"Vista, lo dipanggil ke ruang bimbingan konseling."
Gadis yang masih sibuk mencatat materi pelajaran terakhir sebelum bel istirahat kedua itu mendongak, menatap seorang siswi yang Vista yakini sebagai anggota OSIS. Terlihat dari almamater organisasi itu yang melekat sempurna di tubuhnya.
"Gue?" tanya Vista sambil menunjuk dirinya dengan pulpen.
"Iya, ditunggu sekarang juga."
Vista mengangguk, buru-buru dia membereskan buku catatannya. Semenjak dijauhi banyak orang, Vista memang lebih sering diam di kelas. Seperti sekarang, walau jam kosong dan teman-temannya memilih berpencar keluar kelas, Vista justru diam sendirian di kelas untuk mengerjakan catatan yang diberikan oleh guru karena berhalangan hadir.
"Gue bikin masalah apa, ya?" gumam Vista sedikit khawatir. Pasalnya dari kebanyakan kasus, ruangan bimbingan konseling hanya akan dikunjungi oleh siswa/siswi bermasalah.
Terlalu terburu-buru keluar dari kelas, Vista menabrak bahu seseorang.
"Matanya dipake buat lihat!" bentak Terra sambil menepuk-nepuk bahunya, seperti takut jika ada debu yang tertinggal saat bertabrakan dengan Vista.
"Gue buru-buru!"
Hendak pergi, tangannya ditarik oleh Terra. Gadis itu mengulas senyum yang sulit sekali diartikan, tapi tentu bukan pertanda baik.
"Udah cari sekolah baru yang mau nerima cewek bermasalah kayak lo?" tanya Terra dengan nada rendah. "Siapa tau hari ini didepak dari sekolah."
Vista diam saja, hanya menatap Terra hingga gadis itu memilih pergi dari hadapannya. Pandangannya juga sempat jatuh pada Jesen yang menatap sekilas ke arahnya sebelum buru-buru meninggalkannya dan mengikuti langkah kaki Terra.
"Sabar, ya?" Orly mengulas senyum lembut, mengelus bahu Vista beberapa kali kemudian ikut pergi meninggalkannya.
Ya, setidaknya kadang-kadang Orly tampak peduli padanya. Melupakan mereka semua, dengan cemas dia berlari ke arah barat menuju ruangan bimbingan konseling. Selama melangkah di koridor, beberapa orang yang berada di luar kelas menghinanya.
Harusnya Vista merasa biasa saja, tapi entah kenapa yang kali ini rasanya sangat berbeda.
"Semoga sekolah ini punya keputusan yang bijak."
"Udah paling bener dikeluarin dari sekolah ini, jalang!"
Semakin jauh melangkah, Vista semakin cemas. Bolehkah dia menduga-duga bahwa sesuatu yang buruk akan kembali menimpanya?
Tidak berapa lama kakinya menapak sempurna di depan pintu ruang bimbingan konseling. Sebelum masuk, Vista menarik napas terlebih dulu.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Sekali lagi Vista menarik napas panjang, tangannya menarik kenop pintu dan segera masuk untuk menemui seorang wanita berambut sebahu.
"Duduk!" Bu Mega, guru yang dikenal galak setelah Pak Jaya menatap Vista yang masih mematung.
Vista menurut, duduk di depan Bu Mega dan hanya dibatasi oleh sebuah meja. Tangannya bertaut, dia bergerak gelisah di tempatnya. "Saya dipanggil ke sini ada keperluan apa, Bu?" tanya Vista berusaha sopan.
Bu Mega meletakkan kacamatanya, dia menautkan tangannya di atas meja. "Begini Vista, Ibu sudah dengar beberapa rumor tentang kamu."
Jantung Vista berdegup kencang, dia benar-benar tidak siap mendengar kalimat-kalimat yang akan keluar dari mulut wanita itu.
Melihat raut wajah siswi itu, Bu Mega berusaha santai. "Kami pihak sekolah awalnya tidak mau ikut campur dengan hal itu, tapi dibiarkan terlalu lama juga tidak baik untuk reputasi sekolah kita."

KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Fiksi Remaja"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...