59. Tio & Nina

2.9K 350 230
                                    

"Kak Darpa sama Diego kemana, Ma?" tanya Vista setelah sesuap bubur masuk ke dalam mulutnya.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh, dan Mamanya baru datang dengan setelan kerja yang masih melekat di tubuh sempurna itu.

Menyuapkan bubur lagi ke dalam mulut putrinya, Nina menghela napas sebelum menggelengkan kepalanya. "Mama nggak tau, nggak ada yang bisa dihubungi."

"Udah kenyang," ucap Vista saat Nina hendak menyuapkan makanan lunak itu lagi.

"Dikit lagi," bujuk Nina tapi tidak bisa membuat Vista berhenti menggeleng.

"Apel dari Achio mana? Vista mau makan itu," ucap Vista penuh antusias.

Nina tersenyum tipis, dia tahu kalau putrinya sedang jatuh cinta dengan laki-laki yang dalam pengamatannya juga tampak baik. Membatu Vista untuk mengupas sebuah apel merah itu, sesekali Nina melirik mata putrinya yang berbinar menatap buah berdaging putih itu.

"Achio itu pacar kamu?"

Vista menggeleng. "Belum, Achio nggak nembak lagi."

Mencomot potongan apel di dalam mangkuk, Vista mengunyahnya sambil bicara. "Pernah Achio minta Vista jadi pacarnya, tapi Vista keburu grogi. Yang kedua kali malah diganggu temen-temen, sebel."

Mendengarkan putrinya bercerita, entah kenapa ada perasaan senang dalam hatinya. Nina yakin bahwa laki-laki itu punya pengaruh besar untuk Vista, dia juga yakin bahwa Achio akan membuat Vista semakin semangat menjalani pengobatannya.

Nina berharap, laki-laki itu tidak akan menyakiti putrinya.

"Tapi perasaan kamu sama dia gimana?"

Tersenyum malu-malu, wajah Vista memerah ditatap seperti itu oleh Mamanya. "Vista malu."

"Suka?"

"Cinta, Mama!" Vista mengoreksi pertanyaan itu.

Nina tertawa kecil mendengar jawaban itu. "Apa yang selalu kamu suka dari Achio?"

"Banyak!" Vista merentangkan kedua tangannya berusaha mendeskripsikan berapa banyak hal-hal dalam diri Achio yang dia suka.

"Oh, ya?" Nina menyerahkan mangkuk berisi apel yang sudah dia potong-potong. Menarik kursi, wanita itu duduk sambil mendengarkan putrinya. "Apa aja? Coba cerita sama Mama."

"Malu," cicit Vista.

Memukul paha putrinya, Nina gemas sekali dengan tingkah gadis itu. "Sok-sokan malu, cepet ceritain."

"Vista suka ini." Gadis itu mengangkat mangkuk apelnya. "Vista suka karena Achio setiap hari kasih Vista satu apel merah."

"Lagi?"

"Vista suka waktu Achio cemburu atau marah, padahal kita cuma temenan." Dia tertawa untuk menyembunyikan sedikit kesedihannya karena fakta itu. "Aneh tau."

"Apa lagi?" Nina kembali memancing agar Vista mau lebih terbuka padanya.

Mengingat-ingat lagi, mata Vista tiba-tiba berbinar. "Vista juga suka dipeluk Achio, wanginya Achio kayak pengen Vista hirup selama-lamanya."

Vista mengulum senyum, hal ini membuat Nina penasaran dengan ucapan Vista yang selanjutnya. "Vista suka waktu Achio bilang kalau dia bakal selalu temenin Vista."

Melihat bahagianya gadis itu, Nina benar-benar berdoa pada Tuhan semoga saja putrinya itu tidak kecewa. Dia tidak akan membiarkan anak-anaknya gagal dalam hal cinta, sama seperti kedua orang tuanya dulu dan dirinya sendiri.

"Mama nggak mau mandi?" tanya Vista tiba-tiba.

Nina melirik dirinya sendiri. "Bau, ya?"

"Nggak, Ma!" Vista menjawab cepat. "Mama masih wangi."

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang