36.

2.5K 199 11
                                    

Setelah kejadian itu, Mina mempelajari kondisi yang tidak diinginkannya dan mengetahui satu hal bahwa dia akan menjaga jarak jika waktu-waktu yang tak diinginkannya itu tiba. Mina berusaha keras untuk menjalani hari-hari seperti biasa; dekat dengan Verner tanpa memikirkan hal yang membuat Mina jijik pada diri sendiri.

Tidak semudah itu, memang. Namun, masalah yang timbul membuatnya tak mengulang kembali bayangan yang berusaha dia kubur dalam-dalam. Kecemburuan itu menutupi hal yang sebelumnya mati-matian dia hilangkan dalam pikirannya.

Kedekatan Verner dan Auris membuat Mina merasa cemburu. Perasaan inscure muncul pada dirinya. Kini dia berdiri tak jauh dari pintu kantin. Tak memilih untuk mendatangi meja panjang tempat yang Verner pilih hari ini. Di meja itu ada beberapa orang yang tak akrab dengan Mina. Kehadiran Auris di sana membuat Mina enggan untuk melangkah.

Satu hal yang Mina sadar. Verner tak menjemputnya di kelas dan hanya mengirimkannya sebuah pesan singkat untuk langsung bertemu di kantin. Sikap sederhana yang sebelumnya Verner lakukan kepadanya menghilang satu. Mina tidak marah. Hanya merasa ada yang hilang.

Suasana hati Mina semakin buruk saat melihat Verner memandang Auris dengan pandangan yang sama saat Verner memandang Mina. Hatinya terasa berdenyut. Sakit. Lebih sakit lagi saat Verner menaruh tangannya di atas rambut Auris.

Tak sanggup untuk melangkah, Mina memilih untuk mundur. Mina tahu, Verner dan Auris berteman. Namun, dia tidak bisa menutupi bahwa dia sangat cemburu. Verner yang bersanding di samping Auris terlihat sangat cocok, membuat Mina semakin merasa tak ada apa-apanya.

Mina kesal pada diri sendiri yang tak gampang bersosialisasi. Harusnya dia maju saja, duduk di samping kursi Verner yang kosong. Meski tak Verner tak mengatakannya, tetapi Mina tahu bahwa pasti kursi kosong itu untuknya.

Mina menebak. Verner sedang berusaha untuk membuat Mina berbaur dengan yang lain.

Angin pelan meniup rambut Mina ketika tiba di rooftop. Satu-satunya yang terlintas adalah tempat ini. Bahkan di sepanjang perjalanan dia lebih banyak sibuk memikirkan Verner dan Auris dibanding ke mana dia harus pergi.

Sepi. Mina melangkah ke ujung rooftop dan duduk di sana sambil melihat atap gedung-gedung sekolahnya.

"Tumben ke sini lagi?" Suara Darga membuat Mina terkejut sampai mundur sebentar. Ditatapnya Darga yang sedang duduk santai. "Kaget?"

"Sejak kapan lo ada di situ?"

"Dari tadi."

Mina mulai rileks dan mendongak ke awan. "Nggak lihat."

"Karena lo nggak nengok."

Mina menoleh dan tersenyum kecil. Mina jadi sadar senyumannya barusan adalah bentuk kecanggungannya terhadap Darga sudah hilang. "Lo punya pacar?"

Darga terdiam bahkan tak menoleh sedikit pun. Mina jadi merasa bersalah dan memutuskan untuk memulai pembicaraan lain.

"Enggak punya," jawab Darga sambil menoleh padanya. "Kenapa?"

Mina menggeleng. "Lo kelihatan udah punya pacar."

"Gitu, ya?" Darga menggumam sambil memandang Mina lekat-lekat. Yang dipandang sedang menatap lurus sambil melamun. "Lo nggak bareng Verner?"

Mina menggeleng.

"Kenapa?"

Mina mendengkus. Hatinya kembali berdenyut sakit membayangkan bagaimana Verner merespons Auris saat di kantin.

"Lo ... udah lama kenal sama Verner, kan?" Mina memandang Darga harap-harap cemas. Darga menaikkan alis. "Kalau Auris?"

Darga menggeleng.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang