Bola mata seluruh siswa/siswi kompak bergerak dari kanan ke kiri mengikuti laju motor yang dikendarai oleh Achio. Kedatangan Achio sudah biasa menjadi pusat perhatian, tapi yang luar biasa kali ini karena seorang gadis yang datang bersamanya.
Tubuh kurus terbalut hoodie hitam milik Achio sudah turun dari atas motor. Berpegangan pada lengan laki-laki itu, dia berusaha mengatur dirinya untuk tetap kuat.
"Kenapa?" Achio segera turun setelah memarkirkan kendaraannya. Menatap wajah gadis itu, dia menggigit bibirnya khawatir. "Pulang aja, ya?"
Bibir gadis itu mengulas senyum kecil diikuti gelengan kepala yang bergerak lambat. "Gue mau sekolah."
Vista, gadis yang sudah sangat lemah itu tetap tidak mau dikatakan lemah. Dia ingin sekolah dan melakukan aktivitas seperti biasanya. Vista memang telah memutuskan untuk berjuang melawan penyakitnya, tapi bagaimana jika gagal?
Itulah ketakutan terbesar dalam diri Vista, lebih tepatnya dia takut tidak bisa menikmati dengan baik setiap detik berharga dalam hidupnya. Bahkan dalam kondisi seperti ini, Vista rasanya ingin melakukan banyak hal yang akan dia ingat sampai hembusan terakhir napasnya.
Kalau diberi kesempatan hidup lebih lama, Vista bersyukur sekali. Tapi jika seandainya memang tidak, Vista tidak mau membuang-buang waktunya hanya untuk terbaring lemah di atas ranjang atau lebih parah lagi pada brankar rumah sakit.
Achio menyentuh pipi Vista, dingin sekali. "Istirahat satu atau dua hari lagi, ya?"
Vista menggeleng. "Gue nggak kenapa-kenapa, sehat banget ini." Dia tersenyum lebar memperlihatkan senyum manisnya.
Sekarang gadis itu memeluk dirinya sendiri, sesekali mengusap-usap lembut hoodie dengan wangi khas tubuh Achio. "Hangat, gue mau pake ini terus."
Bibirnya berkedut menahan senyum, Achio tidak bisa menahan gemasnya pada Vista. Tangannya terulur mengusap pelan rambut Vista. "Gue punya banyak, besok mau gue bawain lagi nggak?"
"Nggak usah!" Vista menolak cepat, satu saja sudah cukup. Yang seperti ini sebenarnya dia punya, tapi milik Achio lebih nyaman digunakan.
Kemarin sore Vista memaksa keluar dari rumah sakit walau kondisinya masih belum benar-benar pulih. Dia berusaha membujuk Achio agar membawanya pulang dengan cara berjanji akan rutin melakukan kemoterapi.
Memanfaatkan situasi, Achio juga minta pada Vista bahwa dia akan menjemput dan mengantar Vista ke sekolah atau pulang. Tadi saat akan berangkat, Achio melepas hoodie yang dia gunakan untuk membalut tubuh Vista agar tidak kedinginan.
Sepertinya lain kali Achio harus meminjam mobil milik Naresh. Dia tidak ingin Vista selalu merasakan udara pagi yang dingin atau justru terik matahari di siang hari jika berpergian dengan motor. Bagi orang lain, mungkin hal itu biasa. Tapi ini tidak baik untuk kesehatan Vista mengingat kondisinya tidak sesehat orang biasanya.
"Tadi udah sarapan?" Achio bertanya penuh perhatian.
Vista mengangguk semangat. "Pakai roti yang kemarin malam lo beliin, enak."
"Obatnya gimana?"
"Udah gue minum," jawab Vista jujur. "Kalau lo mau hitung juga boleh, pasti jumlahnya berkurang."
Achio memicing curiga. "Nggak dibuang, 'kan?"
"Nggak!" kilah Vista. "Minum obat bisa bikin sembuh, 'kan?"
Achio tersenyum kemudian mengangguk. "Bisa."
Senyum di bibir Vista ikut mengembang mendengar hal itu. "Gue pasti rajin minum obat, biar cepet sembuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Teen Fiction"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...