"Kak Diego?"
Vista menegang menatap laki-laki yang duduk di bawah, tepat di samping ranjangnya. Yang membuat Vista semakin takut adalah benda tipis berwarna putih yang sudah ada di tangan Diego.
Menatap wajah adiknya yang menegang, Diego menaikkan surat itu tinggi-tinggi. "Kenapa lo sembunyiin?"
"Kak, itu boh—"
Menunjuk obat-obat di atas ranjang, Diego kini mengalihkan pandangannya. "Nggak usah bohong!"
Kepala Vista tertunduk, sudah terbongkar semuanya. Dia tidak tahu harus mengelak seperti apa, mungkin memang sudah saatnya Diego tahu.
"Vista." Suara parau Diego membuat hati Vista berdenyut. Nada suara itu sangat sama saat bagaimana sedihnya Diego ditinggalkan oleh Vidia dan Daniel.
Mengangkat kepalanya, Vista menatap Diego yang kini merentangkan kedua tangannya. Tanpa berpikir panjang, Vista berlari dan masuk ke dalam pelukan Kakaknya.
Tidak bisa menahan dirinya lagi, dia terisak di pundak Diego. Vista rindu pelukan ini.
"Kenapa nggak bilang?" tanya Diego pelan, nyaris berbisik.
Tidak menjawab apa pun, tapi Vista mengeratkan pelukan mereka.
Hati Diego seperti teriris, bahkan matanya memburam sebab air mata yang dia tahan. "Kenapa, Vista?"
"Takut," cicit Vista pelan.
Diego mendekap tubuh adiknya, semakin erat seperti tidak ingin kehilangan gadis itu. "Maaf."
Vista tidak bisa menahan isakannya lagi, bahkan semakin menjadi saat merasa pundaknya basah, Diego menangis.
"Gue bodoh banget," ucap Diego serak.
"Kak, Vista ngga—"
"Gimana caranya biar lo sembuh?" Mendorong bahu adiknya, Diego menatap mata Vista yang masih berlinang.
Diam saja, Vista juga tidak begitu paham bagaimana caranya agar dia sembuh. Melakukan kemoterapi saja tidak menjamin semuanya, Vista juga tidak pernah bertanya-tanya pada Dokter Melan. Biasanya hanya Achio yang berbicara dan lebih tahu mengenai dirinya dari Dokter Melan.
"Nanti Vista tanya sama Achio."
Tidak bisa dideskripsikan bagaimana sakitnya perasaan Diego saat ini. Tadi dia pulang dan mendapati rumahnya terkunci hingga membuatnya masuk dengan kunci cadangan.
Bosan menunggu Vista yang pulang sangat lama, Diego berjalan masuk ke dalam kamar adiknya untuk meminjam laptop. Tapi yang dia dapati justru beberapa jenis obat-obatan yang tidak dia pahami. Curiga dengan semuanya, Diego menggeledah kamar Vista hingga menemukan surat diagnosa itu di bawah karpet.
"Mama sama Kak Darpa belum tau?" tanya Diego pelan.
Vista menggeleng. "Belum, Vista nggak mau bebanin kalian."
Mengingat-ingat bagaimana dia melihat pucatnya Vista dan perubahan pada postur tubuhnya akhir-akhir ini membuat tanpa sadar air mata Diego kembali turun.
Vista mendongak, mengerjap-ngerjap berusaha menahan air matanya agar tidak terus turun. "Kak?"
Lagi-lagi Diego memeluk tubuh Vista. Apa yang telah mereka lakukan selama ini? Menghukum gadis itu dengan kesalahan yang harusnya mereka pahami bahwa bukan Vista penyebabnya.
Walau sering bersikap ketus, Diego tidak berbohong bahwa dia menyayangi Vista. Sangat sayang, hanya saja dia tidak ingin memperlihatkannya sebab permasalahan sebelum-sebelumnya.
"Jangan nangis, Vista nanti sedih."
Mendengar nada bergetar dan isakan tertahan dari mulut adiknya, Diego menyembunyikan wajahnya pada pundak gadis itu. Bukannya diam seperti permintaan Vista, Diego rasanya tidak bisa mengontrol dirinya sebab perasaan sakit dalam hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Novela Juvenil"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...