44. Mawar vs Apel

3.2K 377 54
                                    

"Mama mau pergi lagi?" Vista bertanya dengan nada lemas.

Di meja makan sebuah rumah yang akhir-akhir seringkali kosong, pagi ini terlihat diisi oleh beberapa orang. Nina, Darpa, Diego, dan Vista sama-sama menikmati sarapan buatan Nina.

"Iya."

Tidak melirik, tidak ada nada manis, Nina menjawab singkat seolah pertanyaan itu bukan sesuatu yang perlu dipusingkan. Putrinya itu sudah begitu dewasa, dia bukan lagi anak kecil yang harus merengek sedih sebab ditinggalkan Ibunya.

"Tapi Mama baru aja pulang." Vista menatap Nina, berharap bahwa wanita yang dia sayangi itu bisa tinggal lebih lama lagi di rumah.

Diego melirik tajam gadis di sebelahnya. "Nggak usah manja!" ketusnya.

Vista meletakkan alat makannya, dia sudah tidak berselera. "Vista cuma pengen lihat Mama di rumah."

"Mama cuma mau kerja, kalau nggak gitu kita semua makan apa?!" Diego bertanya dengan nada tinggi. "Lo nggak akan bisa sekolah kalau mau Mama diem di rumah terus!!"

"Dulu Mama nggak sesibuk ini," jawab Vista pelan.

"Lo nggak ngerti kalau gue sama Darpa masih kuliah, sebentar lagi lo juga lulus, 'kan?" Diego menatap wajah Vista. "Lo kira biaya kuliah itu murah?"

Darpa berdehem saat merasa situasi detik ini cukup panas. "Lanjutin makannya!"

Suasana di dalam ruangan itu kembali hening. Mereka semua bergelut dalam pikiran masing-masing. Nina termenung, dia sebenarnya juga lelah harus mati-matian bekerja demi anak-anaknya, tapi mau tidak mau harus dia lakukan.

Darpa dan Diego sama-sama memikirkan pendidikannya, mereka berdua pernah ingin berhenti tapi Nina menolak keras hal itu. Hasilnya mereka harus berusaha lebih keras untuk menyelesaikan kuliah dengan baik dan lebih cepat agar bisa membantu Nina.

Sedangkan Vista, dia semakin bimbang dengan hidupnya. Vista ingin sembuh, tapi biaya darimana untuk melakukan pengobatan yang pasti mengeluarkan biaya yang tidak sedikit? Vista benar-benar tidak ingin membebani Nina melihat kondisi mereka tidak seperti dulu saat masih ada Tio diantara mereka.

Nina bertahan dan bisa memberikan kehidupan yang cukup untuk anak-anaknya saja sudah begitu hebat, Vista tidak mau semakin membebani punggung wanita itu.

Tin!!

Semuanya kompak menatap Vista yang sedang meneguk air putih dan menggendong tas sekolahnya.

"Jangan aneh-aneh lagi, Vista!!" Diego memperingati. "Bersikap sewajarnya dan jangan bikin Mama kecewa!"

Vista tersenyum tipis, mengangguk beberapa kali sebelum meninggalkan mereka semua. Walau terlihat ketus, Vista merasa bahwa Diego masih punya sedikit perhatian untuknya.

Ketiga pasang mata orang-orang yang duduk di atas meja makan memperhatikan gadis kurus itu sampai benar-benar tidak bisa dijangkau pandangan. Dalam diam, ketiganya sama-sama menyadari perubahan fisik gadis itu. Tapi sayangnya tidak ada yang berani mengeluarkan komentar atau sekedar menanyakan kondisi Vista.

Menatap motor Romeo di depan gerbang rumahnya, Vista berlari kecil menghampirinya.

"Lo nggak sekolah?" Mata Vista menelisik penampilan Romeo yang duduk di atas motornya. Seragam yang biasa membalut tubuh laki-laki itu tidak terlihat dikenakan.

Dengan santainya Romeo menggeleng. "Izin sehari."

Vista mendelik. "Kenapa nggak bilang? Gue bisa naik bus kalau git—"

"Udah, diem!" potong Romeo. "Cepet naik, nanti telat."

Vista menurut, naik ke jok belakang sebelum Romeo melajukan motornya.

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang