25.

2.8K 204 8
                                    

"Verner, apaan, sih? Kan  lo udah janji." Mina terus ditarik ke lapangan yang lebih sepi dan  membuatnya semakin takut dengan ancaman Auris yang akan menjadi nyata.

"Gue nggak mau!" bisiknya tertahan, tetapi Verner tak peduli dan terus menariknya hingga mereka berhenti.

Niat Verner membawa Mina  ke sini adalah agar mereka punya tempat yang lebih luas dan bebas  bicara apa pun. Verner memosisikan diri di belakang Mina dan mulai  mengarahkan Mina untuk memegang raket dengan benar. "Gimana gue nggak  bertindak? Dia udah satu langkah di depan gue. Ternyata jadi teman  sebangku lo."

"Satu langkah di depan?  Apa hubungannya ... dengan teman sebangku gue?" tanya Mina ragu dengan  pemikiran yang terlintas. Dia tidak mau percaya diri.

Verner menaruh dagunya di bahu Mina, membuat Mina tersentak kaget. Mina sampai sulit bergerak.

"Ya, artinya dia lebih  dekat dengan lo setiap hari dibanding gue. Apa perlu gue pindah jurusan  dan masuk kelas lo? Usir Darga dari samping lo biar gue bisa duduk di  sisi lo."

"Apa...." Mina jadi  tidak fokus dengan kalimat-kalimat yang baru saja terlontar dari bibir  Verner. "Buat apa?" Meski tahu ke mana arah perkataan Verner, tetapi  Mina masih tidak percaya Verner menyukainya.

Rasanya tidak mungkin.

"Kurang jelas?" Verner  membalik tubuh Mina menghadapnya. Dipandangnya sepasang iris mata hitam  itu lekat-lekat. Verner tidak mengatakan apa-apa, hanya menghela napas  setelah menyadari sepasang mata itu memandangnya shock. Lalu dia menarik tangan Mina dan mulai memberitahukan cara bermain bulutangkis dengan tepat.

Dari jauh Darga menyandarkan lengannya di dinding sembari bersedekap, memandang kedekatan Mina dan Verner dalam diam.

Seorang siswi mendatanginya malu-malu. "Darga..., lo nggak latihan? Mau main ba—"

"Mager."

[]

Ketika pelajaran  olahraga sebentar lagi berakhir, guru memberikan waktu kepada semua  murid untuk mengganti seragam. Disaat semua berkerumun menuju kelas,  Mina memisahkan diri dari Verner. Salah satu penyebab dia melakukan itu  karena memang tidak ingin ada di samping Verner dan dari jauh Auris  memberikan isyarat kepadanya untuk mengikuti Auris

Meski tak tahu akan  dibawa ke mana, Mina hanya mengikut. Semakin melangkah semakin  kekhawatirannya membesar. Auris berhenti di lorong sepi dan berbalik.  Dipandanginya Mina yang sedang ketakutan. Auris mendengkus.

"Gue nggak bermaksud ada  di dekat Verner. Gue udah berusaha ngejauh, tapi ... dia Verner. Dia  terlalu maksa dan gue pikir, lo sebagai temannya tahu sifat dia yang  kayak gitu."

Auris tidak heran. Dia  tahu Verner seperti apa. Namun, dia sedang kesal. Bahkan dia tidak tahu  kenapa mengajak Mina ke sini. Langkahnya mendekat tanpa dia sadari.  Egonya menyelimuti dirinya. Ketika berhenti tepat di hadapan Mina yang  sedang takut, Auris langsung menjambak rambut Mina hingga Mina terkejut  dan kesakitan.

"Kalau lo deketin dia  lagi, gue beneran ngasih tahu masalah lo yang ciuman sama cowok ke  orangtua lo. Bukan cuma orangtua lo, tapi semua orang. Gue sebarin di  internet. Gue bikin hidup lo menderita. Kali ini gue ngasih lo  kesempatan, tapi lain kali jangan harap gue ngebiarin lo gitu aja."

Mina mengernyit. Hanya  berusaha menarik tangan Auris agar menjauh. Amarah Auris tak bisa Mina  kalahkan. Auris merenggangkan tangannya saat sadar dia bertindak terlalu  jauh. Auris menghela napas menyadari sesuatu. Baru kali ini dia  bersikap kasar kepada seseorang.

Semua karena satu. Kecemburuan.

"Ingat itu," katanya,  lalu pergi meninggalkan Mina yang masih merasa terpukul. Mina bersandar  di dinding sambil memegang jantungnya. Dia tertawa dengan setetes air  mata yang jatuh, menertawakan dirinya yang selalu terlihat lemah di  depan orang lain.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang