (atau cek bio profilku, klik tautan di sana)
thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...