"Brengsek!!" Diego melayangkan pukulan keras pada wajah Achio. Matanya berkilat marah menatap laki-laki yang beberapa tahun lebih muda darinya. "Ngapain lo ngajak Vista keluar kalau lo sendiri tau kondisinya lagi kurang baik?!"
Achio tidak menjawab, dia memejamkan mata menikmati rasa nyeri pada beberapa bagian tubuhnya yang sebelumnya lebih dulu menjadi sasaran kemarahan Diego.
"Diego, ini bukan waktunya buat cari ribut!" Darpa menahan lengan adiknya.
Diego menyentak cengkraman Darpa. "Dari awal gue emang nggak percaya sama dia," jawab Diego sambil menatap tajam ke arah Achio. "Mending lo jauhin adik gue!"
Mendengar itu, Achio mengepalkan tangannya. "Lo siapa?"
"Gue Kakaknya dan gue nggak akan biarin lo deket-deket sama Vista!!"
Tepat setelah kalimat itu terlontar, Achio mendorong keras tubuh Diego. Tubuh yang belum siap itu membentur keras tembok di belakangnya diikuti oleh ringisan tertahan dari mulutnya. "Karena lo Kakaknya, bukan berarti lo berhak sepenuhnya buat ngatur Vista."
"Gue cu—"
"Baru detik ini 'kan lo ngaku jadi Kakaknya? Kemarin-kemarin kemana aja?"
Pertanyaan dari Achio bukan hanya melukai Diego, tapi juga Darpa. Kedua laki-laki itu diam, tidak mengelak karena apa yang dikatakan Achio itu benar.
"Bahkan lo berdua nggak pernah tau apa aja yang dijalanin sama Vista!!" bentak Achio, urat-urat dalam lehernya menonjol jelas. "Gue emang bukan laki-laki yang baik, tapi gue juga nggak sengaja bikin Vista celaka!"
"Darpa, Diego, kenapa lagi sama Vista?" Nina bertanya sambil tergopoh-gopoh berlari mendekati ketiga laki-laki yang berdiri di depan sebuah ruangan, dua diantaranya adalah putranya.
Kemarahan mereka dipaksa menguap setelah tiba-tiba saja Nina hadir diantara mereka.
"Mama ke sini sendirian?" tanya Diego khawatir.
Nina mengangguk.
"Mama baru pul—"
"Achio, mari ikut saya." Pintu tersebut terbuka, menampilkan sosok Dokter Melan yang akhir-akhir ini selalu menangani Vista.
Hendak berjalan, tapi Darpa menahan tubuhnya. "Dokter bisa bicara sama saya."
Membiarkan Darpa mengikuti langkah Dokter Melan, Achio menatap tubuh yang terbaring lemah di atas brankar dari balik kaca yang ada di pintu ruangan tersebut.
"Mending lo pulang," ucap Diego pelan.
Achio tidak menjawab, bahkan sekedar melirik saja tidak. Hal ini membuat Diego menghela napas kasar, dia tahu kalau dia salah.
Tidak berapa lama, Darpa kembali dengan raut gelisah. Melihat tatapan laki-laki itu, Achio memilih menjauh membiarkan keluarga itu masuk ke dalam ruangan rawat Vista sekaligus membicarakan tentangnya.
Berada di dalam ruangan dengan hawa dingin itu, Nina menatap putrinya yang terlelap di atas brankar. "Vista sakit apa?"
Darpa dan Diego saling pandang. Rasanya berat sekali harus mengatakan hal yang pasti akan menjadi pukulan baru untuk Mamanya.
"Vista ... didiagnosis mengidap kanker darah."
Beberapa detik, waktu rasanya berhenti. Jantung Nina berdebar diikuti kepalanya yang pening seolah dipukul oleh sesuatu yang berat. "Kamu bohong, 'kan?"
Darpa menunduk, sungguh dia tidak bisa menatap tatapan penuh luka itu. "Darpa nggak bohong, Vista nggak pernah bilang karena takut membebani kita semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Novela Juvenil"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...