Mina menahan napas saat menutup pintu dan menguncinya karena sadar suaranya akan membuat Verner terbangun. Bahkan saat sudah mengunci pintu, dia masih berjalan mengendap-ngendap menuju tempat tidur takut Verner dengar padahal itu akan sia-sia saja.
Berhenti di dekat tempat tidur, dia memandang sekeliling. Sama seperti di luar, hanya ada sedikit barang. Minimalis? Mina pikir begitu. Untuk ukuran cowok, Verner adalah cowok yang pasti memperhatikan kerapian.
Perhatian Mina tak sengaja tertuju pada sebuah pigura.
Sebuah foto sekumpulan remaja yang berfoto di tepi pantai dan terlihat sangat bersenang-senang. Verner dan teman-temannya termasuk Devan dan satu cewek yang Mina sangat kenali. Auris. Auris yang hanya memakai bikini berdiri di samping Verner yang hanya memakai celana pendek. Mereka saling merangkul pinggang dan senyum ceria Auris terpampang di wajah cantiknya. Berbeda dengan Verner yang hanya tersenyum kecil. Senyumnya yang khas, yang selalu Mina lihat beberapa kali.
Mina iri karena dia tidak akan mungkin bisa menjadi pribadi yang memiliki banyak teman. Sebaliknya, di kondisi sekarang sampai ke depannya, dia tak akan mungkin memiliki banyak teman karena skandal bohong yang Devan buat. Ditambah lagi pada dasarnya Mina merasa dirinya tidak asyik, hanya cewek pendiam yang tak bisa bersosialisasi.
Mina melihat sebuah catatan kecil di sudut pigura.
Dibuat Auris. Harus terpajang di sini. Bye.
Oh.... Mina hanya membatin.
Rasanya aneh. Tiba-tiba Mina berpikir Auris dan Verner punya hubungan khusus dan tak seharusnya dia di sini. Walau Verner sendiri sudah mengakui Auris bukan lah pacarnya.
Dan sekali pun Mina tidak ada maksud apa pun kepada Verner bahkan dia sudah berusaha menjauh, tetapi tetap saja kondisi yang terjadi sekarang tak seharusnya terjadi.
Mina menghela napas panjang. Lantas dia akan menyerah dan pulang, lalu serumah dengan orang itu dan tidak bisa tidur tenang?
Mina tidak tahu. Dia menyerah akan keadaan, berbaring di tepi tempat tidur sambil meringkuk. Tempat tidur itu terasa nyaman.
Beberapa menit Mina hanya merenung. Tak lama, kesadarannya perlahan hilang. Menuju alam mimpi.
[]
Mina tersenyum dalam tidur, berbaring telungkup, dan pipi yang tersangga di bantal. Saking nyenyaknya, dia tak mendengar suara ketukan di pintu. Samar-samar terdengar suara itu membangunkannya dalam mimpi yang aneh. Matanya mengerjap. Dijauhkannya guling hitam dari pelukannya dan memandang langit-langit kamar yang putih bersih.
Di mana ini?
Belum sepenuhnya sadar, dia lupa semalaman tidur di kamar Verner dan yang lebih parahnya lagi matahari sudah memunculkan sinarnya.
Cewek itu terduduk membelalak bersamaan dengan ketukan di pintu yang kesekian kali juga suara Verner yang kembali memanggil namanya.
"Mina?"
Mina tersentak, turun dari tempat tidur itu dengan panik. Buru-buru mengambil ponselnya, lalu berlari menuju pintu dan membukanya. Verner berdiri dengan seragam lengkap, tetapi rambut yang masih berantakan dan dasi yang belum terpasang sempurna.
Verner memandangnya sambil menaikkan alis. "Santai banget? Nggak mau ke sekolah?"
"Mau kok...," balas Mina canggung sambil mengalihkan pandangan pelan.
Bagaimana ini?
Satu hal bodoh dan memalukan yang baru Mina sadari, yaitu menjadi egois dan membiarkan seseorang yang sakit tidur di sofa sementara dirinya tidur dengan nyaman dan nyenyak di tempat tidur yang luas dan membuatnya bebas bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...