"Aneh," kata Mina setelah menarik tangannya dengan kaget. Dia tak mau memandang Verner. "Lo aneh, tahu?"
Verner menaikkan alisnya. "Apanya?"
Cowok lain di antara kita? Memangnya dia siapa? Mina hanya bisa membatin. "Nggak."
Verner menyandarkan lengannya di atas lengan kursi. "Hari ini nggak sibuk, kan? Mulai detik ini kita harus sering bareng."
Mina berusaha sadar untuk tidak terlena dengan tingkah lembut Verner. Mina harus mengingat bahwa cowok itu memiliki sisi buruk.
Seringkali diperlakukan tidak baik oleh kebanyakan laki-laki, tentunya selain Kakek, membuat Mina merasa semakin nyaman berada di dekat Verner. Mina harus berusaha kuat untuk tidak terlena karena baru melihat sedikit sisi cowok itu saja sudah membuat siapa pun geleng-geleng kepala.
Dia melirik Verner pelan. "Buat apa? Kan nggak harus sering bareng."
"Seringnya selama sempet kan." Verner menghela napas. "Ayo lakuin sesuatu yang bermanfaat?"
Meski Verner sudah meyakinkannya, tetapi bagaimana pun sisi Mina yang selalu memandang laki-laki punya niat buruk kembali muncul.
"Kok segitunya lihat gue?" Verner mendengkus. "Sinis banget. Lo lagi mikir gue nyiapin rencana buruk, ya?"
"Enggak...."
"Tenang aja." Verner meyakinkan. "Ini hobi gue yang udah lama nggak gue datangi. Dan bagus juga buat diri lo."
Mina sedang berpikir untuk keluar dari zona nyaman. "Memangnya apa?"
"Rahasia. Nanti nggak surprise."
Memangnya harus dengan kejutan? Mina lagi-lagi membatin. "Gue mau jagain Nenek."
"Mau ke mana?" Kakek muncul di pintu membuat dua remaja itu menoleh.
"Mau ngajakin Mina buat belajar ketemu orang banyak, Kek. Jadi," Verner memandang Mina yang memelototinya. "Aku mau izin bawa Mina pergi dulu."
"Ah, Mina, ya. Cucu Kakek ini memang nggak gampang akrab sama orang," kata Kakek sambil duduk di kursi seberang Mina.
Raut wajah Mina tak terima. "Tapi kan Nenek sakit, Kek."
"Kan ada Kakek. Mina, sana. Nggak baik nolak." Kakek menatap Verner. "Kakek kasih waktu 3 jam aja. Harus sampai rumah sebelum jam 7. Sanggup?"
Verner tersenyum senang, lalu memandang Mina penuh kemenangan. "Sanggup."
Mina kesal. Verner menang untuk ke sekian kalinya.
[]
Verner memelankan mobilnya di depan panti asuhan dan membuka kaca mobil hanya untuk melihat beberapa anak sedang bermain di dekat gerbang. Mina pikir, Verner akan memasuki panti asuhan. Rupanya tidak karena setelah itu Verner melaju dengan kecepatan sedang lagi dan parkir di dekat sebuah tempat membuat keramik.
"Ayo," kata Verner sambil turun diikuti Mina yang segera menyusul. Cowok itu menunggu Mina yang berjalan ragu. Verner melemparkan tatapan meyakinkan.
"Halo, Bang," sapa Verner pada seorang pria 20-an yang memandangnya kaget. "Udah lama nggak ke sini."
"Makanya gue kaget." Bang Dion melirik Mina sesaat, lalu kembali memandang Verner dengan raut mengejek. "Siapa, tuh? Tumben bawa orang ke sini. Cewek lo, ya?? Jangan diapa-apain anak orang."
"Kagak, lah."
Mina hanya bisa berdiri canggung sambil memegang erat tali sling bag. Verner memandangnya sambil mengulurkan tangan.
"Ayo, Mina."
Lagi-lagi Mina selalu merasa seperti ada kupu-kupu yang bertebaran di perutnya setiap kali mendengar Verner menyebut namanyaa di akhir kalimat.
Mereka melewati area bertanah. Ketika semakin melangkah, Mina mendengar banyak suara anak-anak. Sebuah tempat terbuka dipenuhi anak kecil yang sedang membentuk tanah liat sambil tertawa.
"Mereka bukan anak-anak SD yang lagi praktek," kata Verner.
"Terus?"
"Anak-anak dari panti asuhan sebelah." Verner berhenti dan menoleh padanya. "Di hari tertentu mereka akan seru-seruan buat hasil karya. Hasil karya mereka dijual untuk tambahan kebutuhan."
"Lo banyak tahu tentang ini." Mina sampai tak menyangka Verner yang dikenalnya kurang ajar dan nakal bisa terlihat seperti orang lurus pada umumnya.
Verner tidak mengatakan apa pun lagi setelah itu dan menarik Mina untuk mengikutinya. Mereka menuju tempat tertutup. Memasuki sebuah ruangan yang luas penuh dengan meja putar untuk pembentukan keramik. Verner duduk di sebuah bangku dan menarik bangku lain untuk Mina.
"Nggak mau nyoba?" tanya cowok itu.
"Kayaknya seru." Mina menyimpan tasnya dan duduk di kursi dengan gugup karena belum pernah melakukan hal ini. Meja putar itu mulai bergerak sementara Mina takut untuk menyentuh tanah liat di atasnya.
"Gini." Verner memegang masing-masing tangan Mina dengan kedua tangannya, membuat Mina tersentak kaget. Respons itu membuat senyum Verner tertahan. "Habis latihan di sini, kita bareng anak-anak mau nggak? Ah, sayang banget waktunya mepet. Lain kali kita ke sini lagi lebih pagi."
"Mau, sih." Mina bicara pelan efek dari degupan jantungnya yang semakin cepat. Verner mengarahkan tangannya untuk menyentuh tanah liat yang terus berputar.
"Cuma lo yang gue ajak ke sini," kata Vernerpelan, membuat Mina merasa Verner memberi penegasan informasi itu agar dirinyamerasa spesial. Verner berhasil membuat Mina berpikir begitu.
Kedekatan itu membuat Mina tak bisa fokus dengan apa yang dia lakukan. Mina sadar ada penolakan yang besar dalam dirinya untuk membuat Verner menjauh, bentuk pertahanan dirinya itu gagal bereaksi. Kedua tangan Verner berada di sisinya, membuat cowok itu terlihat seperti memeluknya dari belakang.
Tangan Mina yang kaku itu membuat Verner merasa senang untuk terus menggoda Mina. Respons Mina yang berbeda dengan cewek lain membuat Verner semakin penasaran bagaimana jika dia berhasil membuat Mina luluh dan santai nyaman di hadapannya. Semua pemikiran itu bukan semata-mata untuk bersenang-senang, tetapi Verner serius karena dia merasa bukan lagi sekadar tertarik.
Tetapi juga punya keinginan besar untuk memiliki Mina.
[]
Baca duluan di https://karyakarsa.com/kandthinkabout
catatan lagi untuk pembaca lama: cerita ini hanya repost. dan bagi pembaca baru yang ingin baca duluan, silakan ke karyakarsa karena di sana sudah tamat. di wattpad akan terus di update sampai tamat juga, tapi butuh waktu.
Beli lewat webnya aja. Ketik ulang di halaman google -> https://karyakarsa.com/kandthinkabout (atau cek bio profilku, klik tautan di sana)
thank you!
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...