06. Sisi Lain

5.2K 460 552
                                        

Tadi saat bersama Naresh, Vista senang-senang saja dan melupakan semua masalahnya. Tapi saat sudah sampai di depan rumah, tubuhnya mendadak berkeringat dingin. Vista menarik napas sebelum melangkah semakin jauh masuk ke dalam rumah. Setelah dirasa siap, perlahan dia mulai membuka pintu utama.

"Bagus, apa kamu tidak bisa berhenti membuat masalah?"

Suara Nina membuat tubuh Vista menegang. Wanita itu berjalan mendekatinya lalu merampas surat yang sedari tadi Vista genggam erat-erat. Setelah membaca isi di atasnya dengan baik, sekarang matanya beralih pada Vista.

"Sekarang apa alasan kamu?"

Vista menunduk takut. "Maaf, Ma."

Mencoba menjelaskan juga percuma. Nina tidak akan memahaminya seperti kejadian yang sudah-sudah. Maka dari itu, Vista lebih baik diam saja daripada membuang tenaganya.

"Kapan kamu berhenti menyusahkan?" Nina bertanya dengan nada frustasi. Gemas sekali dengan tingkah anak perempuan yang selalu merepotkannya.

Pertanyaan menusuk kembali menghujam dada Vista. Dia meremas kedua sisi rok nya, ini bagian yang paling dia benci.

"Dari kecil selalu membuat kekacauan."

"Ma, Vi—"

"Kapan kamu bisa seperti Darpa dan Diego? Mereka laki-laki tapi tidak sering membuat ulah seperti kamu."

Dada Vista semakin berdenyut saat dibandingkan seperti ini. Biar Vista jelaskan mengenai anggota keluarganya. Vista anak keempat dari lima bersaudara. Darpa adalah Kakak keduanya, Diego Kakak ketiganya, sedangkan Kakak pertama dan satu-satunya adik yang dia miliki sudah berada di sisi Tuhan.

Vidia, anak perempuan pertama di keluarga ini meninggal karena bunuh diri. Daniel, anak laki-laki terakhir yang paling disayangi Nina meninggal karena sebuah kecelakaan.

Kini hanya menyisakan dia dan tiga manusia yang tidak pernah menyukainya. Papa? Perceraian antaranya dan Nina membuat laki-laki bejat itu tidak pernah terlihat di rumah ini lagi.

"Tolong ringankan beban Mama," pinta Nina seolah Vista merupakan satu-satunya beban yang dia pikul. "Jujur, Mama sudah muak sekali dengan kamu!"

Mata Nina mengobarkan kebencian saat potongan cerita kembali dia ingat. "Apa tidak cukup semuanya kamu renggut dari Mama?"

"M—"

"Setelah ini apa lagi Vista? Darpa? Diego? Atau nyawa Mama sendiri?" tanya Nina dengan air mata yang tiba-tiba sudah membasahi pipinya.

Vista mengalihkan tatapannya, dia tidak bisa melihat Mamanya menangis seperti ini. Apalagi jika alasannya karena sebuah kesalahan yang bahkan belum bisa benar-benar Vista pahami sampai sekarang. Entah memang kesalahan yang dia perbuat, atau justru bukan.

Prang!

Kepingan vas bunga itu berserakan di bawah kaki Vista. Tubuhnya bergetar ketakutan, takut sekali melihat Mamanya saat marah seperti ini.

"Kamu penghancur semuanya!! Kamu pembunuh!"

"Vista bukan pembunuh," lirih Vista.

"Ma?!" Diego berlari tergesa-gesa menuruni tangga kemudian memegang bahu Nina.

"Kenapa lagi?" tanya Diego tajam. "Lo bikin masalah?"

Tidak mendapat jawaban dari Vista, Diego menatap lembut wajah Mamanya. "Mama ke atas aja, ya? Biar Diego yang urus masalah Vista."

Nina berusaha mengatur dirinya, ditatapnya Diego yang terlihat khawatir karena Nina memang sedang kurang enak badan. "Mama beruntung punya anak laki-laki seperti kamu dan Darpa."

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang