Verner terlalu larut dalam ciuman itu sampai dia tak sadar telah melakukan pelecehan seksual kepada Mina.
Mina menangis dalam kungkungan yang tak bisa dia hindari. Tak bisa pula dia lepaskan karena tenaga Verner yang lebih kuat dibanding dirinya yang tak bisa melawan karena dipenuhi ketakutan dan ketidakberanian. Seluruh tubuh Mina melemas sampai tak bisa menopang dirinya sendiri.
Verner baru kembali sadar saat Mina hampir terjatuh jika saja Verner tidak sejak tadi memegang pinggang cewek itu. Dibanding berhenti, Verner justru kembali melakukannya lagi. Memperdalam ciuman yang tak seharusnya dia lakukan.
Mina mendorong Verner dengan susah payah hingga akhirnya Verner sendiri yang memilih untuk berhenti menahan tubuhnya. Mina mundur sambil menghapus air mata yang memenuhi wajahnya.
Verner menatap Mina tanpa mengatakan apa-apa. Wajahnya bahkan sama sekali tidak menyesal, tetapi Verner sedang termenung memikirkan respons Mina sekarang. Tubuh mungil itu berjalan mundur dengan lunglai. Wajah yang basah. Mata penuh aliran air mata yang terus berjatuhan ke pipi. Juga pandangan marah, kesal, kesedihan, dan ketakutan yang bercampur menjadi satu. Sembari memeluk tubuh rapuhnya dan memandang Verner penuh kebencian.
"Lo berengsek," kata Mina dengan suara kecil dan serak. Tak ingin menatap Verner lama-lama, dia segera menjauh dengan perasaan campur aduk. Marah, kesal, merasa hina. Dadanya terasa sesak. Mina menyesal datang ke ulang tahun Auris jika akhirnya dirinya kembali diperlakukan seperti itu oleh laki-laki.
Ketika Mina melewatinya, Verner merenungkan semua respons cewek itu. Tangan Verner mengepal tanpa sadar. Dia baru menyadari sesuatu hal yang berhubungan dengan Devan dan taruhan ini.
Keraguan Verner memang tak pernah salah. Mina bukan lah cewek nakal sebagaimana Devan terus mengatakan tentang itu. Devan telah merencanakan sesuatu dan pasti Mina hanyalah korban dari rencana busuk Devan.
Verner berbalik memandang kepergian Mina dengan penuh rasa bersalah. "Sori. Gue pikir Devan bener," bisik Verner.
Mina menghentikan langkah. Kembali menangis dengan tangan mengepal kuat. Dia berbalik menatap Verner dengan linangan air mata.
"Segampang itu lo minta maaf?" Mina berusaha sebisa mungkin untuk bicara. Berusaha melawan kata-kata Verner disaat dirinya sudah hampir kehabisan napas. "Lo datang, cuma mastiin apa gue nggak sepolos yang kalian pikir?" Mina menghapus kasar air matanya di pipi. "Setelah lo tahu Devan salah, lo minta maaf? Udah gitu doang?"
Mina mendongak ke langit-langit dan meneguk air liurnya yang seperti membatu di tenggorokan. "Apa gue ditakdirkan hidup untuk selalu dihina laki-laki?" Tatapan penuh lukanya berpindah ke Verner yang masih diam di tempatnya. Mina perlahan berbalik untuk pergi dari sana dan keluar dari area rumah Auris.
Mina berjalan sambil memeluk diri sendiri. Menangis. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan saat ini. Dia berhenti di tepi jalan. Menangis di sana sampai suaranya rasanya habis.
Kenapa? Kenapa dirinya selalu berakhir diperlakukan seperti ini? Mina sudah tak sanggup jika suatu hari dirinya akan mengalami hal yang sama berulang-ulang.
Mina mendongak ke langit malam.
Jika mati adalah satu-satunya cara untuk menghindari semua itu, maka aku siap melakukannya.
[]
Setelah berhasil keluar dari semua kesalahan yang menghantuinya, Verner kembali mencari Mina, tetapi dia tak berhasil dan memutuskan untuk mencari Devan. Sumber masalahnya kali ini.
Cowok bermata hitam legam itu semakin matanya menggelap dilingkupi amarah di antara remang-remang cahaya pada pesta yang sedang berlangsung. Dia tidak langsung bisa menemukan Devan. Bahkan Agnia bergabung dengan yang lain sementara Devan tidak ada di antara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURS
Teen Fiction"Lo kurang ajar. Berengsek. Suka berlaku seenaknya!" - Mina "But you love me, Mine." - Verner Sullivan [] Mina benci dengan cowok. Pengalaman yang dialaminya dulu membuat hatinya keras dan memandang cowok tak lebih dari monster. Setampan apa pun itu...