Sudah hampir satu Minggu Vista menjauhi Achio. Bahkan sebenarnya bukan hanya Achio, tapi semua orang di sekelilingnya.
Tiga hari Vista dirawat di rumah sakit, selama itu pula dia tidak mau dijenguk oleh siapa-siapa. Tidak ada keluarga, tidak ada Achio, tidak ada Romeo, dan yang lainnya.
Setelah kembali bersekolah, gadis itu juga kentara sekali menjauhi Achio. Yang membuat Achio semakin kalut, apel merah yang setiap hari dia letakkan di kolong bangku gadis itu tidak pernah disentuh oleh Vista.
Vista sendiri memang sengaja melakukan ini semua, dia juga tidak tahu perasaan apa yang sedang dia rasakan. Seperti malam ini, Vista menangis tanpa suara seperti malam-malam sebelumnya. Rasanya banyak sekali yang membebani pikirannya dan tidak tau mau berbagi pada siapa.
Kenapa Achio membohonginya? Kapan Nina bisa bahagia? Kapan Kakak-kakaknya bisa berhenti tertekan dengan keadaan? Kenapa Tio tidak pernah menyesal? Terakhir, sampai kapan dia mampu bertahan?
Mendengar dering ponselnya berbunyi, tangan Vista menggapai-gapai nakas. Awalnya Vista tidak peduli karena yang meneleponnya adalah nomor tidak dikenal, tapi lama-lama dia juga merasa terganggu hingga membuatnya mau tidak mau harus mengangkat panggilan tersebut.
"Siapa?" tanyanya dengan suara serak.
"Honey? Kenapa nangis?"
Suara Kara membuat Vista menghela napasnya. Apa salah satu dari mereka tidak bisa berhenti mengganggunya?
"Kenapa?!"
Kara mendengus di seberang sana saat pertanyaannya diabaikan. "Tolong jemput Achio, Oza, sama Desmon di club, ya?"
"Nggak bisa," tolak Vista cepat.
Sebelum dia memutus panggilan tersebut, Kara memelas untuk menahannya.
"Tolong banget, gue lagi ada acara keluarga. Lo nggak tau aja gimana bawelnya nenek gue kalau gue izin pergi."
"Kenapa harus gue?" Vista bertanya tidak santai.
"Lupain dulu masalah lo sama Achio, gue dapet telepon dari kenalan orang sana kalau mereka bertiga udah kobam."
Vista menatap ke luar jendela kamarnya. "Terus?"
"Achio manggil nama lo terus." Kara masih berusaha meyakinkan.
Bisa saja meminta teman-temannya yang lain, tapi dia rasa ini kesempatan besar untuk memperbaiki hubungan antara Vista dan Achio.
Kara juga sudah cukup lelah menjadi pendengar keluhan-keluhan Achio mengenai Vista yang akhir-akhir ini menjauhinya.
"Gue nggak peduli," ketus Vista walau dalam hatinya, dia sedikit penasaran.
Kara mendesah frustasi. "Oke, biarin aja mereka bertiga digoda cewek terus berbuat yang enak-enak."
Vista bungkam.
"Gue tutup, ya." Kara berucap pelan.
Bergulat dengan pikirannya, Vista menghela napas karena merasa kalah. "Gue takut ke tempat kayak gitu."
Di seberang sana senyum Kara terbit sempurna. "Punya cincin nggak?"
Cukup lama terdiam sampai akhirnya Vista mengiyakan walau tampak ragu. Sebenarnya bukan cincin miliknya, tapi milik Vidia yang masih dia simpan sampai sekarang.
"Pake cincin, kalau ada yang godain lo tunjukin aja cincin nya terus bilang kalau lo udah punya suami."
Vista mengernyit ragu. "Beneran aman, nih?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Teen Fiction"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...