"Achio mau pulang."
Acara resepsi yang digelar begitu mewah di salah satu gedung itu telah sepi, menyisakan beberapa anggota keluarga yang sedari tiga jam lalu tidak selesai bercengkrama.
Melupakan dan tampak tidak peduli bahwa ada salah satu diantara mereka yang merasa asing dan tidak nyaman.
Gretha yang tadi tertawa sebab lelucon dari suaminya menoleh ke arah Achio. "Loh, mau pulang kemana?"
"Ke rumah Papa."
Feron yang mendengar itu mati-matian berusaha menahan kekesalannya karena dia tahu kesalahannya yang dulu membentuk karakter Achio menjadi seperti sekarang.
"Papa kamu itu saya," jawab Feron kaku.
Melalui tatapannya yang menajam, Achio menjelaskan pada semua orang bahwa dia tidak suka dengan fakta itu.
"Kamu akan tinggal bersama kami, Papa nggak mau kalau kamu tinggal di rumah laki-laki itu!"
Ucapan lantang dan tidak terbantahkan dari Feron membuat semua orang yang duduk mengelilingi meja bulat itu menahan napas. Terlebih saat kedua laki-laki yang memiliki paras bahkan watak yang sangat sama kini sama-sama melempar tatapan tajam.
Tidak ingin membuat keributan, Achio berusaha menahan dirinya untuk tidak meledak.
"Tetap di sini karena ini keluarga kamu!" Feron kembali berucap. "Ngapain kamu buang-buang waktu tinggal sama orang yang jelas bukan k—"
Brak!
Kursi kayu yang tampak mahal itu terjatuh begitu keras membentur lantai sebab didorong oleh laki-laki yang sebelumnya menduduki kursi itu.
"Ini bukan keluarga!" jawab Achio setengah membentak. Tangannya terkepal kuat memperlihatkan urat-urat yang menyembul dari balik kulitnya. "Achio nggak pernah merasa ada di dalam sebuah keluarga ini!"
"Ach—"
Achio mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Glenda diam dan tidak ikut campur dengan urusan mereka.
Menatap satu-persatu anggota keluarganya dengan tatapan tajam. "Achio datang kesini sebagai tamu, bukan keluarga!"
Gretha yang mendengar itu rasanya sesak sekali. Putranya berubah sebab kejadian itu, biasanya Achio akan selalu mendengarkannya. Tapi rasa kecewa itu sepertinya begitu menguasai diri Achio.
Merasa semua orang itu bungkam, Achio mulai berjalan keluar dari gedung itu.
"Achio!" Glenda menarik tangannya. "Ini udah hampir jam satu pagi, pulangnya besok aja."
Menepis kasar tangan gadis itu, tanpa sadar Achio telah membuatnya terluka. "Jangan ngatur gue!" desisnya tajam.
Glenda menggelengkan kepalanya. "Gue tau kalau dari awal suasana hati lo udah buruk, tapi tolong nginep semalam aja di sini."
Menunjuk sisi lain gedung itu, Glenda berusaha meyakinkan Achio. "Di sini ada beberapa kamar buat keluarga kita. Kalau lo mau, lo bisa tukar kamar sama gue biar agak jauh dari kamarnya Tante Gretha sama Om Feron."
Mengabaikan gadis itu, Achio memilih berjalan menuju tempatnya memarkirkan motor. Sengaja dia membawa motor sebab dia lebih suka mengendarainya daripada mobil.
"Achio!" Gretha berlari menghampiri putranya yang sudah duduk di atas motor. "Di sini aja, ya?"
"Dengerin Mama kamu, Achio!" Feron yang menyusul di belakang ikut membujuk putranya.
"Achio mau pulang."
"Nggak boleh!" Gretha merentangkan tangannya menghadang remaja laki-laki itu. Perasaannya menjadi tidak enak entah karena alasan apa. "Di sini semalam aja, kita nggak akan ganggu kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Teen Fiction"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...