"Ayo lah! Yuk ke ulang tahunnya Auris?"
"Nggak." Mina menggeleng sambil membalik halaman buku untuk lanjut mengerjakan PR Matematika.
"Lo khawatir karena nggak dapat undangan? Itu mah gampang. Lo kan temen gue jadi lo bebas masuk ke rumahnya."
"Bukan karena itu."
"Karena ramai?"
"Hem. Dan males."
"Sekali-kali kek lo pergi ke acara-acara gituan. Lo nggak bosen apa di rumah terus?"
"Betah."
"Lo keluar rumah cuma kalau ke sekolah doang atau kerja kelompok. Ayo ya, ya?"
"Nggak. Thanks."
"Mina...."
"Hem?"
"Please, Beb."
"Nggak."
"Sumpah!"
Mina melirik Agnia yang kini sedang menjambak rambutnya di atas tempat tidur Mina.
"Sekali aja?" Wajah Agnia memelas. Matanya bahkan sudah berkaca-kaca. Itu hanya air mata palsu supaya Mina bisa iba dan akhirnya menerima tawarannya untuk ke ulang tahun cewek populer bernama Auristela.
"Minaaa! Huhu. Tega banget sih lo. Masa gue pergi sendirian, sih?" Agnia pura-pura menangis sambil berjalan ke arah Mina dan memeluk sahabatnya itu dari belakang. Mina memutar bola mata dengan malas.
"Auristela, kan? Aduh males ah," balas Mina sembari menganalisa soal ketujuh. "Kalau gue datang ke ultahnya rasanya jadi kayak anak hilang."
Bagi Mina, pergi ke ulang tahun Auris sama saja masuk ke kumpulan siswa-siswi populer sekolah. Bukan level Mina berada di sana. Sementara Agnia? Agnia dan Auris berteman, tapi bukan teman yang sangat dekat. Namun, Auris dan Agnia selevel. Agnia saja yang sial bisa berteman dengan Mina sejak mereka masih memakai popok.
"Lo nggak bakalan kayak anak hilang kalau kacamata lo ganti lensa mata dan rambut lo harus disisir rapi. Lihat, nih?" Agnia mengangkat rambut Mina yang terurai tak beraturan. "Udah berapa lama lo nggak sisiran?"
Mina mencoba mengingat-ingat. "Tiga minggung eng ... satu bulan?"
Mina melihat mulut Agnia yang menganga lewat cermin kecil yang ada di meja. Mina tersentak. Siapa yang menyimpan cermin di situ? Mina sudah memindahkan semua cermin di kamarnya sejak lama. Sudah dapat dipastikan yang menaruhnya adalah Agnia.
"Kapan terakhir kali lo keramas?" Agnia melotot tajam.
"Kemarin, Ag. Tenang aja. Walaupun gue jarang sisiran, gue tetep nggak tahan kalau rambut gue lepek."
Diam sejenak.
"Lo itu cantik, Na. Semua perempuan itu cantik. Jangan jadiin penampilan sebagai alasan lo nggak mau ke ulang tahunnya Auris."
Lo gampang ngomong gitu karena pada dasarnya lo cantik. Hampir saja Mina mengatakan kalimat itu jika dia tidak memikirkan dampak ke depannya. Mina tidak mau menyinggung hati Agnia. Agnia memang cantik memiliki rambut indah, tubuh ideal, wajah menarik, tapi Mina tahu sahabatnya itu benci jika diri mereka dibanding-bandingkan.
"Ikut gue, ya?" Agnia memeluk Mina dari belakang. "Please, please. Acaranya malam minggu. Besok malam, loh. Lo bisa gue kenalin ke Auris dan temen-temen gue yang lain. Siapa tahu lo bisa gue kenalin ke cowok yang datang. Lo belum pernah pacaran, kan?" Agnia terkikik. "Lo sekali-kali kek deket sama cowok. Sampai kapan lo mau jadi obat nyamuk di antara gue dan Devan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...