Kaki terbalut sepatu hitam mengkilap melangkah cepat menuruni anak tangga marmer hitam di rumah megah itu. Membenarkan letak jas berwarna senada yang membalut tubuhnya, remaja laki-laki itu menarik napas sebelum menghampiri laki-laki paruh baya yang duduk di atas sofa.
"Udah rapi aja, prom night?" tanya Naresh saat merasakan kehadiran seseorang di dekatnya.
Laki-laki itu tersenyum manis lalu mengangguk senang. "Iya, udah ganteng belum?"
Naresh tertawa kecil sebelum menimang-nimang penampilan laki-laki di depannya. "Not bad."
Mendengus, remaja laki-laki itu melenggang begitu saja setelah mencubit pelan lengan Naresh.
"Kurang ajar sama orang tua!" Teriakan Naresh membuat Kara terkikik sambil berlari menuju mobilnya.
"Kara pamit mau jemput my baby honey!" Kalimat yang keluar dari mulut Kara membuat Naresh tergopoh-gopoh menghampirinya.
"Glenda?" tanya Naresh curiga dengan mata memicing.
Kara menyugar rambutnya. "Iya, siapa lagi kalau bukan si cantik Glenda."
"Dia baru aja naik kelas dua belas, ngapain ikut prom night?"
Tersenyum lebar, Kara menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. "Dia pengen ikut, jadi Kara nyogok panitia."
"Kecil-kecil udah jadi tukang suap." Melipat tangan di depan dada, tubuh Naresh bersandar pada bingkai pintu. "Jagain yang bener, awas diapa-apain!"
"Diapa-apain dikit nggak apa-apa, namanya juga anak muda."
"Jangan macem-macem, Kara!" Peringat Naresh tidak main-main.
Kara tertawa geli melihat tampang garang Naresh, laki-laki itu selalu peduli pada siapa pun. "Nggak banyak, satu macam aja."
Sebelum Naresh kembali menceramahinya, Kara segera masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang.
Kara, Oza, dan Desmon telah memutuskan bergantian menginap di rumah Naresh untuk menemani laki-laki itu. Mereka tahu bagaimana besarnya rasa sayang Achio pada Naresh, mereka juga tahu bahwa Achio tidak ingin melihat Naresh sendirian. Jadi mereka berjanji bahwa mereka lah yang akan menjaga dan menemani Naresh, menggantikan tugas yang harusnya dilakukan oleh Achio.
Awal-awal keputusan itu dibuat, Naresh jelas menolak. Dia tidak ingin terlihat begitu menyedihkan. Tapi seiring berjalannya waktu, kehadiran mereka mampu membuat kekosongan dalam hatinya perlahan memudar walau dia yakin tidak akan bertahan lama.
Julukan laki-laki tua dan kesepian cepat atau lambat akan kembali tersemat dalam hidupnya. Mengikat Naresh dalam lingkup kesepian seolah itu adalah kutukan yang harus dia terima seumur hidupnya, tidak akan ada sihir yang mampu mematahkannya.
Melangkah masuk ke dalam kamar mendiang putranya, Naresh membaringkan tubuh tuanya di atas ranjang yang biasa putranya tiduri. Entah iya atau tidak, dia masih bisa mencium wangi Achio di dalam kamar yang sudah tidak dihuni pemiliknya selama berbulan-bulan lamanya.
"Papa kangen," ucap Naresh pelan, nyaris tanpa suara karena tenggorokannya tercekat. "Achio gimana kabarnya di sana?"
Tidak ada satu malam pun yang Naresh lewatkan untuk mengungkapkan rasa rindunya pada Achio.
Seorang anak yang kehilangan orang tuanya akan sangat sedih, tapi percayalah bahwa akan lebih sakit rasanya saat orang tua yang kehilangan anak mereka untuk selamanya.
Tangan yang semakin renta itu meraih salah satu pigura foto yang ada di atas nakas. Itu adalah foto Achio dan Vista yang sengaja Naresh letakkan di sana untuk dia pandang jika sedang rindu.
![](https://img.wattpad.com/cover/271238016-288-k7059.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Подростковая литература"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...