"Hai! Kita ketemu lagi."
Baru saja sampai di depan pintu, dirinya sudah disambut dengan wajah tenang Romeo. Pagi buta seperti ini laki-laki itu sudah sampai di rumahnya untuk mengembalikan sepeda.
"Kakak lo cukup galak," ucap Romeo santai sambil menatap ke belakang tubuh Vista.
Tadi yang membuka pintu adalah Diego, Romeo juga sempat membicarakan maksudnya datang kemari. Setelah bernegosiasi banyak bahkan hampir beradu mulut, akhirnya Diego mengalah karena Romeo cukup membuatnya yakin.
Vista menunduk, dia merasa tidak enak dengan Romeo. Laki-laki ini sudah begitu baik mau mengantarkan sepedanya, tapi Kakaknya yang pemarah itu selalu saja bersikap kurang baik pada teman laki-lakinya.
"Maaf, ya?"
Romeo memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana khas sekolahnya. "Santai aja, gue juga nggak diapa-apain."
"Kaki lo udah mendingan?" tanya Romeo saat melihat Vista sudah bisa mengenakan sepatu.
"Berkat tukang pijat, udah nggak sesakit kemarin."
Keduanya sempat diam sebelum akhirnya Vista berani menanyakan apa yang mengganjal di kepalanya.
"Lo anak Trisakti?" tanya Vista setelah meneliti seragam yang dikenakan oleh Romeo.
Romeo mengangguk bangga. "Iya, sekolah yang lebih bagus dari sekolah lo."
Vista memutar bola matanya malas, selain menyebalkan ternyata Romeo juga memiliki sifat yang sombong. SMA Trisakti berjarak tidak jauh dari SMA Satu Bangsa, siswa/siswi di sana sering menyebutnya sebagai tetangga walau letak sekolah sebenarnya tidak bersebelahan.
Inilah yang membuat siswa/siswi dari kedua SMA itu sering menyombongkan sekolah masing-masing. Kedua pihak sekolah sebenarnya tidak memiliki permasalahan, tapi siswa/siswi dari masing-masing sekolah yang tidak bisa akur.
Belum ada yang pernah terlibat tauran atau tindakan sejenisnya karena memang masing-masing dari sekolah menekankan pada siswa/siswi yang terlibat hal seperti itu akan langsung dikeluarkan dari sekolah. Maka dari itu, mereka memilih bersaing dalam setiap perlombaan baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Hampir tidak ada yang mau mengalah atau terkalahkan. Alasannya hanya dua, yang pertama karena ini sebuah perlombaan, dan yang kedua karena tidak ingin direndahkan. Entah mereka sebenarnya berlomba-lomba mengharumkan nama sekolah atau justru menyelamatkan harga diri sendiri.
"Maaf, kayaknya sekolah gue jauh lebih berkelas," balas Vista tidak mau kalah. Dia sudah mendengar banyak cerita tentang persaingan ini dari Jesen.
Romeo tertawa kecil. "Lo bisa jamin kalau sekolah lo sempurna?"
"Yang terbaik nggak harus jadi sempurna." Vista mengangkat dagunya tinggi-tinggi, membuatnya terlihat sebagai gadis sombong.
"Tapi sekolah gue sempurna."
Wajah Vista merah padam. Jika siswa/siswi dari kedua sekolah itu memiliki sifat yang seperti ini, mungkin perseteruan ini tidak akan pernah ada akhirnya.
"Sempurna?" Vista tertawa mengejek. "Diamuk hujan semalam aja gerbang sekolah lo roboh."
Pagi tadi saat mengecek ponsel, Vista mendapat kabar tentang SMA Trisakti dari teman-temannya yang sudah ribut di grup sekolah. Ya, apa pun keburukan tentang sekolah tetangga itu akan selalu menjadi perbincangan hangat di sekolahnya. Begitu pun kebalikannya, apa pun keburukan di SMA Satu Bangsa akan menjadi perbincangan di SMA Trisakti.
Romeo tertawa terpingkal-pingkal, apa yang dikatakan gadis itu memang benar. Tapi dia tidak mau mengalah sampai sini. "Tapi terbukti 'kan kalau sekolah gue saking terkenalnya sampai diomongin di sekolah lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Подростковая литература"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...