Pejamanan mata cewek itu terbuka. Cahaya yang berasal dari jendela membuatnya sontak bangkit sehingga selimut yang menutupi dada telanjangnya terjatuh sampai ke perut. Cewek itu turun dari tempat tidur, memungut pakaiannya yang berserakan di lantai dengan buru-buru.
"Hei, bangun!" seru cewek itu. Dia berdecak ketika yang dia ajak bicara hanya bergumam tak jelas di balik selimutnya. "Lo mau telat ke sekolah lagi?"
"Ya."
Cewek itu berdecak mendengar jawaban si cowok. "Okey. Gue buru-buru pergi. Orang rumah pasti nyariin."
Cowok itu, Verner, baru membuka matanya ketika mendengar suara ponsel di meja kecil samping tempat tidur. Dia bergerak pelan. Dilihatnya sosok cewek yang dia kenali baru saja meninggalkan kamar apartemennya dengan buru-buru. Matanya yang menyipit karena baru bangun tidur memandangi jendela kamar dengan gumaman kesal.
"Apa?" tanyanya ketus kepada siapa pun yang menelepon.
"Jangan absen lagi, woi. Ada pembicaraan serius. Lo pasti tertarik." Devan, salah satu temannya yang sudah berteman dengannya sejak SMP. Cowok playboy yang belakangan ini bertahan lama dengan satu cewek yang Verner ketahui bernama Agnia.
"Ck." Verner hanya bergumam kesal.
"Gue serius. Lo pasti belum ketemu sama cewek yang kelihatan cupu, polos, kelihatan anak baik-baik, tapi aslinya beda seratus delapan puluh derajat, kan?" Devan terkekeh. Pertanyaan itu membuat Verner sedikit tertarik.
"Maksud lo, cewek nggak bener? Serius, kan?" tanya Verner, membuka matanya sepenuhnya.
"Ya..., udah sering ng*w* kayaknya?" Tawa renyah Devan membuat Verner mendengkus.
"Berengsek." Umpatannya tertuju kepada Devan yang sudah menjadi makanan sehari-hari di antara mereka.
"Lo mau nggak? Yang lain udah pada setuju. Lo doang sama Darga yang belum, tapi Darga udah pasti nggak mau. Sisa lo."
"Siapa? Anak sekolah kita?" Verner turun dari tempat tidur tanpa sehelai benang menuju kamar mandi dan melakukan aktivitas seperti biasa untuk ke sekolah. "Cantik?"
"Haha. Anjing." Tawa Devan membuat Verner mendengkus. Sepertinya kabar buruk. "Dari 1 sampai 10 gua kasih nilai 5. Kalau dipoles dikit bisa meningkat jadi 8."
Verner memandang wajahnya di cermin sambil tersenyum. "Setuju. Jadi, siapa cewek itu?"
[]
Pagi hari sebelum berangkat ke sekolah, Agnia menyempatkan diri untuk datang ke rumah Mina. Agnia cukup menyeberang jalan yang lebarnya tak seberapa karena rumahnya tepat berada di depan rumah Nenek.
Mina pikir ada hal yang sangat penting akan Agnia katakan. Namun, Mina salah karena Agnia ternyata hanya datang ke kamarnya untuk mengacak-acak lemarinya.
"Ngapain, sih?" Mina memandang sahabatnya itu bingung. Sesekali tatapan Mina beralih ke dalam tas, memastikan membawa barang-barang yang dia butuhkan di sekolah. Pulpen, pensil, tipp-ex, penghapus, beberapa spidol warna, buku-buku catatan sekolah, satu binder, dan buku paket materi yang dipelajari nanti.
Mina menoleh dan terbelalak saat melihat Agnia membongkar pakaiannya di lemari. "Agni!"
Agnia mendesah kecewa. Dia mundur sembari memandangi lemari pakaian Mina yang nyaris kosong. Sebenarnya lemari itu juga tidak banyak terisi pakaian.
"Lo rencana ikut gue, tapi nggak punya pakaian yang layak buat ke sana?" Agnia berkacak pinggang. "Pulang sekolah, temenin gue shoping, yuk? Buat beli persiapan ke ultahnya Auris. Lo juga bakalan gue pilihin baju terbaik, deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...