Perusahaan

1.7K 135 9
                                    

Selamat membaca, jangan lupa komen dan vote 😊 maaf jika ada yang typo 🙏. Jangan lupa masukkan cerita ini ke reading list kalian dan juga recommended ke teman kalian😊 follow juga akun ini, Terima Kasih 🤍 
*
*
*

"Mama!" pekik Aqila kegirangan.

Toni, Rani dan Iqbal yang sedang bersantai di ruang keluarga menoleh ke arah Aqila.

Rani berdiri dari tempat duduknya, memeluk Aqila sayang. "Sayang apa kabar?"

"Baik mah, Aqila kangen mama."

"Mama juga, ayok duduk dulu."

"Kenapa baru datang sekarang?" tanya Rani. "Suami kamu gak kasih?" Lanjut Rani menatap putra nya itu tajam.

Lio menghembuskan nafas perlahan, beginilah kalau punya menantu kesayangan, putra kandungan sendiri pun tidak di percaya.

"Bukan begitu mah, Aqila sibuk buat Olimpiade Nasional empat hari lagi," jelas Lio.

"Wahh hebat dong," ujar Iqbal.

"Menantu mama memang hebat. Tidak seperti Lio."

"Aiss kenapa selalu gue yang kena," guman Lio. Aqila terkekeh melihat ekspresi Lio yang muram, lucu sekali melihat Lio seperti saat ini.

"Mata pelajaran apa Aqila?"

"Fisika kak."

"Hebat! Mudah-mudahan Olimpiade nya lancar. Kamu juga bisa dapat juara," semangat Iqbal.

"Amin, semoga aja kak."

"Mama baru dapat resep cake baru di internet. Kayanya enak juga, mau bantu mama buat gak?" ajak Rani.

"Mau mah, mau banget!" semangat Aqila.

Aqila dan Rani menyibukkan diri mereka di dapur untuk membuat cake dengan batuan resep dari internet. Sesekali mereka tertawa bahagia membuat ketiga pria itu juga menatap mereka bahagia.

"Lio," panggil Toni.

Lio yang fokus pada siaran tv menoleh ke arah sang papa. "Iya pah."

"Papa sudah sediakan satu cabang perusahaan untuk mu di Jakarta. Kapan kamu siapa mengambil ahli," ujar Toni serius.

Toni sudah memikirkan hal ini matang-matang dan jauh-jauh hari juga Toni sudah menyiapkan perusahaan ini untuk Lio. Toni yakin Lio sudah siap untuk hal itu.

"Lio belum ada niat pegang perusahaan pah, biar kak Iqbal aja."

"Gue udah punya perusahaan sendiri. Itu milik lo dan atas nama lo, harusnya lo yang handel semuanya bukan gue ataupun papa," jelas Iqbal.

Toni memang memberikan dua cabang perusahaan untuk di ke lolah kedua putra nya. Iqbal yang masih kuliah pun sudah mampu mengembangkan perusahaan yang diberi Toni. Sekarang tinggal Lio pura bungsu nya itu.

"Gue belum ada niat kak."

"Lo bisa coba dulu, lo bisa punya penghasilan sendiri dari itu. Untuk Aqila juga," desak Iqbal. Toh juga demi kebaikan adiknya.

"Gue masih punya cukup uang untuk membiayai keperluan gue dengan Aqila."

Iqbal hanya diam, Lio memang sudah jika sudah bersangkutan dengan urusan perusahaan dan kantor entah apa yang Lio inginkan. Jika di pikir-pikir juga ucapan Iqbal ada benarnya Lio sudah memiliki Aqila. Walau Lio memiliki uang tabungan yang banyak tetap saja ia harus bekerja lebih keras lagi demi Aqila.

Toni hanya bisa pasrah dengan keputusan sang putra. Toni menepuk pundak Lio cukup kuat. "Papa tidak memaksa, tapi alangkah baiknya kamu memikirkan hal itu."

***

Dua hari sebelum Olimpiade Nasional diadakan para anggota Olimpiade masih setia berlari dengan soal-soal mereka. Olimpiade kali ini diadakan sedikit berbeda. Olimpiade akan langsung melombakan empat mata pelajaran sekaligus.

Hal itu membuat mereka berempat harus bekerja keras. Harus menguasai materi yang lain juga.

"Harusnya di beri tau sebelumnya kalau lombanya beda. Kalau gini kan jadi buru-buru gak konsen!" decak Gara kesal sejak tadi.

Sudah banyak soal dari tiga mata pelajaran di mejanya saat ini, belum lagi jika Mark meminta untuk di ajari soal matematika yang tidak dipahami adik kelasnya tersebut masih untuk Ariana yang meminta lah ini Mark.

"Aqila!" panggil Mark sedikit kuat. Jarak bangku mereka cukup jauh.

"Ada apa?"

"Ini gue gak paham sama rumus fisika!" teriaknya lagi.

"Mark jangan berisik kita juga lagi belajar. Jika ingin bertanya ke tempat Aqila sana," ujar Ariana terganggu dengan teriakan Mark.

"Sorry."

Mark pun berjalan ke arah Aqila. "Gue bisa duduk di sini?" tanya Mark saat berada di samping Aqila. Aqila gaya menagguk.

"Gak apa-apa?" tanyanya lagi.

"Gak, duduk aja Mark." Setelah di persilahkan Aqila, Mark duduk di samping Aqila.

"Gue gak paham sama yang ini." Tunjuk Mark ke salah satu soal yang ada di buku itu.

"Ok Aqila jelasin." Aqila mulai menjelaskan soal tersebut dengan teliti agar Mark paham. Tapi bukannya mendengarkan penjelasan Aqila, Mark malah memperhatikan wajah cantik Aqila.

'Kenapa rasanya  berbeda. Aqila juga cantik banget,' batin Mark.

"Paham gak?" tanya Aqila yang sudah menjelaskan panjang lebar.

Mark menggarut kepalanya yang tidak gatal. "Bisa jelasin sekali lagi gak?" tanya Mark kikuk.

Aqila membuang nafas perlahan. 'Nih cowo perhatian apa sih?'

"Ok, perhatiin baik-baik."

Kembali Aqila menjelaskan kepada Mark cara mengerjakan soal tersebut.

'Fokus Mark,' batin cowo ganteng itu.

***

Satu harian ini Aqila begitu lelah, ia harus mengajar Mark, Gara dan Ariana secara bergantian begitu juga dengan ketiga nya. Besok olimpiade akan diadakan, malam ini Aqila mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa nanti.

"Kak Lio jadi kan besok temani Aqila lomba," ujar Aqila yang duduk di tepi ranjang, sedangkan Lio berbaring dengan hp di tangannya.

Aqila yang tidak mendengar jawaban dari Lio bertanya kembali.

"Kak Lio gak bisa?" tanya Aqila muram.

"Maaf ya, gue gak bisa," ujar Lio merasa bersalah.

"Kenapa? Kak Lio kan udah janji jauh-jauh hari sama Aqila."

Setelah nama Aqila diumumkan menjadi salah satu anggota Olimpiade Lio sudah berjanji akan menemani Aqila untuk ikut dalam lomba nya.

Lio mengubah posisinya menjadi duduk berhadapan dengan Aqila. "Maaf, besok pemilihan OSIS baru, gue gak bisa ninggalin hal ini," ujar Lio sambil mengusap pipi Aqila.

"Besok pemilihan OSIS baru?"

"Iya."

"Kenapa buru-buru gini dan kenapa gak ada pemberitahuan dari sebelumnya?"

Lio mengangkat bahunya tidak tau. "Gue juga baru di kasih tau tadi. Waktu pulang sekolah."

"Ya udah Aqila gak apa-apa. Kak Lio juga gak bisa ninggalin urusan OSIS," ujar Aqila kembali lesu.

"Maaf, maafin gue."

Aqila hanya mengangguk pasrah. Lagian tidak mungkin ia memaksa Lio untuk hal itu. Peran Lio sangat penting dalam pemilihan OSIS nanti.

Cupp
Lio mengecup bibir Aqila sekilas. Lalu membaringkan tubuhnya dan juga tubuh Aqila di ranjang. Memeluk Aqila sangat erat sampai Aqila bisa mendengar detak jantung dan juga nafas Lio yang menerpa puncak kepalanya. Lio mengecup puncak kepala Aqila berkali-kali.

"Kita tidur, besok kan harus cepat-cepat berangkat ke sekolah," ujar Lio.

Lio & Aqila (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang