"Mau, ya? Gue maksa."
Vista menegang di tempatnya, bahkan hanya dengan mendengar nada suara laki-laki itu mampu membuat jantungnya berdebar.
Mendorong tubuh Achio, Vista lalu mundur beberapa langkah. Matanya melirik ke segala arah, kemana pun asal bukan Achio yang jadi objeknya.
"Vista?" Achio memanggil pelan, hal ini justru membuat Vista semakin gugup.
"Gu—"
"Kalau ditolak, lo gue pukul!"
Mata Vista mendelik, menatap Achio dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kenapa bisa ada cowok kayak lo?"
"Buat jadi temen lo," jawab Achio santai sambil menatap wajah Vista yang bersemu, dia berusaha mengulum senyumnya. "Or boyfriend?"
Vista tertawa renyah. "Jangan bercanda!!"
Melipat tangan di depan dada, Achio memasang wajah seriusnya. "Gue serius."
Sejenak, mereka berdua sama-sama bergeming. Di dalam ruangan besar yang penuh dengan alat musik, keduanya berdiri berhadapan. Hanya berjarak dua langkah, mereka menatap satu sama lain tanpa ingin mengeluarkan suara.
Achio kesulitan menelan ludahnya, apa ini terlalu cepat? Sungguh, Achio masih bingung bagaimana cara mengungkapkan perasaannya dengan benar agar Vista bisa percaya.
Bergelut dengan pikirannya dan sedikit membuang jauh-jauh rasa gengsinya, Achio maju satu langkah. "Gimana?"
Vista mengerjap-ngerjap bingung, bagaimana dia bisa meyakinkan dirinya?
"Gue nggak lupa kalau lo cowok yang ngerusak birthday cake gue, nyumpahin gue mati, ngebully, ngejebak, dan hampir bunuh gue, gimana gue bisa percaya?"
Achio menghela napasnya, harusnya dia tahu diri saja bahwa dia tidak pernah bisa memperlakukan seseorang dengan baik, bahkan Papanya sendiri yang begitu baik pernah dia sakiti.
Sempat diam, tapi ini bukan waktu untuk menyerah, Achio menatap tepat pada mata Vista. "Lihat mata gue, ada keraguan?"
Vista bungkam, yang dia tangkap hanya sebuah keseriusan. Baik pada matanya maupun ucapannya.
Menunduk, hatinya berkecamuk. "Tapi lo cowok yang bikin g—"
"Iya, sebelum gue jatuh cinta."
Gadis itu kembali bergeming, berusaha melawan rasa yang hampir membuatnya berteriak. Tangannya bertaut dengan jari-jari yang basah sebab gugup.
"Gue butuh waktu."
Mata Vista terpejam, dari sekian banyak rangkaian kata di kepalanya akhirnya kalimat itu yang dia keluarkan. Itupun bertolak belakang dengan hatinya yang dari tadi berteriak kencang mengiyakan.
"Maaf," cicit Vista.
Rasanya Vista ingin memukul dirinya sendiri. Dalam hati dia mengata-ngatai bahwa dirinya bodoh sebab berbohong padahal Vista ingin sekali mengiyakan. Tapi rasanya terlalu cepat, Vista tidak bisa mengontrol dirinya.
Achio tersenyum simpul. "Nggak apa-apa, lo tetep punya gue."
Meremas kuat-kuat pinggiran rok yang dia kenakan, Vista bisa merasakan bahwa wajahnya memanas. Sebelumnya Vista tidak begitu yakin dengan cinta, tapi saat ini dia sedang merasakan sesuatu yang aneh.
Seperti ada sesuatu yang berbunga setelah lebih lama mengenal Achio. Inikah yang mereka sebut cinta? Tidak bisa dilihat, tidak bisa disentuh, tapi bisa dirasakan.
"Merah," ucap Achio sambil menekan pipi Vista. "Tapi lucu."
Sial, lama-lama dia bisa gila. Mendorong tubuh Achio ke samping, tangannya menarik kenop pintu dan segera keluar dari ruangan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Fiksi Remaja"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...