Glek.
Verner tahu kelemahan Mina.
Mina menarik kencang tangannya dan memalingkan wajah. Segera berdiri, tangannya ditahan oleh Verner.
"Cemburu aja terus." Ucapan Verner membuat Mina berpaling kesal. Verner tertawa. "Lucu lihat kamu kayak gini."
"Aku tahu. Kamu cemburu kan sama Auris?" Verner berdiri menghadap Mina dan menaruh tangannya di rambut Mina. "Kamu cemburu aku giniin rambut Auris?"
Mina mendengkus. Teringat kejadian di kantin membuat suasana hatinya kembali turun. Mina mematung saat Verner mengacak-acak rambutnya, lalu tubuh yang kaku tertarik ke dalam pelukan Verner yang hangat.
"Dia itu cuma teman. Kamu yang spesial."
Verner punya satu kegiatan favorit, yaitu memeluk Mina dan mendengarkan degup jantung Mina yang kencang. Semakin sering dia memeluk Mina, Verner merasa suara favoritnya itu tak ada lagi. Hanya degup jantung Mina yang normal.
Waktu tak terasa terus berjalan. Keduanya sama-sama tak saling mau melepas.
Verner menaruh dagunya di atas kepala Mina. "Kamu suka jalan-jalan?"
"Asal jangan bawa aku ke tempat yang banyak temen kamu."
"Enggak, kok. Aku ngak mau kejadian sama terulang lagi."
Mina mengulurkan tangannya ke punggung Verner dan memeluknya dengan kaku. Mina bisa merasakan pelukan seorang laki-laki tanpa ketakutan. "Tapi ke mana? Aku penasaran. Tempat yang biasa?"
"Rahasia."
"Kapan?"
"Malam minggu."
Beberapa hari kemudian, tepatnya sore hari di hari Sabtu, Mina datang bulan.
[]
Sabtu sore, seharusnya Mina senang karena akan pergi bersama Verner. Namun, keram di perut dan sakit di pinggul menghancurkan suasana hati Mina. Raut wajahnya tak pernah terlihat senang. Hanya meringis. Terlihat jutek.
Namun, Mina ingin memaksakan dirinya. Kapan lagi? Minggu depan ada ujian semester. Untuk meminta tolong kepada Verner membeli minuman pereda nyeri, Mina ragu karena teringat kata-kata laki-laki di postingan sebuah platform yang pernah dia baca untuk tidak memberitahukan masa haid kepada laki-laki.
Terutama kepada pacar sendiri.
Dan yang agak membuat Mina khawatir adalah karena Verner yang bebas.
Mina memandang dirinya di cermin. Pakaian yang dia pakai sekarang terinspirasi dari gaya berpakaian Auris. Mina melihat Auris sangat cantik dengan gayanya. Mina tak bisa menjadi diri sendiri karena dia membandingkan dirinya dengan Auris yang jadi primadona sekolah.
Dan tentunya, karena Verner dekat dengan Auris.
Pakaian yang dibelinya tanpa sepengetahuan Verner karena membeli online. Sangat beruntung, pas di badan. Jeans high waist dan baju ketat yang hampir memperlihatkan pusarnya. Mina menarik turun bajunya dengan tidak nyaman justru membuat bagian atas tertarik ke bawah hampir memperlihatkan belahan dadanya.
Mina meringis. Merasa tak cocok ditambah keram di perut yang menjadi-jadi. Lensa mata yang dibelinya di optik tak ingin Mina sentuh lagi setelah melakukan percobaan satu kali. Padahal saat di optik semua dia lumayan bisa. Saat memakainya sendiri dia malah ngeri.
Mina memeluk dirinya saat memandang cermin. Rasanya seperti tak memakai apa-apa. Suhu dingin AC yang menyentuh pundaknya itu membuatnya tak nyaman.
Mina kembali memasang kacamata saat pintu diketuk. "Masuk aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...