05.

6K 341 7
                                    

Verner terlalu larut dalam ciuman itu sampai dia tak sadar telah melakukan pelecehan seksual kepada Mina.

Mina menangis dalam  kungkungan yang tak bisa dia hindari. Tak bisa pula dia lepaskan karena  tenaga Verner yang lebih kuat dibanding dirinya yang tak bisa melawan  karena dipenuhi ketakutan dan ketidakberanian. Seluruh tubuh Mina  melemas sampai tak bisa menopang dirinya sendiri.

Verner baru kembali  sadar saat Mina hampir terjatuh jika saja Verner tidak sejak tadi  memegang pinggang cewek itu. Dibanding berhenti, Verner justru kembali  melakukannya lagi. Memperdalam ciuman yang tak seharusnya dia lakukan.

Mina mendorong Verner  dengan susah payah hingga akhirnya Verner sendiri yang memilih untuk  berhenti menahan tubuhnya. Mina mundur sambil menghapus air mata yang  memenuhi wajahnya.

Verner menatap Mina  tanpa mengatakan apa-apa. Wajahnya bahkan sama sekali tidak menyesal,  tetapi Verner sedang termenung memikirkan respons Mina sekarang. Tubuh  mungil itu berjalan mundur dengan lunglai. Wajah yang basah. Mata penuh  aliran air mata yang terus berjatuhan ke pipi. Juga pandangan marah,  kesal, kesedihan, dan ketakutan yang bercampur menjadi satu. Sembari  memeluk tubuh rapuhnya dan memandang Verner penuh kebencian.

"Lo berengsek," kata  Mina dengan suara kecil dan serak. Tak ingin menatap Verner lama-lama,  dia segera menjauh dengan perasaan campur aduk. Marah, kesal, merasa  hina. Dadanya terasa sesak. Mina menyesal datang ke ulang tahun Auris  jika akhirnya dirinya kembali diperlakukan seperti itu oleh laki-laki.

Ketika Mina melewatinya,  Verner merenungkan semua respons cewek itu. Tangan Verner mengepal  tanpa sadar. Dia baru menyadari sesuatu hal yang berhubungan dengan  Devan dan taruhan ini.

Keraguan Verner memang  tak pernah salah. Mina bukan lah cewek nakal sebagaimana Devan terus  mengatakan tentang itu. Devan telah merencanakan sesuatu dan pasti Mina  hanyalah korban dari rencana busuk Devan.

Verner berbalik memandang kepergian Mina dengan penuh rasa bersalah. "Sori. Gue pikir Devan bener," bisik Verner.

Mina menghentikan langkah. Kembali menangis dengan tangan mengepal kuat. Dia berbalik menatap Verner dengan linangan air mata.

"Segampang itu lo minta  maaf?" Mina berusaha sebisa mungkin untuk bicara. Berusaha melawan  kata-kata Verner disaat dirinya sudah hampir kehabisan napas. "Lo  datang, cuma mastiin apa gue nggak sepolos yang kalian pikir?" Mina  menghapus kasar air matanya di pipi. "Setelah lo tahu Devan salah, lo  minta maaf? Udah gitu doang?"

Mina mendongak ke  langit-langit dan meneguk air liurnya yang seperti membatu di  tenggorokan. "Apa gue ditakdirkan hidup untuk selalu dihina laki-laki?"  Tatapan penuh lukanya berpindah ke Verner yang masih diam di tempatnya.  Mina perlahan berbalik untuk pergi dari sana dan keluar dari area rumah  Auris.

Mina berjalan sambil  memeluk diri sendiri. Menangis. Satu-satunya cara yang bisa dia lakukan  saat ini. Dia berhenti di tepi jalan. Menangis di sana sampai suaranya  rasanya habis.

Kenapa? Kenapa dirinya  selalu berakhir diperlakukan seperti ini? Mina sudah tak sanggup jika  suatu hari dirinya akan mengalami hal yang sama berulang-ulang.

Mina mendongak ke langit malam.

Jika mati adalah satu-satunya cara untuk menghindari semua itu, maka aku siap melakukannya.

[]

Setelah berhasil keluar  dari semua kesalahan yang menghantuinya, Verner kembali mencari Mina,  tetapi dia tak berhasil dan memutuskan untuk mencari Devan. Sumber  masalahnya kali ini.

Cowok bermata hitam  legam itu semakin matanya menggelap dilingkupi amarah di antara  remang-remang cahaya pada pesta yang sedang berlangsung. Dia tidak  langsung bisa menemukan Devan. Bahkan Agnia bergabung dengan yang lain  sementara Devan tidak ada di antara mereka.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang