Taman

2.9K 177 27
                                    

Selamat membaca, jangan lupa komen dan vote 😊 maaf jika ada yang typo 🙏

"Nanti pulang sekolah jadi kan?" tanya Lio saat sudah sampai di sekolah bersama Zara.

"Jadi dong kak," jawab Zara bersemangat.

Lio mengusap pipi Zara pelan. "Nanti pulang tunggu di sini ya," ucap Lio. Entah kenapa dalam ucapannya terdengar sangat lembut. Tidak ada lagi Lio yang dingin dan datar yang Zara temui.

Zara menagguk pelan. "Iya kak."

"Gih masuk kelas. Yang semangat belajarnya."

"Kak Lio gak mau antar Zara sampai ke depan kelas?" tanya Zara pelan. Takut jika Lio tidak menyukai pertanyaannya.

"Mau?" Zara menagguk.

"Ayok." Lio menarik tangan Zara pelan menghantar ke kelas Zara.

Zara saat ini dalam keadaan tidak percaya. Ia kira Lio akan menolak mentah-mentah sebaliknya Lio mau sendiri.

Sepanjang jalan menuju kelas Zara. Zara hanya menunduk malu. Sebenarnya ia suka dengan momen ini, tangan nya yang digenggam erat oleh Lio. Tapi sayangnya Zara tidak suka tatapan para anak murid di sekolah ini. Seolah ia kotoran yang ditatap jijik oleh mereka.

"Kenapa nunduk hem?"

"Malu kak."

"Gak usah malu, bersikap bodoh amat aja," ujar Lio semakin lama semakin erat menggenggam tangan Zara.

'Benar juga kata kak Lio. Harusnya Zara bersikap bodoh amat,' batin Zara.

Ia mulai mengangkat kepalanya, menggenggam tangan Lio tidak ingin melepaskan. Sekarang ia tidak peduli, ia sudah memiliki Lio itu cukup.

Sebenarnya Zara perempuan cantik, hanya saja kepang dua dan kaca mata bundar itu membuat ia sangat norak. Jika melihat mereka berdua saat ini anak murid SMA Nusa Bangsa akan memberi julukan seperti langit dan bumi. Benar-benar tidak cocok.

"Terima kasih kak," ujar Zara tersenyum manis.

"Iya. Gue ke kelas dulu." Lio berbalik meninggalkan Zara tapi baru beberapa langka Zara kembali memanggil nama Lio.

"Semangat kak!" Lio terkekeh sesaat. Zara memang punya cara tersendiri membuat ia tersenyum.

"Wah wah udah berani aja lo cupu." Desi menatap sinis Zara yang baru memasuki kelas.

"Jangan terlalu berharap sama kak Lio. Lo gak tau apa yang akan terjadi. Satu bulan, lo hanya satu bulan," sinis Desi memperingati Zara.

***

Hari ini waktu berjalan begitu cepat. Bel pulang sekolah telah berbunyi. Sesuai janji mereka Lio dan Zara akan jalan-jalan hari ini.

"Lo bareng siapa Lio?" tanya Danu.

"Zara."

"Ciee yang mulai buka hati. Awal lo gak bia jauh-jauh dari si Zara," goda Gara.

Lio hanya diam, tidak berfaedah juga ia menanggapi ucapan Gara.

"Danu lo sama Key?" tanya Gara.

"Gak, gue sendiri."

"Gue nebeng ya," cengir Gara.

"Satria mana?"

"Udah cabut."

Setelah kepergian Gara dan Danu cukup lama Lio menunggu di parkiran. Sampai ia melihat pacarannya berlari dengan kepang dua bergoyang.

"Maaf kak nunggu lama, Zara piket dulu."

"Jadi kan?" tanya Lio.

"Jadi kak."

Menyelusuri jalan kota sore hari ini, masih lengkap dengan seragam sekolah mereka. Hari ini mereka akan jalan-jalan ke taman. Sebenarnya Lio yang mengajak Zara untuk jalan-jalan.

Rasanya sangat bosan di rumah, Aqila juga belum pulang dari semalam. Lio tidak tau apakah perbuatan nya ini benar atau tidak. Lio menjadikan Zara sebagi pelampiasan karena masih kesal terhadap Aqila.

Sekitar dua puluh menit, mereka sampai di taman. Sudah banyak orang disana mulai dari kaum yang sudah tua, para remaja sampai anak-anak.

"Kak mau es krim." Tunjuk Zara pada penjual es krim yang ada di sana.

"Mau rasa apa?" tanya Lio saat mereka sudah ada di depan penjual es krim tersebut. Banyak anekah rasa yang tersedia di sana.

"Vanilla."

"Hanya itu?" tanya Lio.

"Iya kak."

"Cukup satu gak. Atau mau lebih?"

Zara menggeleng. "Satu aja kak."

"Bang es krim vanilla satu sama coklat satu," ujar Lio.

"Tunggu bentar ya."

"Pacarnya bang?" tanya penjual es krim saat memilih es krim pesanan Lio. Lio hanya mengangguk singkat.

"Gak cocok amat."

Deg Zara menunduk malu, sampai segitu tukang es krim pun mengatakan mereka tidak cocok.

Semenjak kejadian di penjual es krim itu. Zara jadi sengat diam, apa iya dia se jelek itu sampai tidak bisa bersanding dengan Lio.

"Gak usah di pikirkan." Lio yang seperti dukun, tau apa yang sedang Zara rasakan.  Lio hanya bisa menenangkan Zara dengan kata-kata itu. Entah kenapa rasanya ia ingin baik, ia ingin peduli kepada Zara.

"Iya kak."

"Ingat kata-kata gue, belajar bersikap bodoh amat," saran Lio.

Selama di taman banyak yang Lio dan Zara lakukan. Walau permainan anak-anak mereka berdua tetap memainkan nya. Terkadang para pengunjung yang melihat hal itu hanya geleng-geleng kepala karena tingkah mereka.

"Dasar anak zaman sekarang gak ada malunya. Udah SMA masih juga main jungkat-jungkit," cibir salah satu ibu-ibu di sana.

Zara dan Lio orang nya bodoh amat, yang penting mereka bahagia. Mereka akan lakukan. Bahkan Zara sampai bertengkar dengan anak kecil perempuan saat ingin bermain ayunan.

Pukul 17:45 Lio dan Zara keluar dari taman. Lio menghidupkan motor menghantar Zara pulang.

"Terima kasih ya kak buat hari ini. Zara bahagia banget," ujar Zara.

"Sama-sama."

"Kapan-kapan lagi ya kak?"

Lio menagguk kaku, entah lah ia tidak tau entah bisa atau tidak mengulang hari ini lagi bersama Zara.

Selama perjalanan menuju kediaman nya, Lio selalu memikirkan Aqila istrinya. Sesekali para pengemudi menegur Lio karena tidak bagus membawa sepeda motor nya. Tidak hanya di perjalanan selama bermain di taman juga pikiran Lio selalu tertuju kepada Aqila, Aqila dan Aqila.

Lio sampai di rumahnya pukul 17.05 pagar masih terkunci, rumah juga masih gelap dan sepi. 'Aqila belum pulang,' batin Lio.

"Kamu di mana sayang," guman Lio. Dia benar-benar tersiksa seperti ini.

Lio & Aqila (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang