Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan Vista saat ini berdiri di depan gerbang rumah Achio. Kekacauan sore tadi cukup membuatnya terguncang. Sejujurnya dia sedikit khawatir dengan keadaan Achio, tapi Vista tidak ada pilihan lain lagi.
Naresh sudah tidur, laki-laki itu sepertinya perlu waktu untuk sendiri. Vista sendiri dari tadi menghabiskan waktunya untuk membantu Bi Indah membereskan kamar Achio, yang paling dia benci adalah ketika harus melihat darah Achio dimana-mana. Itu justru membuat hatinya sesak, entah kapan semuanya berakhir.
Selalu menunduk menatap ujung sepatunya, Vista sampai tidak sadar jika ada mobil yang mengawasinya dari seberang jalan.
"Dia kenapa kelihatan lesu gitu?" tanya Kara pada Oza.
Oza menggelengkan kepalanya. "Nggak tau, harusnya dia seneng ngeliat Achio kayak tadi."
"Pasti nggak dikirimin duit sama Om Naresh," ucap Kara menerka-nerka.
Achio memang kembali ke apartemen setelah perdebatan tadi dan kehadirannya cukup membuat Oza, Kara, dan Desmon bergidik. Bagaimana tidak? Laki-laki itu pergi dalam keadaan baik, tapi kembali dengan keadaan mengenaskan.
"Omong-omong tentang Achio, untung dia mau dibawa ke rumah sakit. Gue yang ngeri ngeliat kaca nancep di tangannya."
Kara memukul kepala Oza, cukup keras sampai membuat korbannya mengaduh kesakitan. "Jangan diingetin! Perut gue jadi mual kalau inget itu."
Oza tertawa pelan lalu mematikan mesin mobilnya. "Buruan turun, lo mau diamuk Achio kalau kita gagal?"
"Nggak, lah! Bisa gagal party kalau gini ceritanya."
Keduanya lalu turun kemudian berlari menghampiri Vista. Oza menarik ponsel Vista, dia sudah curiga jika Vista mungkin sedang minta dijemput atau memesan ojek online.
"Kalian apa-apaan, sih?!" geram Vista yang sebenarnya sedikit kaget melihat kedatangan dua orang itu. "Balikin!"
"Nggak segampang itu." Oza menaikkan ponsel Vista tinggi-tinggi.
"Gue mau pulang!" Vista berucap untuk meminta pengertian kedua orang yang tidak begitu dia kenali. Dia tidak tahu nama mereka berdua, tapi dia tahu kalau orang-orang ini selalu bersama Achio.
"Lo harus ikut kita!" Tanpa aba-aba, Kara segera menarik Vista mendekati mobilnya.
Vista jelas memberontak, tapi kekuatannya kalah oleh dua laki-laki yang memaksanya masuk ke dalam mobil.
"Kalian jangan macem-macem, ya! Gue bisa teriak!" Vista tidak mengelak bahwa ada sedikit ketakutan dalam dirinya.
"Teriak aja sampai pita suara lo putus," jawab Oza acuh lalu mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Setidaknya kasih tau gue, kita mau kemana?!"
"Apartemen."
Mendapat jawaban itu, ketakutan Vista melonjak tinggi. Apa yang akan mereka lakukan? Jika sampai menodai harga dirinya, Vista bersumpah akan mengakhiri hidupnya sendiri.
Melirik wajah pucat gadis di sebelahnya, Kara tersenyum miring. "Mau ketemu Achio."
"Achio?" Vista mendadak tertarik dengan hal ini, bahkan nada suaranya berubah begitu cepat. Dari ketus ke antusias.
"Kenapa? Lo suka sama dia?" Kara membulatkan matanya.
Oza yang mendengar jeritan Kara menjadi penasaran, sesekali dia melirik ke belakang dan mendapati Vista yang menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Nggak!!" jawab Vista bersungguh-sungguh.
"Minum!" Kara tiba-tiba menyerahkan sebuah botol pada Vista, kerjanya harus cepat jadi dia tidak mau mengulur-ulur waktu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Genç Kurgu"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...