Ketika Mina menginjakkan kaki di rooftop, yang terlihat pertama kali adalah Darga yang sedang duduk memainkan ponsel. Mina berjalan tanpa ragu. Kehadiran cowok yang bahkan belum dia tahu namanya itu sudah menjadi hal biasa baginya.
Mina duduk jauh dari Darga yang sedang bermain game. Tanpa melihat, Darga sudah tahu bahwa yang barusan datang adalah Mina.
Mina membuka bekalnya. Dua sandwich yang dia buat asal-asalan lewat tutorial youtube hasilnya juga terlihat berantakan. Sebenarnya dua itu untuk dirinya, tetapi di sini dia tidak sendirian. Maka Mina menyodorkan bekalnya kepada Darga meski jarak mereka terbilang jauh.
"Mau?" gumam Mina. Suaranya pelan nyaris seperti bisikan dan Darga tak mendengar itu, tetapi Mina masih terjangkau dalam pandangannya sehingga Darga menjeda permainannya dan melirik Mina. Tatapannya jatuh pada tempat bekal berwarna putih di tangan Mina. Darga menggeleng dan lanjut bermain game.
Mina menarik bekalnya dan mulai makan dengan pelan-pelan. Dia sedang berpikir Darga makan di mana, apakah cowok itu juga makan di kantin sekolah. Sangat aneh melihat siswa SMA dengan seragam lain ada di sekolahnya. Biasanya dia menemukan pemandangan seperti itu saat masih SD.
"Lo ada masalah lagi?" tanya Darga tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. "Setelah gue pikir-pikir, sepi juga kalau nggak denger apa-apa di sini."
Maksudnya cowok itu menyuruhnya untuk bicara? Tak ada salahnya dia cerita. Mina merasa meskipun dia sudah menceritakan beberapa hal ke cowok itu, tetapi sampai detik ini seperti ada batas penghalang di antara mereka. Mereka tak saling kenal. Bahkan hanya bertemu di tempat ini.
Mina memang tidak ingin berurusan lebih jauh. Mina jadi memikirkan kata-kata Verner bahwa dirinya bukannya takut berlebihan terhadap laki-laki, tetapi hanya kepada Baron. Apa yang dia rasakan ketika berada di dekat laki-laki adalah kewaspadaan. Buktinya, ketika dia merasa Verner dan Darga bukan ancaman baginya, dia tidak sekhawatir dulu.
Mina kemudian teringat dengan hal melelahkan di kelas sampai mulutnya berhenti mengunyah. "Belakangan ini gue jadi sering sendirian. Sampai teman sebangku gue pindah tanpa pamit."
Mina tersenyum masam memandang sandwich buatannya yang kurang enak di lidahnya. "Kalau lo sering di sekolah ini, mungkin lo sempet denger kabar tentang foto nggak senonoh yang dipajang di mading."
Darga menghentikan jemarinya dan memandang Mina. Mina sedang menunduk sedih. Darga jadi khawatir bagaimana jika Mina tahu bahwa yang menyebabkan hidup Mina berantakan adalah sahabat-sahabat Darga sendiri.
Darga mengernyit. Untuk apa juga dia peduli?
"Secepat itu dunia berputar. Padahal rasanya baru kemarin semuanya adem-adem aja di kelas."
"Lo butuh teman sebangku?"
Mina mendongak. "Hah?"
"Gue serius nanya."
"Haha." Mina tertawa kecil, menertawakan dunianya. "Emang ada yang mau sebangku sama gue?" bisiknya. Tidak mungkin ada siswi yang mau lagi berteman dengannya. Hanya secuil cerita buruk yang dia dengar dari murid lain. Pasti masih ada cerita buruk tentangnya yang ditambah-tambahkan jauh lebih buruk lagi.
"Rasanya pengin cepat-cepat lulus," gumam Mina, lalu dia menutup bekalnya. Laparnya hilang karena tak lagi nafsu dengan makanan buatannya.
Mina mengambil ponselnya saat sebuah notifikasi pesan masuk.
Verner
|| Sekarang lo di mana?
Lagi makan. ||
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...