Verner terbangun oleh suara dering ponselnya. Di sampingnya ada Mina yang tidur nyenyak. Mereka tadinya hanya menonton, lalu sama-sama ketiduran seperti beberapa malam yang lalu.
Dahi Verner berkerut saat dilihatnya nama Devan tertera di layar. Panggilan itu terhenti dan sebuah pesan masuk.
|| Ini penting. Sesuatu tentang foto lo bareng Mina. Mau denger?
"Sh*t." Perasaan Verner tidak enak.
Mina bergerak gelisah saat Verner berusaha bangkit tanpa suara. Setelah memastikan Mina kembali nyaman dengan posisi tidurnya, Verner menjauh dari sana dan menghubungi Devan kembali.
"Halo, Ver. Gimana kabar lo? Belakangan lo sinis banget sama gu—"
"Apa cepetan. Nggak usah basa-basi."
"We." Devan terkekeh. Suara musik kencang nyaris memendam suaranya. "Gue lagi di kelab biasa. Mau ke sini? Mau lihat mentahan foto lo bareng Mina?"
"Sial." Verner memejamkan mata. "Jangan cari gara-gara."
Verner sudah yakin semua yang berhubungan dengan foto itu lenyap. Bahkan sebuah ancaman dari Verner tak mungkin membuat Devan berani mengancam balik.
"Santai aja. Ke sini kalau mau. Gue tunggu."
Sambungan terputus.
Verner tak punya pilihan lain selain menyusul Devan.
[]
Verner melewati orang-orang yang sedang bergoyang seirama dengan musik. Devan duduk di kursi menunggunya sambil menikmati minuman. Verner berdecak. Dia berhenti di kursi kosong samping Devan, lalu memesan minuman.
"Gue nggak lagi pengin ribut. Jadi, jangan cari gara-gara duluan," kata Verner malas sambil mengambil minumannya.
Devan tersenyum meliriknya. "Santai, Bro. Gue padahal cuma pengin ngobrol-ngobrol santai. Lo takut banget, ya, soal foto itu? Lo bahkan udah nyewa profesional untuk mastiin foto itu bener-bener ilang. Gue tadi cuma iseng ngetes lo. Ternyata, lo setakut itu ya terjadi sesuatu dengan Mina."
Verner mendengkus. Hanya bualan semata atau tidak, setidaknya dia sedikit lega. Dia mengakui Devan sangat pandai dalam membuat perencanaan. Bahkan Verner tak bisa menebak apa yang Devan rencanakan saat ini. Verner hanya bisa mengikuti alur.
"Ngomong-ngomong, kalian udah lumayan lama juga ya tinggal seatap." Devan memandang lantai dansa. "Udah ngapain aja?"
Verner melirik. Devan tertawa saat melihatnya.
"Anjir. Hubungan ngew* lo sama cewek lain gampang banget lo ceritain, lah, ini si cewek itu? Apa spesialnya anjing?"
"Lo kenapa, sih?" tanya Verner heran. "Lo habis nyabu, bangsat? Andai ngebunuh orang nggak ngebuat gue berakhir di penjara, dari lo ngancem mau ngapa-ngapain Mina udah gue bunuh saat itu juga."
Devan menuangkan minuman kepada Verner. "Cewek lo muka-muka pengin di-bully, sih."
Verner langsung menarik kerah kaos Devan sampai Devan turun dari kursinya karena terkejut.
"Tenang aja. Gue nggak bakalan buat keributan di sini." Verner mendorong dada Devan. "Asal mulut lo jaga."
Devan mendengkus kesal. Verner kembali duduk di kursi sambil menatap lantai dansa. Semenjak bersama Mina, Verner jarang ke tempat ini. Dulunya tempat ini adalah dia bersenang-senang karena tak ada tempat lain yang bisa melupakan masalahnya.
Namun, sekarang, kehadiran Mina di hidupnya membuatnya memusatkan perhatian kepada Mina. Hanya Mina. Melihat cewek itu saja, Verner bisa melupakan hal-hal berat yang berusaha dia lupakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...